Ini Dampak Konflik Rusia dan Ukraina pada Perekonomian Indonesia
- Indonesia juga perlu mewaspadai dampak konflik antara Rusia dan Ukraina.
Nasional
JAKARTA – Hingga saat ini konflik antara Rusia dan Ukraina belum terselesaikan. Ini bukan pertama kalinya kedua negara bentrok. Sebelumnya, konflik pecah pada 2014 ketika pemimpin Ukraina saat itu Viktor Yanukovych menghentikan negosiasi kerja sama politik dan perdagangan dengan Uni Eropa.
Hal ini juga memicu demonstrasi di Ukraina menuntut pengunduran diri Yanukovych sambil menunggu penggulingan para pemimpin Ukraina pro-Rusia. Tak hanya itu, disinyalir bahwa tahun ini Rusia menduduki Ukraina, salah satu wilayah Krimea, membuat situasi semakin buruk.
- Bank Himbara Cetak Laba Rp72 Triliun di 2021, Melesat 78,06 Persen
- Cara Mudah Menabung Seperti Orang Korea dengan Kalender Saku
- 3 Jalan Tol Unik di Indonesia, Ada yang Bisa Nyanyi
Pada Januari 2022, intelijen Kementerian Pertahanan Ukraina melaporkan bahwa Rusia telah mengerahkan lebih dari 127.000 tentara di dekat negaranya. Rusia telah berulang kali membantah rencana untuk menyerang Ukraina, mengklaim bahwa Rusia tidak menimbulkan ancaman bagi negara mana pun.
Hubungan Ukraina yang semakin dekat dengan Amerika Serikat dan NATO juga dipandang sebagai sumber ketegangan dengan Rusia. Rusia khawatir bahwa aksesi Ukraina ke NATO mengancam wilayah yang bisa menyerang Rusia, dengan Ukraina, yang berbatasan langsung dengan Rusia, menjadi pelopor NATO. Presiden Rusia Vladimir Putin juga mengungkapkan bahwa Amerika Serikat berencana untuk memerintah negara itu.
Dampak Ekonomi Secara Global
Konflik geopolitik antara Rusia dan Ukraina dikhawatirkan akan menggerogoti pertumbuhan ekonomi di semua negara di dunia yang berusaha pulih dari pandemi. Konflik tersebut juga dikhawatirkan akan menghambat kelancaran kegiatan ekspor impor dengan negara-negara Eropa lainnya, di mana Rusia dan Ukraina berperan penting sebagai penghubung kedua belah pihak.
Konflik tersebut telah membuat investor di seluruh dunia pesimis untuk berinvestasi di banyak negara berkembang lainnya. Hal ini dapat dilihat, dari indeks Dow Jones Industrial Average yang ditutup turun sekitar 1,8%, diikuti indeks S&P 500 yang juga anjlok 2,1% ke 4.380,3 dan Nasdaq Composite yang terkoreksi turun 2,9% ke 13.716,7 pada perdagangan Kamis, 17 Februari 2022.
Selain itu, pasar Asia juga ikut terkoreksi tajam setelah Wall Street. Pada Jumat, 18 Feburari 2022, indeks Nikkei 225 turun 1,2% menjadi 26.903,6, diikuti oleh indeks Hang Seng yang turun 0,6% menjadi 23.633,7. Hal ini terjadi ketika investor beralih ke aset yang aman seperti obligasi dan emas setelah ketegangan geopolitik yang meningkat antara Rusia dan Ukraina.
Dampak Terhadap Ekonomi Indonesia
Indonesia juga perlu mewaspadai dampak konflik antara Rusia dan Ukraina. Menurut pengamat Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Dzulfian Syafrian, konflik tersebut akan berdampak pada kenaikan harga minyak dunia. Selain itu, neraca perdagangan Indonesia akan terpengaruh karena Indonesia mengimpor minyak dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Menteri Keuangan Sri Muryani juga menegaskan konflik antara Rusia dan Ukraina akan berdampak langsung pada produk energi, gas, dan minyak bumi Indonesia. Perselisihan ini juga memperumit pembuatan kebijakan pemerintah.
Pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan, akan terus memantau stabilitas sistem keuangan domestik, khususnya suku bunga, nilai tukar mata uang asing, volatilitas indeks, dan volatilitas arus modal yang berdampak langsung pada sektor keuangan.
CEO Grant Thornton Indonesia Johanna Gani mengatakan konflik Rusia - Ukraina akan berdampak terhadap ekonomi global, termasuk Indonesia. Hal yang perlu dikhawatirkan adanya kemungkinan terjadinya krisis energi dikarenakan Rusia merupakan salah satu produsen utama minyak dunia. Dengan demikian, hal ini dapat berpengaruh terhadap pergerakan harga minyak global.
Menurut dia, pemerintah dapat mengantisipasi hal tersebut dengan melakukan diversifikasi suplai impor Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan gas dan batu bara untuk mengantisipasi kenaikan harga minyak bumi.
“Apabila konflik ini berlanjut, tentunya kenaikan harga minyak ini akan berdampak kepada peningkatan inflasi di Indonesia. Dari sisi moneter, konflik ini juga akan menekan The Fed untuk meningkatkan suku bunga acuan. Di sini, Bank Indonesia perlu memperhatikan kondisi domestik sebelum menaikkan suku bunga acuan karena dikhawatirkan akan mengganggu pemulihan ekonomi nasional”, ujar Johanna.