<p>Deretan mobil yang akan di ekspor di Site PT Indonesia Kendaraan Terminal, Sindang Laut, Kali Baru, Cilincing, Jakarta Utara. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

Insentif Properti dan Otomotif (Serial 1): Bansos untuk Si Tajir Agar Kredit Bank Tak Makin Terkilir

  • Pemerintah memberikan banyak stimulus untuk masyarakat kelas menengah dan atas terutama pada pembelian rumah dan mobil. Simak liputan khusus dalam serial “Insentif Properti dan Otomotif”

Industri

Ananda Astri Dianka

JAKARTA – Setelah pemerintah menggelontorkan Rp123,51 triliun atau sekitar 97,09% dari total pagu bantuan sosial (bansos) 2020 sebesar Rp127,20 triliun untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Pada awal tahun ini giliran masyarakat menengah ke atas yang akhirnya ikut merasakan ‘bansos’.

Bukan tanpa alasan, pasalnya bansos yang diberikan tahun lalu untuk masyarakat berpenghasilan rendah memiliki daya ungkit konsumsi yang tidak signifikan. Buktinya, produk domestik bruto (PDB) secara tahunan masih terkontraksi 2,19% pada kuartal IV-2020.

Posisi itu memang membaik dibandingkan dengan kuartal III-2020 yang minus 3,49% dan kuartal II-2020 negatif 5,32%. Namun, tetap saja perekonomian nasional masih berada di zona negatif selama tiga kuartal berturut-turut.

Untuk kembali menggenjot laju perekonomian, pemerintah menyasar pada kelompok masyarakat menengah dan atas yang menguasai sekitar 60% dari total penduduk Indonesia.

Hal ini diamini oleh ekonom Bank Permata, Josua Pardede. Menurutnya, insentif tersebut memberikan harapan untuk permintaan kredit kembali menggeliat tahun ini.

“Langkah ini tepat untuk menggerakkan konsumsi masyarakat menengah dan atas yang selama ini masih menahan diri,” kata Josua kepada TrenAsia.com beberapa waktu lalu.

Lantas, apa saja kucuran insentif yang sudah pemerintah berikan?

1. DP Hingga 0%
Suasana showroom penjualan mobil bekas di WTC Mangga Dua, Jakarta, Rabu, 23 September 2020. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia

Bulan lalu, Bank Indonesia (BI) kembali memangkas suku bunga acuan ke level 3,5%. Angka ini merupakan yang terendah sepanjang sejarah.

Tak hanya memaksimalkan ruang pelonggaran suku bunga, BI juga memberikan pelonggaran berbagai jenis kredit. Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Februari 2021, BI menyepakati pembebasan uang muka atau down payment (DP) hingga 0% untuk pembelian properti dan kendaraan bermotor.

Ketentuan uang muka 0% hanya berlaku pada bank dengan rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) dan rasio pembiayaan bermasalah (non performing financing/NPF) di bawah 5%. Sementara, bank dengan rasio NPL di atas 5% tetap turun tetapi tidak sampai 0%.

2. LTV/FTV Hingga 100%

Selain menyasar sektor otomotif, BI juga merelaksasi rasio Loan to Value/Finance to Value (LTV/FTV) juga dapat dimaksimalkan hingga 100%. Stimulus untuk sektor properti ini berlaku untuk berbagai jenis seperti rumah tapak, apartemen, maupun rumah toko/rumah kantor.

Kebijakan baru inipun berlaku untuk bank yang memiliki rasio NPL di bawah 5%. Apabila syarat tersebut telah dipenuhi, maka konsumen dapat mengajukan kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit kendaraan dengan DP 0%. Khusus rumah yakni tipe < 21, tipe 21-70, dan tipe 70 ke atas.

Sementara untuk bank yang memiliki rasio NPL di atas 5%, pembiayaan LTV/FTV yang dapat diberikan adalah maksimal 95% untuk tipe rumah 21-70 dan 70 ke atas. Kebijakan baru ini mulai berlaku pada 1 Maret hingga 31 Desember 2021.

3. Pembebasan PPN

Selain itu, kebijakan insentif sektor properti berupa diskon pajak melalui fasilitas PPN Ditanggung Pemerintah (DTP), diberikan untuk penjualan rumah tapak atau unit hunian rumah susun selama enam bulan, terhitung mulai Maret 2021.

Pemberian fasilitas PPN DTP sebesar 100% diberikan bagi penjualan rumah tapak atau unit hunian rumah susun dengan nilai jual sampai dengan Rp2 miliar dan PPN DTP sebesar 50% bagi yang memiliki nilai jual di atas Rp2 miliar sampai dengan Rp5 miliar.

4. Relakasasi PPnBM

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan meluncurkan kebijakan diskon pajak untuk kendaraan bermotor. Aturan ini mengatur kebijakan insentif penurunan tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) untuk kendaraan bermotor segmen sampai dengan 1.500 cc kategori sedan dan 4×2, serta memiliki local purchase minimal sebesar 70%.

Besarnya PPnBM Kendaraan Bermotor ditanggung oleh pemerintah diberikan secara bertahap yaitu 100% untuk Masa Pajak Maret – Mei 2021, sebesar 50% untuk Masa Pajak Juni – Agustus 2021, dan 25% untuk Masa Pajak September – Desember 2021.

5. Insentif Sektor Perumahan

Empat kebijakan di atas melengkapi stimulus yang sudah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) laksanakan di sektor perumahan, yakni Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebesar Rp16,66 triliun untuk 157.500 unit.

Kemudian, Subsidi Selisih Bunga (SSB) sebesar Rp5,96 triliun, Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) Rp630 miliar untuk 157.500 unit, dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) sebesar Rp8,7 miliar.

Untuk masyarakat berpenghasilan rendah, selain empat program tersebut, juga sudah dibebaskan PPN dan ditambahkan Rp4 juta tunai bantuan uang muka. Sehingga secara keseluruhan, capaian program untuk tahun 2020 berjumlah 200.972 unit dengan nilai fasilitas bebas PPN yang diberikan pemerintah sebesar Rp2,92 triliun.

Mesin Penggerak Ekonomi
Suasana perumahan cluster di kawasan Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu, 2 Januari 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia

Kucuran insentif untuk sektor otomotif dan properti di atas memang bertujuan untuk menggerakkan konsumsi masyarakat menengah ke atas. Sebab, masyarakat kelas menengah dan atas memang menjadi kelompok yang paling menahan konsumsi selama pandemi.

Jadi, pemerintah sengaja meramu regulasi yang mendorong kedua kelompok ini untuk belanja terutama untuk membeli properti dan kendaraan bermotor.

Dengan stimulus ini, Josua berharap masyarakat terutama generasi milenial akan tergerak untuk mengambil momentum saat ini sehingga mengungkit penyaluran kredit.

“Masyarakat menengah dan atas ini kan punya uang tapi takut belanja, buktinya dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 11,11 persen tahun lalu,” tambah Josua.

Artinya, jika kebijakan ini mampu menggerakkan belanja masyarakat, maka konsumsi rumah tangga yang berkontribusi sekitar 55% dari PDB akan terungkit. Secara struktur, konsumsi rumah tangga terdiri atas 40% kelompok bawah, 40% menengah, dan 20% masyarakat berpenghasilan tinggi.

“Tapi perlu diingat, kontribusi masyarakat menengah dan atas menyumbang 80 persen dari total konsumsi rumah tangga nasional,” kata dia.

Orang Berduit Tak Mau Belanja, DPK Perbankan Gendut
Karyawati menunjukkan mata uang Dolar Amerika dan Rupiah di salah satu teller bank, di Jakarta, Rabu, 3 Maret 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia

Menyoal fenomena masyarakat kelas menengah dan atas yang ‘puasa’ belanja, hal ini didukung pula oleh data perbankan. Tahun lalu, industri perbankan memotret penurunan penyaluran kredit serta menggembungnya DPK. Fenomena tersebut tak lain tak bukan akibat resesi ekonomi saat pandemi COVID-19.

Akan tetapi, BI mencatat ada perubahan angka kontraksi kredit dan penghimpunan DPK pada awal tahun kerbau logam ini. Pada Januari 2021, penghimpunan DPK tercatat Rp6.355,7 triliun, tumbuh 11,1% year on year (yoy).

Kedati masih dua digit, sejatinya DPK sudah mencatatkan pelambatan dibandingkan dengan Desember 2020 yang sebesar 11,3% atau senilai Rp6.665,3 triliun. Berkurangnya DPK tersebut tersulut oleh pelambatan deposito rupiah dari segmen nasabah perorangan.

Ekonomi Resesi, Penyaluran Kredit Gigit Jari
Nasabah mencari informasi mengenai kredit pemilikan rumah (KPR) di kantor pusat Menara BTN, Gajahmada, Jakarta, Selasa, 16 Februari 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia

Dari sisi perkembangan kredit, BI melaporkan penyaluran oleh perbankan di awal tahun mencapai Rp5.399,1 triliun. Penyaluran tersebut masih minus 2,1% yoy, namun sudah membaik ketimbang bulan sebelumnya yang terkontraksi 2,7% yoy.

Perbaikan kinerja kredit perbankan disebabkan oleh perbaikan kredit kepada debitur korporasi dan perorangan. Kredit korporasi membaik dari -5,1% yoy menjadi -4,1% yoy. Sementara, debitur perorangan meningkat dari 0,5% yoy menjadi 0,6% pada awal 2021.

Lalu segmen apa saja yang menopang kinerja tersebut?

Melansir laporan BI, Selasa, 23 Februari 2021, perbaikan penyaluran kredit ditopang oleh sektor properti. Pada Januari 2021, kredit sektor properti tumbuh menjadi 4,5% dari sebelumnya 3,6% pada akhir tahun lalu.

Geliat kredit terjadi pada semua subsekor properti yakni KPR atau kredit pemilikan apartemen (KPA), konstruksi, dan real estate.

Rinciannya, kredit KPR/KPA meningkat dari 3,4% menjadi 3,6%. Utamanya terdorong oleh peningkatan kredit KPR pada tipe rumah 22 sampai 70 di wilayah Banten dan Jawa Barat.

Sementara kredit real estate meningkat 2,1% menjadi 3,2% dan konstruksi juga tumbuh dari 4,5% menjadi 6,5%.

SBDK Perbankan
Nasabah mengganti kartu debit ATM dengan chip menggunakan Customer Service Machine (CSM) di kantor cabang Bank Mandiri Edu-Branch, Pondok Indah Mall 1, Jakarta, Kamis, 18 Februari 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia

Untuk melengkapi paket insnetif dari pemerintah, industri perbankan ramai-ramai memangkas suku bunga dasar kredit (SBDK). Langkah ini menyusul penurunan suku bunga dasar bank sentral serta upaya mendukung pemulihan ekonomi melalui penyaluran kredit.

Melansir data dari anggaota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) yakni PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, berikut adalah SBDK terbaru dari berbagai segmentasi kredit:

  1. Bank BTN

SBDK KPR tercatat turun hingga 270 bps dari 9,95% pada Desember 2020 menjadi 7,25% pada Februari 2021. Sementara, SBDK non-KPR turun sebesar 250 bps dari 11,25% pada Desember 2020 menjadi 8,75% pada Februari 2021.

Di kredit korporasi, SBDK turun sebesar 190 bps dari 9,9% pada Desember 2020 menjadi 8% pada Februari 2021. Di segmen kredit ritel, BBTN menggunting bunga sebesar 165 bps dari 9,9% pada Desember 2020 menjadi 8,25% pada Februari 2021.

  • Bank Mandiri

SBDK terbaru ini berlaku efektif per 28 Februari 2021. Rinciannya, SBDK untuk segmen korporasi menjadi 8,00%. Sementara, segmen ritel menjadi 8,25% dan mikro menjadi 11,25%. Sedangkan, SBDK segmen konsumer untuk KPR turun menjadi 7,25% dan konsumer non-KPR menjadi 8,75%.

  • Bank BNI

Berdasarkan segmentasinya, penurunan SBDK pada kredit konsumer non-KPR menjadi 8,75% dari semula 11,7%. Sementara SBDK KPR turun 2,65% menjadi 7,25% dari sebelumnya 10%. Sedangkan kredit korporasi turun  8% dari 9,8%. Terakhir, kredit ritel turun menjadi 8,25% dari semula 9,8%.

  • Bank BRI

Berdasarkan segmentasinya, penurunan SBDK terbesar jatuh pada kredit konsumer non-KPR yakni 3,2%. Sehingga, SBDK non-KPR menjadi 8,75% dari semula 12%. Sementara SBDK KPR turun 2,65% menjadi 7,25% dari sebelumnya 9,90%. Untuk segmen mikro turun 2,5% menjadi 14% dari 16,50%.

Sedangkan kredit korporasi turun 1,95% menjadi 8% dari 9,95%. Terakhir, kredit ritel turun 1,5% menjadi 8,25% dari semula 9,75%.

Dampak Guyuran Insentif
Karyawan melayani calon pembeli di Dealer Mobil Tunas Daihatsu, Tebet, Jakarta, Rabu 17 Juni 2020. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia

Dalam kesempatan berbeda, Asisten Gubernur sekaligus Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Juda Agung memperkirakan ketentuan DP kendaraan bermotor hingga 0% dan LTV/FTV kredit properti hingga 100% bakal mendorong 0,5% pertumbuhan kredit tahun ini.

“Proyeksinya sekitar 0,5 persen untuk meningkatkan penyaluran kredit nasional,” kata Juda.

Taksiran tipis dari bank sentral tampak senada dengan semua direktur bank himbara. Perbankan satu suara meski SBDK sudah turun, hal tersebut bukan menjadi satu-satunya variabel pendorong kredit.

“Berdasarkan analisis ekonometrika, variabel paling sensitif alias yang memiliki elastisitas tertinggi terhadap permintaan kredit adalah peningkatan konsumsi rumah tangga,” ungkap Sunarso, Direktur Utama Bank BRI.

Kendati begitu, pelaku industri otomotif bahkan telah merasakan dampak positif kebijakan pemerintah di atas. Bussiness Innovation and Sales & Marketing Director PT Honda Prospect Motor Yusak Billy menilai, dampak diumumkannya kebijakan PPnBM untuk kendaraan langsung dirasakan pelaku industri.

Misalnya, pada bulan Maret 2021 terjadi peningkatan permintaan hingga 50% dibandingkan dengan periode yang sama bulan lalu. Honda sendiri menargetkan mampu mempertahankan market share sebesar 14%.

Setali tiga uang, Vice President Toyota Astra Motor, Henry Tanoto mengatakan bahwa kebijakan ini tentunya membuat para pelaku industri sangat percaya diri untuk menaikkan penjualan dari model-model yang mendapatkan insentif.

Menurutnya, setelah diumumkannya kebijakan relaksasi PPnBM oleh pemerintah, pihaknya melihat respons positif dari masyarakat. Jumlah permintaan pada jenis-jenis mobil yang mendapat insentif pajak itu pun melonjak.

“Tentunya kami akan mendukung dan berupaya berkontribusi pada target pemerintah untuk peningkatan penjualan hingga 82.000 unit,” ujarnya, dikutip dari laman Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Sabtu 6 Maret 2021.

“Tentunya kami akan mendukung dan berupaya berkontribusi pada target pemerintah untuk peningkatan penjualan hingga 82 ribu unit,” ujarnya, dikutip dari laman Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Sabtu 6 Maret 2021. Jadi, insentif mana yang sudah Anda gunakan? (SKO)

Artikel ini merupakan serial laporan khusus investigasi yang akan bersambung terbit berikutnya berjudul “Insentif Properti dan Otomotif.”