<p>Foto:  Ptba.co.id</p>
Industri

Ini 7 Skema Hilirisasi Batu Bara dari Pemerintah

  • JAKARTA – Untuk memenuhi kebutuhan energi berbasis prinsip keberlanjutan dan ramah lingkungan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengembangkan tujuh skema hilirisasi industri batu bara. Ketujuhnya adalah gasifikasi batu bara, pembuatan kokas (cokes making), underground coal gasification, pencairan batu bara, peningkatan mutu batu bara, pembuatan briket, dan coal slurry/coal water mixture. “Tujuh hilirisasi ini […]

Industri

Ananda Astri Dianka

JAKARTA – Untuk memenuhi kebutuhan energi berbasis prinsip keberlanjutan dan ramah lingkungan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengembangkan tujuh skema hilirisasi industri batu bara.

Ketujuhnya adalah gasifikasi batu bara, pembuatan kokas (cokes making), underground coal gasification, pencairan batu bara, peningkatan mutu batu bara, pembuatan briket, dan coal slurry/coal water mixture.

“Tujuh hilirisasi ini masa depan batu bara kita agar menjadi tulang punggung (backbone) energi baik di Indonesia maupun dunia,” kata Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu bara Direktorat Jenderal Mineral dan Batu bara, Sujatmiko, Kamis, 15 Oktober 2020.

Sujatmiko menyampaikan sudah menjadi sebuah keharusan untuk mengkonversi bisnis batu bara sesuai dengan perkembangan global dan dalam negeri. Seperti misal menerapkan Clean Coal Technology (CCT).

Peningkatan Kualitas Batu Bara

Selain itu, pihaknya juga menargetkan penambahan tiga fasilitas peningkatan mutu batu bara (coal upgrading) pada 2024, 2026, dan 2028 dengan kapasitas masing-masing mencapai 1,5 juta ton per tahun.

Sementara itu, proses gasifikasi akan dilakukan oleh PT Bukit Asam sebagai upaya subtitusi Liquified Petroleum Gas (LPG) melalui Dimethyl Ether (DME) yang beroperasi pada 2024. Hal serupa dilakukan oleh PT KPC dengan kapasitas kurang lebih 4 juta ton.

Untuk penambahan pabrik briket, pemerintah menargetkan proyek ini rampung pada 2026 dan 2028 dengan kapasitas 20 ribu ton per tahun. Sedangkan rencana dua fasilitas cokes making akan selesai di tahun yang sama dengan kapasitas kurang lebih satu juta ton.

Untuk mempercepat hilirisasi, pemerintah telah menyiapkan insentif fiskal dan non fiskal agar lebih ekonomis. Untuk insentif non fiskal, pemerintah memberikan izin usaha selama umur cadangan tambang. Artinya, izin usaha pertambangan tidak lagi dibatasi 20 tahun.

Insentif Hilirisasi

Dari sisi insentif fiskal, ada pembebasan royalti bagi batu bara yang dijadikan bahan baku hilirisasi. Sujatmiko menyebut royalti 0% itu tidak akan mengurangi penerimaan negara.

Pasalnya, hilirisasi mampu menciptakan efek berganda yakni membuka lapangan kerja serta menggerakkan roda perekonomian daerah. Dengan efek berganda itu, maka penerimaan negara yang hilang dari royalti 0% akan tersubstitusi.

“Kalau industri jalan maka secara agregat pajak memberi keuntungan bagi negara. Bagi daerah juga berdampak untuk pengembangan infrastruktur dan ekonomi penunjang,” tambah Sujatmiko.

Dalam catatan, Sujatmiko potensi sumber daya batu bara di Indonesia cukup besar dengan total 149 miliar ton dengan total cadangan hingga 38 miliar ton.