<p>Bank Sentral Amerika Serikat The Federal Reserve (The Fed). / Pixabay</p>
Makroekonomi

Inilah Skenario yang Bisa Membuat The Fed Enggan Turunkan Suku Bunga dalam Waktu Dekat

  • Chief Economist Citibank N.A., Indonesia (Citi Indonesia) Helmi Arman menyebutkan dua faktor yang dapat membuat The Fed menahan diri untuk memangkas suku bunganya dalam waktu dekat.
Makroekonomi
Idham Nur Indrajaya

Idham Nur Indrajaya

Author

JAKARTA – Meninjau pemberitaan di berbagai media massa dalam beberapa waktu ke belakang, pasar saat ini tampak optimis bahwa bank sentral Amerika Serikat (AS) alias The Federal Reserve (The Fed) akan mulai menurunkan suku bunganya tahun ini. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa ada skenario yang dapat membuat The Fed menahan penurunan suku bunganya dalam waktu dekat.

Chief Economist Citibank N.A., Indonesia (Citi Indonesia) Helmi Arman menyebutkan dua faktor yang dapat membuat The Fed menahan diri untuk memangkas suku bunganya dalam waktu dekat. 

Dua faktor yang dapat mempengaruhi keputusan The Fed adalah inflasi dan ketenagakerjaan. Dikatakan oleh Helmi, apabila tingkat inflasi dan ketenagakerjaan masih relatif kuat, The Fed bisa jadi menunda dulu pemangkasan suku bunga. 

“Antara inflasi dan ketenagakerjaan. Kalau inflasi dan ketenagakerjaanya dalam beberapa bulan ke depan masih relatif kuat, mungkin itu bisa menjadi sesuatu yang menunda penurunan suku bunga,” papar Helmi saat ditemui seusai paparan kinerja Citi Indonesia tahun 2023 di Jakarta, Selasa, 2 April 2024. 

Sementara itu, untuk suku bunga domestik, Helmi memperkirakan Bank Indonesia (BI) tidak akan melangkah lebih dulu dari The Fed dalam pemangkasan suku bunga.

Menurut Helmi, jika BI bergerak lebih dulu, maka dolar AS akan cenderung menguat dan berdampak terhadap melemahnya rupiah. 

Untuk diketahui, indeks Pengeluaran Konsumsi Pribadi (Personal Consumption Expenditure/PCE) di Amerika Serikat mengalami kenaikan pada bulan Februari 2024, mencapai 2,5% secara tahunan (year-on-year/yoy). 

Angka ini menunjukkan kenaikan dari sebelumnya, yang tercatat sebesar 2,4% pada bulan Januari. Meskipun demikian, hasil ini telah sesuai dengan harapan pasar.

Di sisi lain, secara bulanan (month-to-month/mtm), laju inflasi PCE menunjukkan sedikit penurunan menjadi 0,3%.

Untuk inflasi PCE inti yang tidak meliputi makanan dan energi, tercatat peningkatan sebesar 2,8% pada bulan Februari lalu. Angka ini sedikit lebih rendah dari pertumbuhan pada bulan Januari, yang mencapai 2,9%. Namun demikian, hasil ini juga telah sesuai dengan prediksi pasar sebelumnya.

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan bahwa pergerakan inflasi AS pada bulan Februari lalu menunjukkan bahwa kejutan inflasi baru-baru ini merupakan penyimpangan dari tren deflasi dalam beberapa waktu ke belakang.

Bertahan Lama

Bahkan, beberapa pejabat The Fed memperingatkan bahwa siklus suku bunga tinggi bisa bertahan lebih lama dalam menghadapi inflasi yang tinggi dan pasar tenaga kerja yang masih cukup kuat. 

“Isyarat lebih lanjut mengenai hal tersebut akan dirilis pada hari Jumat ini, dengan data nonfarm payrolls (NFP) untuk bulan Maret. Angka tersebut secara konsisten melampaui ekspektasi dalam beberapa bulan terakhir, di tengah kekuatan yang terus-menerus dalam sektor tenaga  kerja AS,” papar Ibrahim dikutip dari riset hariannya, Kamis, 4 April 2024. 

Sebagai informasi, NFP adalah data tingkat ketenagakerjaan di Amerika serikat selain dari sektor pertanian, pemerintahan, rumah tangga, dan lembaga-lembaga nonprofit

Data ini memperlihatkan statistik pengangguran yang terjadi di Amerika Serikat dengan mencakup tingkat pengangguran secara umum, tingkat pengangguran jangka panjang dan tingkat pengangguran jangka pendek. 

Data NFP dirilis oleh Biro Tenaga Kerja (US Bureau of Labour Statistics/BLS) pada Jumat pertama setiap bulan, dan data ini dijadikan rujukan oleh The Fed dapat mengkalkulasi keputusan moneternya, termasuk untuk suku bunga. 

Data terbaru dari Biro Statistik Tenaga Kerja AS mengungkapkan bahwa NFP di Amerika Serikat mengalami kenaikan signifikan sebesar 275.000 pada bulan Februari. 

Angka ini melampaui perkiraan pasar yang sebelumnya memproyeksikan pertumbuhan sebesar 200.000. Meskipun demikian, terdapat catatan negatif dimana data bulan Januari direvisi dari +353.000 menjadi +229.000.

Selain itu, laporan tersebut juga mencatat bahwa Tingkat Pengangguran naik menjadi 3,9% dari 3,7% pada bulan Januari, sementara Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja tetap stabil di 62,5%. 

Meski demikian, inflasi upah, yang diukur melalui perubahan Pendapatan Rata-Rata Perjam, menunjukkan kenaikan sebesar 4,3% secara tahunan. Angka ini sedikit di bawah ekspektasi pasar dan angka yang tercatat pada bulan Januari sebesar 4,4%.

Data NFP tersebut mengindikasikan bahwa tingkat ketenagakerjaan di negeri Paman Sam masih relatif kuat sehingga penilaian pejabat The Fed bahwa suku bunga tinggi masih harus dipertahankan dalam jangka waktu dekat pun menjadi semakin niscaya. 

Baca Juga: Meski Suku Bunga Bank Sentral Tinggi, SBN Tanah Air Masih Miliki Potensi

Dalam pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) yang dilaksanakan pada akhir Maret, The Fed menahan suku bunga di posisi 5,25%-5,5%. 

Meninjau survei yang termuat dalam data CME FedWatchTool yang diakses Rabu, 3 April 2024 pukul 11.30 WIB, tercatat bahwa 98,2% pelaku pasar memperkirakan The Fed masih akan menahan suku bunga di level yang sama pada pertemuan FOMC berikutnya. 

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, memperkirakan bahwa The Fed akan mulai menurunkan suku bunga acuan pada paruh kedua tahun ini. Mahendra bahkan menyatakan bahwa The Fed kemungkinan akan menurunkan suku bunga hingga tiga kali.

"Tampaknya kesepakatan penurunan itu akan terjadi tiga kali di tahun 2024 ini," ujarnya dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB), dikutip Kamis, 4 April 2024.

Mahendra juga menilai bahwa kebijakan The Fed tersebut tidak akan mengguncang pasar karena para pelaku pasar sudah memiliki prediksi tersendiri dan melakukan antisipasi.