Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae
Industri

Ini 11 Arahan Kebijakan OJK Tahun 2023 kepada Bos-Bos Bank

  • Arahan ini mengantisipasi berbagai tantangan seperti tren kenaikan suku bunga, risiko kredit dan risiko likuiditas, agar bank tetap menjadi motor perekonomian tahun depan.

Industri

Yosi Winosa

JAKARTA -Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan 11 arahan kebijakan kepada perbankan tanah air untuk dilakukan di tahun 2023 mendatang. Arahan ini mengantisipasi berbagai tantangan seperti tren kenaikan suku bunga, risiko kredit dan risiko likuiditas, agar bank tetap menjadi motor perekonomian tahun depan.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae menyatakan, berdasarkan evaluasi kinerja sektor perbankan per Oktober 2022, risiko yang dihadapi perbankan terbilang masih manageable.

Hal tersebut nampak dari perbaikan dan pertumbuhan beberapa indikator utama seperti pertumbuhan kredit dan DPK yoy sebesar 11,95% dan 9,41%, penurunan NPL Gross dan LAR yoy menjadi 2,72% dan 15,48%, serta pencadangan yang solid dengan meningkatnya CKPN NPL yoy menjadi 71,34%. 

Dari sisi likuiditas, intermediasi perbankan relatif baik dengan LDR berkisar 78%-92% serta AL/DPK dan AL/NCD yoy diatas threshold masing-masing sebesar 29,46% dan 130,17%. Demikian juga, rasio keuangan lainnya juga masih memadai dan solid antara lain BOPO yoy yang turun menjadi 77,52% dan ROA yoy yang meningkat menjadi 2,47%. 

“Kami memberikan arahan kebijakan untuk tahun 2023, yang diharapkan dapat menjawab dan merespon aspirasi sektor Jasa Keuangan sehingga pada akhirnya dapat mendukung kinerja perbankan nasional serta menjaga stabilitas sistem keuangan," kata Dian kepada TrenAsia.com, Rabu, 14 Desember 2022.

Arah Kebijakan OJK Sektor Perbankan 2023

Ditambahkan, regulator menyadari saat ini masih banyak permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh sektor perbankan seperti pemulihan kinerja bank dan debitur akibat pandemi, tuntutan agar perbankan lebih kontributif dan berdaya saing, fraud dan kasus hukum, akselerasi transformasi digital serta VUCA khususnya dampak geopolitik yang masih terjadi.

Untuk itu OJK selalu mendorong dan mendukung peningkatan kinerja perbankan melalui fungsi pengawasan, pengaturan dan perizinan OJK sehingga industri perbankan dapat tumbuh secara sehat dan berkesinambungan.

Selain itu, OJK juga menyadari bahwa Industri perbankan masih memerlukan penguatan secara struktural. Struktur industri perbankan saat ini masih didominasi oleh populasi bank dengan pangsa pasar dan skala usaha yang relatif kecil. 

Disparitas antara bank besar dan bank kecil masih lebar. Level of playing fields menjadi tidak sama dan tersegmentasi. Bank-bank dengan skala usaha kecil jelas memiliki keterbatasan adaptasi terhadap perubahan lingkungan, kemampuan investasi infrastruktur dan juga kepatuhan akan pengaturan yang menyertainya. 

“Kondisi demikian mendistorsi efektifitas transmisi kebijakan, pengaturan dan tindakan pengawasan yang diambil OJK," tambah Dian.

Untuk merespon perkembangan digitalisasi yang sangat cepat, OJK telah berkomitmen mendorong akselerasi transformasi digital pada perbankan. 

Dukungan tersebut telah dilakukan oleh OJK dengan melakukan Penyiapan Dasar Hukum Transformasi Digital yang berupa penerbitan Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia, Cetak Biru Transformasi Digital Perbankan, Kerangka Keamanan Siber Bank, serta melakukan revisit POJK yang sudah kurang relevan di era digital. Payung hukum tersebut diharapkan menjadi pengukit percepatan transformasi digital perbankan. 

Selain itu, OJK juga melakukan perubahan dalam hal pengaturan dari semula rule based menjadi principle based yang diyakini mampu memberikan ruang gerak dan inovasi bagi perbankan.

Arah Kebijakan sektor perbankan tahun 2023 (bisa multiyears):

  1. Penguatan Organisasi dan SDM serta proses pengawasan OJK yang didukung oleh supervisory technology.
  2. Penguatan pengawasan dan perizinan yang terintegrasi.
  3. Pemenuhan Batas Minimum Modal Inti Bank sesuai POJK  Konsolidasi (minimum Rp3T)
  4. Penguatan dan Konsolidasi Bank bagi BUK, BUS (khususnya BPD) dan BPR/BPRs.
  5. Kebijakan normalisasi paska berakhirnya stimulus COVID.
  6. Penguatan tata kelola dan efisiensi Bank termasuk dukungan pengembangan kualitas SDM.
  7. Penguatan integritas IJK melalui penerapan  strategi anti fraud dan APU PPT.
  8. Inovasi produk & pendalaman pasar sistem keuangan serta  digitalisasi Bank yang mencakup ketahanan teknologi  digital Bank (digital resilience).
  9. Pengembangan    perbankan    Syariah    melalui    konsolidasi dan sinergi perbankan syariah dengan ekosistem ekonomi Syariah dan penguatan tata kelola dan integritas perbankan syariah.
  10. Pengkajian struktur pasar keuangan Perbankan Indonesia dan penggunaan uji kebutuhan ekonomi (economic need test).
  11. Pengembangan dan dukungan terhadap Sustainable Finance.

Menurut Dian, sebagian arah kebijakan tersebut sudah mulai diimplementasikan sejak saat ini, khususnya dalam merespon kebijakan saat pandemi. Akhir bulan November lalu, OJK telah menerbitkan kebijakan perpanjangan restrukturisasi kredit dan pembiayaan secara targeted. 

Kebijakan ini akan mendukung segmen, sektor, industri dan daerah tertentu (targeted) dengan periode restrukturisasi kredit atau pembiayaan tambahan selama 1 tahun sampai 31 Maret 2024 dengan cakupan: segmen UMKM yang mencakup seluruh sektor; sektor penyediaan akomodasi dan makan-minum; dan beberapa industri yang menyediakan lapangan kerja besar, yaitu industri tekstil dan produk tekstil (TPT) serta industri alas kaki.

“Kebijakan ini dilakukan secara terintegrasi dan berlaku bagi perbankan dan perusahaan pembiayaan," kata Dian.

Sementara itu, kebijakan restrukturisasi kredit atau pembiayaan yang ada dan bersifat menyeluruh dalam rangka pandemi COVID-19 masih berlaku sampai Maret 2023. Lembaga Jasa Keuangan (LJK) dan pelaku usaha yang masih membutuhkan kebijakan tersebut, dapat menggunakan kebijakan dimaksud sampai dengan Maret 2023 dan akan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya perjanjian kredit/pembiayaan antara LJK dengan debitur.