Ini Dampak Perlambatan Ekonomi China terhadap Indonesia
- Saat ini, China menghadapi tantangan perlambatan ekonomi yang cukup mencolok.
Perbankan
JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaksanakan Survei Orientasi Bisnis Perbankan (SBPO) yang di dalamnya turut mencakup proyeksi industri terhadap dampak perlambatan ekonomi China.
Saat ini, China menghadapi tantangan perlambatan ekonomi yang cukup mencolok. Menurut data Biro Statistik Nasional Tiongkok, pertumbuhan ekonomi China pada triwulan III-2023 mencapai 4,9% (year-on-year/yoy), menurun dari 6,3% yoy pada triwulan sebelumnya.
Dampak dari perlambatan ekonomi China ini dapat dirasakan oleh perekonomian Indonesia, khususnya dalam kaitannya dengan kinerja perbankan.
- Sistem Keuangan 6 Desa di Bali Telah Terintegrasi BPD Setempat
- Harga Rumah Termahal yang Dijual di AS Turun Hingga Rp856,19 M
- Kantor Kemenag Kini Bisa Dipakai jadi Rumah Ibadah Sementara
SBPO menunjukkan bahwa meskipun perbankan tidak diperkirakan akan terlalu terpukul, perekonomian Indonesia dapat mengalami dampak yang signifikan, seperti:
a. Dampak Melalui Trade Channel
Perlambatan ekonomi China dapat memberikan dampak negatif melalui trade channel dan financial channel.
Pada trade channel, penurunan permintaan ekspor Indonesia bisa terjadi, mengingat China adalah mitra dagang terbesar Indonesia, menyumbang 25% dari total ekspor. Hal ini berpotensi menurunkan pendapatan dan lapangan kerja di sektor-sektor terkait.
b. Tekanan pada Harga Komoditas Global
Perlambatan ekonomi China juga dapat menekan harga komoditas global, memengaruhi Indonesia yang masih mengandalkan sektor komoditas, terutama batu bara dan crude palm oil (CPO).
d. Pengaruh pada Financial Channel
Pada financial channel, dampaknya dapat terasa melalui penurunan arus masuk investasi dari China ke Indonesia.
Bagi sektor perbankan, meskipun diperkirakan tidak akan terlalu terpengaruh secara signifikan, tetapi kemungkinan adanya debitur yang mengalami penurunan kinerja dan kemampuan bayarnya, terutama bagi debitur yang mendapatkan pasokan barang dari China.
Dalam menghadapi dinamika ini, industri menilai butuhnya perhatian khusus terutama dalam diversifikasi mitra dagang dan kebijakan ekonomi yang adaptif. Meski demikian, sektor perbankan diharapkan tetap kokoh menghadapi ketidakpastian ini.
- IHSG Selangkah Menuju Level 7.000, Saham TRIN Kembali ARA
- Prakiraan Cuaca Besok dan Hari Ini 21 November 2023 untuk Wilayah DKI Jakarta
- Festival Rontek Pacitan yang Masuk Top Event Nasional Usai Digelar
Perbankan Masih Optimis di Kuartal IV-2023
Meskipun Indeks Orientasi Bisnis Perbankan (IBP) mengalami penurunan dari 67 pada kuartal sebelumnya menjadi 62, namun angkanya masih berada dalam zona optimis.
OJK mencatat bahwa optimisme ini dipicu oleh harapan akan peningkatan intermediasi dan keyakinan bahwa bank memiliki kapasitas yang memadai untuk mengelola risiko di tengah tantangan kondisi makroekonomi global yang tidak begitu kondusif.
Pelaksanaan SBPO pada kuartal IV-2023 melibatkan partisipasi 95 bank, yang mencakup sekitar 94,87% dari total 105 bank umum.
Mayoritas responden meyakini bahwa pada kuartal IV-2023, risiko perbankan tetap terjaga dan terkendali. Hal ini tercermin dari Indeks Persepsi Risiko (IPR) sebesar 58, yang berada dalam zona optimis, mengalami peningkatan dari angka 55 pada kuartal sebelumnya.
Dengan keyakinan akan kualitas kredit yang terjaga baik, yang didukung oleh kebijakan restrukturisasi dan hapus buku guna mengendalikan peningkatan nonperforming loan (NPL) atau nonperforming financing, para responden memproyeksikan penurunan risiko kredit pada kuartal IV-2023, menurun dari 2,43% pada bulan September 2023.
Meski begitu, potensi peningkatan NPL masih ada, terutama dari sektor kredit restrukturisasi Kolom 1 dan Kolom 2 seiring dengan penerapan kebijakan restrukturisasi yang diarahkan setelah kuartal I-2023.