Ilustrasi limbah baterai kendaraan listrik.
Nasional

Intaian Bahaya Limbah Kendaraan Listrik

  • Di balik upaya mendorong kendaraan yang diklaim lebih ramah lingkungan, ada potensi bahaya tersendiri dari limbah kendaraan listrik.
Nasional
Chrisna Chanis Cara

Chrisna Chanis Cara

Author

JAKARTA—Pemerintah baru saja menetapkan sejumlah insentif fiskal untuk mendorong pengembangan ekosistem kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB). Insentif itu berupa tax holiday, pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas bahan baku pembuatan baterai dan impor peralatan pabrik, bea masuk 0% hingga kucuran Rp7 triliun untuk insentif pembelian kendaraan listrik. 

Di balik upaya mendorong kendaraan yang diklaim lebih ramah lingkungan, ada potensi bahaya tersendiri dari limbah kendaraan listrik. Hal ini pernah diungkap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). KLHK menyebut ada sejumlah persoalan limbah dari program kendaraan listrik.

Pertama yakni potensi limbah yang berasal dari sumber listriknya. Emisi bakal tetap ada jika pembangkit listrik untuk mengecas baterai masih menggunakan bahan bakar fosil seperti batu bara. Kedua, produksi baterai kendaraan listrik menggunakan logam-logam dan mineral hasil tambang yang berpotensi menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan. 

Ketiga, daur ulang baterai kendaraan listrik berpotensi menghasilkan air limbah, limbah B3 dan emisi. Kasubdit Pengendalian Pencemaran Udara KLHK, Ratna Kartikasari, mengatakan baterai lithium pada mobil listrik umumnya terdiri dari casing, anoda, katoda, separator, elektrolit, dan komponen lain. “Baterai lithium mengandung logam berat yang dapat mengakibatkan risiko lingkungan dan senyawa organik. Ini memiliki efek buruk pada kesehatan hewan dan manusia,” ujar Ratna, dikutip dari siej.or.id, Selasa 21 Maret 2023.

Life Cycle Sebagai Solusi

Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Joni Hermana mengatakan perpindahan kendaraan berbasis BBM ke listrik kurang tepat jika tujuannnya adalah menekan emisi karbon. “Yang jadi persoalan, emisinya tidak berkurang. Justru timbul limbah baterai,” ujarnya.

Merujuk sejumlah sumber, baterai kendaraan listrik memiliki masa hidup rata-rata 10 tahun. Limbahnya tidak bisa langsung dibuang sehingga berbahaya bagi manusia. Pemerintah perlu memikirkan cara mengelola limbah baterai menggunakan konsep Life Cycle Assessment (LCA). Kasus tidak tertanganinya limbah baterai rumah tangga menjadi salah satu indikator berbahayanya limbah baterai kendaraan listrik jika tidak ada sistem daur ulang. 

Di peta jalan percepatan kendaraan listrik nasional, PT Nasional Hijau Lestari (NHL) ditunjuk sebagai pihak yang melakukan daur ulang limbah baterai. Proses daur ulang baterai kendaraan listrik akan mengambil kembali logam-logam berharga seperti kobalt, aluminium, mangan, dan litium.

Pemerintah menargetkan angka produksi baterai kendaraan listrik dapat mencapai 600.000 unit untuk mobil dan 2,45 juta unit untuk sepeda motor pada tahun 2030. Target produksi baterai itu untuk mengimbangi jumlah kendaraan listrik sembilan tahun mendatang yang diproyeksi mencapai 2 juta unit mobil dan 13 juta unit sepeda motor.