<p>Assistant Vice President Kota Podomoro Zaldy Wihardja (kiri) berdiskusi dengan calon pembeli Kota Podomoro Tenjo saat meninjau lokasi Rumah Contoh Kota Podomoro Tenjo yang berada di kawasan Central Park Podomoro City, Jakarta Barat, Senin, 7 Desember 2020. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Korporasi

Insentif Properti dan Otomotif (Serial 2): Napas Buatan untuk Industri Properti yang Megap-Megap Terpukul Pandemi

  • Pemerintah memberikan banyak stimulus untuk masyarakat kelas menengah dan atas terutama pada pembelian rumah dan mobil. Simak liputan khusus dalam serial “Insentif Properti dan Otomotif”

Korporasi
Reza Pahlevi

Reza Pahlevi

Author

JAKARTA – Sektor properti Indonesia luluh lantak di tahun pandemi. Hal ini tercermin dari Survei Harga Properti Residensial kuartal IV-2020 yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI). Tercatat, pertumbuhan penjualan rumah di Indonesia masih terkontraksi 20,59% dari tahun ke tahun (year-on-year/yoy) pada kuartal IV-2020.

BI menyebut ini terjadi akibat adanya pandemi COVID-19 yang melanda dunia, termasuk Indonesia sepanjang 2020. Selain itu, suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) yang masih cenderung tinggi juga menjadi alasan.

Akibat rendahnya permintaan ini, harga properti pun tumbuh terbatas. Hal ini tercermin dari kenaikan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) triwulan IV-2020 sebesar 1,43% yoy, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 1,51% yoy.

Bagi-bagi insentif demi gairahkan industri

Melihat ini, otoritas moneter pun memberikan sejumlah insentif untuk sektor properti. Pertama, BI memangkas suku bunga acuannya menjadi 3,5%, suku bunga acuan terendah sepanjang masa. Kedua, BI juga memberikan kelonggaran uang muka kredit (down payment/DP) rumah hingga 100%.

Terakhir, BI menghapus ketentuan pencairan bertahap properti inden untuk mendorong pertumbuhan kredit di sektor properti. Untuk dua kebijakan terakhir tersebut, BI memberikan masa berlaku mulai Maret hingga Desember 2021.

Tak berhenti di situ, pemerintah menambah lagi insentif dalam bentuk diskon pajak pertambahan nilai (PPN) untuk pembelian rumah hingga 100%. Diskon ini berlaku untuk rumah dengan harga di bawah Rp2 miliar. Sementara untuk rumah Rp2 miliar-Rp5 miliar mendapat diskon PPN sebesar 50%.

Menteri Koordinator Perekonomian (Menko Ekonomi Airlangga Hartarto menyebut kebijakan ini diambil berdasarkan kontribusi sektor properti berupa real estate dan konstruksi terhadap produk domestik bruto (PDB) selama 20 tahun terakhir terus meningkat, dari 7,8% pada 2000 menjadi 13,6% di 2020.

“Pekerja di sektor properti juga terus meningkat sejak tahun 2000 sampai dengan 2016 dan sedikit melandai hingga 9,1 juta di 2019, namun turun menjadi 8,5 juta di 2020. Ini yang menjadi pertimbangan pemerintah,” tambah Airlangga.

Tahun lalu, pertumbuhan sektor properti mengalami kontraksi -2,0%. Bahkan sektor konstruksi turun lebih dalam -3,3%.

Perlu diketahui, sektor properti turut berdampak pada sektor konstruksi, yang berkaitan dengan setidaknya 174 industri terkait seperti baja, semen, cat, mebel, alat rumah tangga, dan lain-lain. Selain itu, terdapat juga 350 jenis industri kecil terkait seperti furnitur, kasur, alat dapur, dan lainnya.

Disambut Setengah Hati
Warga berkativitas di perumahan bersubsidi kawasan Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang, Banten, Jum’at, 23 Oktober 2020. Foto:Panji Asmoro/TrenAsia

Pengamat properti dari Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda mengatakan pihaknya mengapresiasi kebijakan penghapusan PPN untuk pembelian properti. Namun, dirinya merasa kebijakan ini hanya menguntungkan pengembang yang memiliki banyak rumah ready stock.

Perlu diketahui, pemberian diskon PPN hanya untuk rumah dalam keadaan baru dan siap huni. Lalu, rumah tapak dan rumah susun harus diserahkan secara fisik pada periode pemberian insentif. Terakhir, pajak hanya berlaku untuk 1 unit rumah bagi 1 orang dan tidak boleh dijual kembali dalam jangka waktu 1 tahun.

Selain itu, masa berlaku diskon yang mulai Maret-Agustus 2021 juga dinilai Ali memberatkan pengembang. Maksudnya, jika unit terjual Maret, pengembang bisa segera menyelesaikan di Agustus. Namun, jika penjualan terjadi di bulan Mei atau setelahnya, periode membangun properti akan menyempit dan menyulitkan pengembang.

Hal yang dicemaskan IPW ini dirasakan oleh emiten properti kakap PT Ciputra Development Tbk (CTRA). Direktur Ciputra Development Harun Hajadi mengaku untuk kebijakan diskon PPN belum terlalu dirasakan Ciputra saat ini. “Enggak terlalu banyak (rumah ready stock), karena kita ‘kan banyak pre-sale,” ujar Harun.

Lain Ciputra, lain pula PT Summarecon Agung Tbk (SMRA). Sekretaris Perusahaan Summarecon Agung, Jemmy Kusnadi menyebut diskon PPN ini membantu mereka untuk tidak perlu keluar uang banyak untuk memasarkan produk mereka.

“Jadi, kalau kita tanya-tanya (tim) marketing, permintaan untuk yang ready inventory ada beberapa sih sudah mulai tanya. Sepertinya mereka sudah dengar ya, ada insentif dari pemerintah,” ujar Jemmy.

Saat ini, Jemmy mengaku SMRA memiliki properti residensial ready stock senilai lebih kurang Rp2 triliun. Rinciannya, Rp1,2 triliun adalah untuk rumah tapak dan Rp700 miliar untuk apartemen.

Di sisi lain, Jemmy mengaku belum perlu menerapkan kebijakan DP 0% untuk pembelian rumah. SMRA masih mewajibkan DP minimal 10%. “Minimal sebagai pegangan kita apakah orang ini niat membeli rumah,” jelasnya.

Untuk Ciputra, Harun menyerahkan persoalan DP 0% kepada bank-bank pemberi KPR. “Karena walaupun DP 0 persen memungkinkan, akan tetapi jika bank pemberi KPR merasa itu terlalu berisiko, transaksi juga tidak terjadi,” katanya.

Suasana bangunan apartemen di kawasan Jakarta Pusat. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia

Ketua Asosiasi Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah melihat dampak insentif PPN akan paling dirasakan oleh pengembang menengah terkait beban operasional dan tanggung jawab terhadap pihak ketiga di antaranya pengembalian pokok dan bunga perbankan.

“Pada prinsipnya untuk pengembang pada saat ini harapannya hanya bertahan menghadapi kondisi saat ini,” tambah Junaidi.

Ke depannya, Junaidi berharap insentif PPN perumahan ini bisa dikawinkan dengan pengurangan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.

“Harapannya kepada pemerintah untuk pengembang diberikan relaksasi terkait suku bunga dan pengembalian pokok, dalam rangka pemulihan kesehatan para pengembang,” tutupnya. (SKO)

Artikel ini merupakan serial laporan khusus investigasi yang akan bersambung terbit berikutnya berjudul “Insentif Properti dan Otomotif.”

  1. Insentif Properti dan Otomotif (Serial 1): Bansos untuk Si Tajir Agar Kredit Bank Tak Makin Terkilir