<p>Ilustrasi kegiatan produksi gas bumi. / Sumber: Instagram.com/arcandra.tahar/</p>
Industri

Ini Kunci Perusahaan Migas Bertahan Menurut Arcandra Tahar

  • JAKARTA – Pakar dan Praktisi Migas Arcandra Tahar mengatakan di tengah pandemi COVID-19 yang terus meluas dewasa ini, tantangan industri migas ke depan sangat dipengaruhi oleh sumber daya manusia (SDM). Banyak perusahaan migas global yang saat ini menjadi pemimpin pasar, seperti Shell, ExxonMobil, Chevron dan lainnya, terus berusaha memproduksi talenta-talenta terbaiknya untuk mendukung eksistensi dan […]

Industri
wahyudatun nisa

wahyudatun nisa

Author

JAKARTA – Pakar dan Praktisi Migas Arcandra Tahar mengatakan di tengah pandemi COVID-19 yang terus meluas dewasa ini, tantangan industri migas ke depan sangat dipengaruhi oleh sumber daya manusia (SDM).

Banyak perusahaan migas global yang saat ini menjadi pemimpin pasar, seperti Shell, ExxonMobil, Chevron dan lainnya, terus berusaha memproduksi talenta-talenta terbaiknya untuk mendukung eksistensi dan ekspansi perusahaan dimasa depan.

“Dukungan SDM yang memahami sektor migas secara menyeluruh, baik dari aspek teknologi, komersial, dan geopolitik minyak dunia, sesungguhnya menjadi bagian dari mitigasi dan pengelolaan risiko di perusahaan migas,” jelas Arcandra melalui laman instagramnya @arcandra.tahar, Kamis, 10 September 2020.

Wakil menteri ESDM periode 2016-2019 ini mengungkapkan, pandemi COVID-19 secara global telah menciptakan resesi di berbagai negara. Pertumbuhan ekonomi yang minus mendorong konsumsi energi secara global ikut terkoreksi. Akibatnya banyak perusahaan migas dunia mengalami kerugian dalam jumlah besar.

Data Haynes and Boone, sebuah firma hukum yang memonitor kebangkrutan perusahaan migas di Amerika Utara, mengungkapkan adanya tren peningkatan perusahaan migas yang mengajukan kebangkrutan.

Bangkrut

Sejak awal tahun sampai 31 Juli 2020 sudah ada sebanyak 32 perusahaan minyak (exploration and production companies) di Amerika Utara yang mengajukan kebangkrutan (bankruptcy filing).

Kebangkrutan terbanyak terjadi pada kuartal II-2020 sebanyak 18 perusahaan dan di kuartal ketiga ini terdapat 9 perusahaan yang menutup bisnisnya.

Menurutnya, data tersebut menggambarkan bahwa penurunan harga minyak dunia sejak akhir kuartal I-2020 dan sebaran COVID-19 yang terus meluas pada periode yang sama, telah menjatuhkan bisnis energi dunia.

Jika ditarik ke belakang, sesungguhnya kebangkrutan perusahaan migas jauh lebih besar. Dari data Haynes And Boone diketahui, sejak kuartal I-2015 sampai kuartal III-2020 (31 Juli), terdapat sekitar 240 perusahaan yang mengajukan kebangkrutan dengan total utang sekitar US$171 miliar. Dimana dari angka tersebut, sekitar US$49 miliar merupakan akumulasi dari kebangkrutan di tahun 2020.

Mencermati perkembangan ekonomi global yang diprediksi belum bisa pulih dalam waktu dekat, sektor migas di seluruh dunia masih akan terus mengalami tekanan. Dalam situasi ini setiap perusahaan akan dituntut untuk mengatur kembali strateginya, mendorong efisiensi dan mengoptimalkan potensi pasar yang ada,” ungkap Arcandra yang kini menjabat Komisaris Utama PGN.

Ia kemudian mencontohkan aspek investasi. Dalam situasi sekarang, tentu akan banyak blok migas di seluruh dunia yang ditawarkan untuk dijual, terutama blok migas yang masih dalam tahap eksplorasi atau yang berproduksi dengan ongkos lebih mahal.

Perusahaan migas akan fokus untuk mengelola proyek yang sedang berjalan walaupun dengan margin yang tipis. Harapannya kelak harga minyak akan kembali membaik.

Untuk itu, bagi perusahaan yang akan melakukan investasi di hulu migas, tentu harus menghitung dengan cermat potensi produksi, cadangan, asumsi harga crude ke depan dan aturan fiskal dan perpajakan di negara dimana blok itu berada.

“Rencana investasi harus dilakukan dengan mengedepankan aspek teknologi dan komersial, bukan sekedar mendorong keluarnya angka-angka investasi yang fantastis,” tegasnya.