<p>Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia </p>
Industri

Insentif Properti dan Otomotif (Serial 4): Akhirnya, Sri Mulyani Bongkar Alasannya

  • Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah telah mengalokasikan dana bantuan sebesar Rp33,1 triliun untuk menghidupkan kembali geliat ekonomi sektor properti. Dana tersebut dikucurkan Kemenkeu dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Industri
Muhamad Arfan Septiawan

Muhamad Arfan Septiawan

Author

JAKARTA – Sektor properti kembali diguyur insentif oleh Kementerian Keuangan sebagai sektor prioritas pemulihan ekonomi pada tahun 2021. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah telah mengalokasikan dana bantuan sebesar Rp33,1 triliun untuk menghidupkan kembali geliat ekonomi sektor properti. Dana tersebut dikucurkan Kemenkeu dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Skema ini dikucurkan melalui Bantuan Perumahan Bebasis Tabungan (BP2BT). Bantuan ini nantinya bakal diserap untuk stimulasi perumahan swadaya, pembangunan rumah susun, pembangunan rumah khusus, pembangunan rumah susun sederhana, dan rumah umum. Bantuan juga diberikan dalam bentuk subsidi uang muka sebesar Rp4 juta, subsidi selisih bunga bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah (MBR).

“APBN juga menggunakan instrumen transfer ke daerah dalam bentuk DAK Fisik untuk pembangunan rumah secara swadaya. APBN juga memberikan dana bergulir fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan,” ungkap Menkeu dalam BTN Market Outlook 2021, Selasa, 9 Maret 2021. 

Banjir Insentif

Sektor properti menjadi perhatian pemerintah untuk menggenjot kembali pertumbuhan ekonomi. Sebelumnya, Kemenkeu telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 21/PMK/010/2021 yang memuat insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Bagi rumah dengan harga di bawah Rp2 miliar, PPN akan ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah. Sementara itu, rumah dengan harga hingga Rp5 miliar diberikan kelonggaran untuk membayar pajak 50% saja. Relaksasi ini mulai berlaku dari Maret hingga Agustus 2021

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) telah memantik penjualan sektor properti dengan menurunkan suku bunga acuan menjadi 3,5%. Kebijakan mencatatkan sejarah karena menjadi suku bunga acuan terendah sepanjang masa.

Sektor properti pun kembali diguyur insentif lewat kebijakan uang muka kredit (down payment/DP) rumah yang dipangkas hingga 100%. BI menghapus ketentuan pencairan bertahap properti inden untuk mendorong pertumbuhan kredit di sektor properti. kebijakan dari otoritas moneter tersebut, BI memberikan masa berlaku mulai Maret hingga Desember 2021.

Mengejar Penerimaan Negara
Warga berkativitas di perumahan bersubsidi kawasan Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang, Banten, Jum’at, 23 Oktober 2020. Foto:Panji Asmoro/TrenAsia

Penerimaan negara dari sektor properti rupanya teus mengalami kenaikan setiap tahunnya. Selama dua dekade terakhir, kontribusi sektor properti terus merangkak naik dari 7,8% pada tahun 2000 menjadi 13,6% tahun 2020.

“Pekerja di sektor properti juga terus meningkat sejak tahun 2000 sampai dengan 2016 dan sedikit melandai hingga 9,1 juta di 2019, namun turun menjadi 8,5 juta di 2020. Ini yang menjadi pertimbangan pemerintah,” Ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartato.

Kendati demikian, Indonesia masih selangkah lebih lambat jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Pasalnya, kontribusi sektor properti terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) di beberapa negara telah menyentuh angka lebih dari 20%.

Negara tersebut antara lain Singapura dengan penerimaan sebesar 23,34%, Filipina sebesar 21,09%, dan Malaysia dengan 20,53%. Indonesia hanya mengungguli Thailand yang sektor propertinya hanya berkontribusi 8,30% terhadap PDB.

Beda Strategi Genjot Konsumsi Tahun 2020 dan 2021
Suasana perumahan cluster di kawasan Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu, 2 Januari 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia

Gencarnya langkah pemerintah mendorong percepatan sektor properti menjadi langkah baru pada 2021 ini dalam menggerakkan konsumsi. Pasalnya, pada tahun lalu, pemerintah menggantungkan harapan kenaikan konsumsi kepada Bantuan Sosial (Bansos).

Salah satu Bansos yang menjadi tumpuan kenaikan konsumsi ialah Bansos Rp600.000 bagi pegawai dengan gaji di bawah Rp5 juta yang dimulai pada September hingga Desember 2020 silam. Bansos ini menyasar 13 juta masyarakat dan berharap dapat menggunakan dana tersebut untuk mempercepat roda perekonomian di level mikro.

Kendati demikian, program bantuan dengan pagu anggaran mencapai Rp31,2 triliun ini nyatanya tidak dapat menyelamatkan Indonesia dari jerat resesi. Meski terdapat perbaikan, ekonomi Indonesia masih minus 0,9% pada kuartal IV-2020.

Beranjak ke tahun 2021, pemerintah pun memasang sektor properti jadi andalan menggenjot konsumsi. Setelah diguyur berbagai insentif, geliat sektor ekonomi pun mulai terasa kembali.

PT Sinar Mas Land (SML) misalnya, emiten properti ini meraup Rp210 miliar dalam kurun dua hari, tidak lama setelah insentif PPN resmi diterapkan. Dari transaksi tersebut, sebanyak 107 unit rumah berhasil terjual.

Managing Director Sinar Mas Land Alim Gunadi menjelaskan, insentif pemerintah di sektor properti dirasakannya berhaisil mengerek penjualan unit hunian. Adapun 107 unit yang terjual berasal dari sejumlah klaster seperti Aure, Amata, Savia Park, dan Visana yang terdapat di BSD City. Lalu, klaster Nebraska di Kota Wisata (Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat) dan Da Vinci di Legenda Wisata (Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat).

“Kami mengucapkan terima kasih kepada masyarakat yang mempercayakan pembelian rumah, apartemen, ruko, kios, dan kavling milik Sinar Mas Land,” ujar Alim Gunadi dalam keterangan pers, Selasa, 9 Maret 2021. (SKO)

Artikel ini merupakan serial laporan khusus investigasi yang akan bersambung terbit berikutnya berjudul “Insentif Properti dan Otomotif.”

  1. Insentif Properti dan Otomotif (Serial 1): Bansos untuk Si Tajir Agar Kredit Bank Tak Makin Terkilir
  2. Insentif Properti dan Otomotif (Serial 2): Napas Buatan untuk Industri Properti yang Megap-Megap Terpukul Pandemi
  3. Insentif Properti dan Otomotif (Serial 3): Jauh Panggang dari Api