Nasional & Dunia

Ini 14 Negara yang Berantas Ilegal Fishing

  • Indonesia merupakan satu dari 14 negara di dunia yang sepakat bahwa illegal, unreported dan unregulated (IUU) fishing merupakan kejahatan transnasional. Selain Indonesia, negara-negara lainnya adalah Namibia, Karibia, Ghana, Sri Lanka, Palau, Faroe Island, Norwegia, Denmark, Greendland, Finlandia, Swedia dan Polandia. 

Nasional & Dunia
trenasia

trenasia

Author

 

JAKARTA– Indonesia merupakan satu dari 14 negara di dunia yang sepakat bahwa illegal, unreported dan unregulated (IUU) fishing merupakan kejahatan transnasional. Selain Indonesia, negara-negara lainnya adalah Namibia, Karibia, Ghana, Sri Lanka, Palau, Faroe Island, Norwegia, Denmark, Greendland, Finlandia, Swedia dan Polandia. 

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan bahwa semakin banyak negara yang mengakui UUI fishing sebagai kejahatan transnasional, maka pencurian ikan di berbagai negara bisa berkurang, terutama di Indonesia. Dia berharap agar semakin banyak negara yang bergabung. 

“Kita berharap nanti Kanada mudah-mudahan, ASEAN ada Thailand akan ikut Australia juga,” tutur Susi, Jumat (23/11). 

Kementerian Kelautan dan Perikanan berupaya memberantas UII dengan mengikuti Port State Measures Agreement (PSMA) yang merupakan perjanjian pelabuhan antar negara. Indonesia sendiri menurut Susi telah menutup peluang pihak asing untuk menangkap ikan di laut Indonesia. Adapun penutupan tersebut seperti larangan investasi asing, kapal asing dan nelayan asing beraktivitas dan menangkap ikan di perairan dalam negeri. 

“Semua kita lakukan agar Indonesia menjadi negara poros maritim di dunia,” kata Susi. 

Susi juga membeberkan bahwa pelaku ilegal fishing memiliki banyak modus saat beraksi. Mulai dari menggunakan bendera palsu hingga menggunakan kapal untuk menyelendupkan narkoba. 

“Di beberapa kasus Satgas 115 menemukan beberapa modus yaitu penggunaan bendera kemudahan (flag of convenience) oleh beneficiary owner yang berada di negara lain,” katanya. 

Tidak hanya itu, pelaku juga sering menggunakan dokumen kapal yang palsu. Hal ini umumnya dilakukan kapal yang tidak lolos syarat administrasi atau memang sengaja tidak ingin mengurus perizinan. Saat penangkapan, diketahui dari awak buruh kapal (ABK) tidak tahu berapa banyak ikan dan apa jenis ikan yang dibawa oleh kapalnya sendiri. Dalam rekrutan ABK juga sering dilakukan tanpa dokumen yang lengkap. 

Tidak sedikit kapal yang menggunakan bahan peledak yang bisa menghancurkan ekosistem laut. Susi sendiri sempat menemukan bahan peledak untuk peledak di air di Sulawesi Selatan. “Waktu itu Polair menangkap 1.200 detonator (bahan peledak) di kapal yang membawa narkoba,” kata Susi. ***(GEM)