Ini 4 Isu Utama Seputar Suku Bunga Acuan BI
Salah satu topik pemberitaan tentang ekonomi Indonesia yang disorot media massa beberapa hari ini yakni kebijakan Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan atau BI7-day (Reverse) Repo Rate/BI7DRR di level 3,5%. Dari pantauan terhadap 10 media massa online arus utama skala nasional, terdapat empat isu utama yang disorot dalam topik BI7DRR. Berikut rincian isu utama yang […]
Insight Langit Biru
Salah satu topik pemberitaan tentang ekonomi Indonesia yang disorot media massa beberapa hari ini yakni kebijakan Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan atau BI7-day (Reverse) Repo Rate/BI7DRR di level 3,5%.
Dari pantauan terhadap 10 media massa online arus utama skala nasional, terdapat empat isu utama yang disorot dalam topik BI7DRR. Berikut rincian isu utama yang dimaksud.
BI Pertahankan BI7DRR di Level 3,5%
Sepanjang tahun 2021, sudah tiga kali Bank Indonesia (BI) mempertahankan BI7DRR sebesar 3,5%. Kali pertama pemberlakuan suku bunga acuan 3,5% terjadi pada medio Februari 2021. Suku bunga acuan pada Februari tersebut turun 25 bps dari level 3,75% yang berlaku sejak November 2020.
Secara historis, suku bunga acuan 3,5% merupakan suku bunga acuan terendah sejak 2016. Pandemi COVID-19 yang menghantam perekonomian Indonesia menjadi faktor utama penyebab BI menurunkan suku bunga hingga ke level 3,5%.
Dari sejumlah pemberitaan, terlihat bahwa pasar merespons positif kebijakan BI yang tidak mengubah besaran BI7DRR. Respons positif ini datang dari menguatnya harga surat berharga negara (SBN), yang merepresentasikan adanya minat investor untuk mengoleksi SBN.
Selain itu, nilai tukar rupiah di kurs Jisdor menguat menjadi Rp14.335 pada 25 Mei 2021 setelah BI mengumumkan suku bunga acuan yang tetap di 3,5%. Rupiah kembali menguat ke level Rp14.312 pada 27 Mei 2021.
Rencana BI Terbitkan Uang Digital
BI tengah menyusun rencana untuk mengeluarkan mata uang digital atau Central Bank Digital Currency (CBDC). Berikut pertimbangan BI terhadap penerbitan CBDC:
- Penerbitan mata uang digital yang merupakan kewenangan BI akan dijadikan alat pembayaran yang sah.
- CBDC untuk mendukung pelaksanaan kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran.
- Teknologi yang akan digunakan.
Gubernur BI Prediksi Perekonomian Kuartal II-2021 Tumbuh 7%
Setelah empat tahun (2016-2019) mencetak pertumbuhan ekonomi kuartalan di kisaran 5%, pada 2020 perekonomian Indonesia mundur hingga minus. Kuartal II-2020 perekonomian Indonesia tertekan 5,32%, imbas dari pandemi COVID-19.
Alhasil, sepanjang 2020 ekonomi Indonesia merosot 2,07%. Kontraksi tersebut berlanjut hingga kuartal I-2021.
Namun, Bank Indonesia optimistis perekonomian Indonesia bisa melejit di kisaran 7% year-on-year (y-o-y) pada kuartal II, berlanjut tumbuh 5,3% y-o-y pada kuartal III. Hingga akhirnya pertumbuhan ekonomi pada 2021 diperkirakan bisa di level 4,1% sampai 5,1%.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, menyebut setidaknya ada tiga hal yang dapat mengungkit perekonomian Indonesia hingga tumbuh di atas 4%. Tiga hal tersebut yakni kenaikan ekspor; peningkatan investasi non-bangunan dan peningkatan konsumsi pemerintah; serta pelonggaran stimulus moneter, kebijakan makroprudensial kenaikan pembiayaan, dan kian masifnya digitalisasi sistem pembayaran.
BI Pangkas Suku Bunga Kartu Kredit Jadi 1,75%
Salah satu langkah makroprudensial yang diambil BI baru-baru ini yakni memangkas batas maksimum suku bunga kartu kredit menjadi 1,75% per bulan dari sebelumnya 2%. Kebijakan ini berlaku mulai 1 Juli 2021.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengatakan penurunan batas maksimum suku bunga kartu kredit ini bertujuan mendukung transmisi kebijakan suku bunga dan efisiensi transaksi non-tunai.