<p>Ustad Yusuf Mansur / Facebook: @UstadzYusufMansur</p>
Fintech

Inilah Profil Paytren, Usaha Yusuf Mansur yang Dicabut Izinnya oleh OJK

  • PayTren, awalnya didirikan sebagai aplikasi uang elektronik dengan tujuan untuk mempermudah transaksi pembayaran online di kalangan santri di pesantren yang dikelola oleh Yusuf Mansur.

Fintech

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru saja mencabut izin usaha PT Paytren Aset Manajemen (PAM), sebuah perusahaan yang dimiliki oleh Ustaz Yusuf Mansur. 

Pencabutan izin ini disebabkan oleh berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan tersebut terhadap peraturan di sektor pasar modal. 

Salah satu temuan OJK adalah bahwa PAM tidak memiliki kantor fisik dan pegawai. Selain itu, perusahaan ini juga gagal memenuhi ketentuan modal kerja.

Profil Paytren

PayTren, awalnya didirikan sebagai aplikasi uang elektronik dengan tujuan untuk mempermudah transaksi pembayaran online di kalangan santri di pesantren yang dikelola oleh Yusuf Mansur. 

Aplikasi ini digunakan untuk berbagai keperluan, seperti membeli pulsa, membayar tagihan listrik, hingga belanja kebutuhan sehari-hari. PayTren dioperasikan oleh PT Veritra Sentosa Internasional.

Pengguna PayTren, yang disebut sebagai mitra, terbagi menjadi dua kategori: mitra pengguna dan mitra bisnis. Menurut situs resmi PayTren, aplikasi ini menawarkan berbagai fitur pembayaran, mulai dari tagihan listrik, tagihan air PDAM, tiket pesawat, voucher game, hingga sedekah. 

PayTren bahkan berhasil menjadi salah satu dari 50 perusahaan yang mendapatkan izin penerbit uang elektronik dari Bank Indonesia.

Melihat semakin banyaknya pengguna PayTren, Yusuf Mansur berambisi untuk memperluas bisnisnya ke sektor investasi berbasis prinsip syariah. Pada tahun 2018, Yusuf Mansur meluncurkan PT Paytren Aset Manajemen (PAM) ke pasar modal syariah Indonesia, sejalan dengan rencana OJK untuk memperluas pasar modal syariah di Indonesia.

Pada awal berdirinya, PAM meluncurkan dua produk reksa dana syariah: PAM Syariah Likuid Dana Safa (RDS SAFA) yang berbasis pasar uang dan PAM Syariah Saham Dana Falah (RDS FALAH). 

Untuk menarik lebih banyak investor, PayTren kemudian meluncurkan produk reksa dana baru, yaitu PAM Syariah Campuran Dana Daqu (RDS DAQU) pada 1 Agustus 2018. 

Baca Juga: OJK Cabut Izin Usaha Tanifund, Bagaimana Nasib iGrow dan Investree?

Produk ini fokus pada instrumen saham syariah, sukuk, dan pasar uang syariah. Namun, dana kelolaan reksa dana atau AUM PayTren tetap dianggap minim. 

Oleh karena itu, OJK memutuskan untuk melikuidasi dua produk reksa dana PayTren, yaitu RDS FALAH pada 14 Februari 2020 dan RDS DAQU pada 6 Februari 2020. Setelah likuidasi, PAM hanya mengelola satu reksa dana berbasis pasar uang syariah, yaitu RDS SAFA.

Keputusan likuidasi tersebut diambil berdasarkan POJK Nomor 23 Tahun 2016 tentang Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif. 

Peraturan ini menyatakan bahwa jika dana kelolaan reksa dana kurang dari Rp 10 miliar dalam kurun waktu 120 hari, maka regulator berhak membubarkan reksa dana tersebut. 

Pencabutan Izin dari OJK

Pada awal tahun 2022, PT Paytren Aset Manajemen dihadapkan dengan gugatan sebesar Rp 98,7 triliun di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan oleh sejumlah pihak.  Gugatan ini diajukan oleh Zaini Mustofa yang menuduh perusahaan tersebut melakukan wanprestasi atau ingkar janji.

Sebelumnya, Yusuf Mansur, pendiri Paytren, juga digugat oleh 12 orang dengan tuduhan yang sama. 

Kuasa hukum Yusuf menguraikan bahwa dalam skema bisnis tersebut, investor diminta untuk menyetor dana awal sebesar Rp10 juta hingga Rp12 juta. Dana tersebut dijanjikan akan dikembalikan dalam jangka waktu 10 tahun. 

Pada April 2022, Ustad Yusuf Mansur menjadi sorotan publik setelah video curhatannya tersebar di media sosial. Dalam video tersebut, ia mengaku kesulitan mengumpulkan dana Rp1 triliun yang diperlukan untuk menyelamatkan bisnis aset manajemennya yang tengah digugat.

Langkah tegas kemudian diambil oleh OJK berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengawasan terhadap PT Paytren Aset Manajemen. Pada 8 Mei 2024, OJK mengumumkan pencabutan izin usaha perusahaan tersebut sebagai Manajer Investasi Syariah. Keputusan ini diambil setelah menemukan berbagai pelanggaran peraturan di sektor Pasar Modal oleh PT Paytren Aset Manajemen.

Dalam pernyataan resminya, OJK menyebutkan sejumlah pelanggaran yang dilakukan oleh PT Paytren Aset Manajemen, antara lain:

  1. Kantor perusahaan tidak ditemukan;
  2. Tidak memiliki pegawai untuk menjalankan fungsi-fungsi Manajer Investasi;
  3. Gagal memenuhi Perintah Tindakan Tertentu;
  4. Tidak memenuhi komposisi minimum Direksi dan Dewan Komisaris;
  5. Tidak memiliki Komisaris Independen;
  6. Tidak memenuhi persyaratan fungsi-fungsi Manajer Investasi;
  7. Tidak memenuhi kecukupan minimum Modal Kerja Bersih Disesuaikan (MKBD);
  8. Gagal menyampaikan laporan kepada OJK sejak periode pelaporan Oktober 2022.

Dengan pencabutan izin usaha tersebut, PT Paytren Aset Manajemen dilarang melakukan kegiatan sebagai Manajer Investasi maupun Manajer Investasi Syariah. Perusahaan juga diwajibkan untuk menyelesaikan seluruh kewajiban kepada nasabah terkait kegiatan usaha mereka sebagai Manajer Investasi, jika ada.

Selain itu, OJK mengharuskan PT Paytren Aset Manajemen untuk menyelesaikan seluruh kewajiban kepada OJK melalui Sistem Informasi Penerimaan OJK. Perusahaan juga diwajibkan untuk melakukan pembubaran dalam waktu paling lambat 180 hari setelah surat keputusan dikeluarkan, sesuai dengan Pasal 46 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan OJK Nomor 3/POJK.04/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal.

OJK juga menegaskan bahwa perusahaan dilarang menggunakan nama dan logo untuk tujuan dan kegiatan apapun, kecuali untuk kegiatan yang berkaitan dengan pembubaran Perseroan Terbatas.