Pemandangan lokasi penambangan nikel Vale di Sorowako, provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia (Reuters/Ajeng Dinar Ulfiana)
Korporasi

Intip Peluang Investasi Saham MBMA dan NCKL di Tengah Rencana Rights Issue

  • PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) dan PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) yang bergerak di bidang pertambangan nikel akan bersama-sama menggalang dana segar melalui penerbitan saham dengan skema rights issue.

Korporasi

Alvin Pasza Bagaskara

JAKARTA - PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) dan PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) yang bergerak di bidang pertambangan nikel  menggalang dana segar melalui penerbitan saham dengan skema rights issue.

Rights issue adalah mekanisme perusahaan untuk menggalang dana tambahan dari pemegang sahamnya dengan menawarkan saham baru. Harita Nickel atau NCKL telah merampungkan tahap due diligence untuk 3 calon investor baru yang akan menyerap saham baru yang akan dikeluarkan. 

Pada paparan publik terakhir, Direktur Utama Harita Nickel Roy Arman Arfandy mengungkapkan bahwa tiga calon investor strategis telah menyelesaikan proses evaluasi mendalam dan saat ini sedang melakukan pembicaraan mengenai syarat dan permintaan mereka sebagai calon pemegang saham NCKL. 

NCKL akan menerbitkan saham antara 10% hingga maksimal 30% dari jumlah saham yang telah ditempatkan dan disetor saat ini, yaitu sebanyak 18,92 miliar saham dengan nilai nominal Rp100 per saham. 

Roy menjelaskan bahwa dana dari rights issue akan dialokasikan untuk proyek ekspansi guna meningkatkan kapasitas produksi serta memperpanjang sumber daya nikel organik guna mendukung operasional jangka panjang.

Senada, emiten besutan Garibaldi 'Boy' Thohir, MBMA, juga berencana menerbitkan saham baru dengan skema rights issue. Rencana ini untuk mendukung kebutuhan likuiditas umum, belanja modal, modal kerja, serta pertumbuhan dan/atau pengembangan usaha perseroan, anak usaha, dan entitas asosiasi, baik yang sudah ada saat ini maupun yang akan datang. 

Termasuk namun tidak terbatas pada pembelian saham dan/atau aset, serta penyertaan saham pada satu atau lebih perusahaan dan metode transaksi lain yang sesu Mengutip prospektus, MBMA akan menerbitkan saham maksimal 10.799.541.990 atau (10,79 miliar) lembar saham. Saham yang akan diterbitkan adalah maksimal 10% dengan nilai nominal saham tersebut adalah sebesar Rp100 per saham. 

Rekomendasi Saham

Rencana ekspansi kedua emiten ini mendapat respons positif dari pasar dengan kenaikan harga saham secara year to date. Saham NCKL saat ini berada di level Rp1.010 per saham, naik tipis sebesar 1% year to date, dengan kapitalisasi pasar sebesar Rp63,73 triliun.

Sementara itu, saham MBMA naik 12,50% secara year to date dan berada di level Rp630 per saham, dengan kapitalisasi pasar tercatat sebesar Rp68,04 triliun. Analis Ciptadana Sekuritas Thomas Radityo dalam risetnya menyematkan rating buy saham MBMA dengan target harga Rp820 per saham. 

Dari sisi kinerja fundamental, Thomas memproyeksikan  pendapatan bersih dan pendapatan MBMA akan tumbuh dengan kuat dalam beberapa tahun mendatang, dengan CAGR sebesar 73,1% dan 23,5%, dari US$80,8 juta dan US$2,6 miliar pada 2024 menjadi US$419,2 juta dan US$4,9 miliar pada 2024

“Pertumbuhan konsisten ini dalam pendapatan dan pendapatan dipicu oleh ekspansi operasi di tambang SCM, peningkatan margin di peleburan RKEF dan matte converter, serta penyelesaian peleburan HPAL dan proyek AIM,” kata dia, dikutip Senin 1 Juli 2024. 

Senada,  OCBC Sekuritas dalam riset terbaru merekomendasikan beli saham MBMA dengan target harga Rp650 per saham, yang turun dari target sebelumnya Rp750 per saham. OCBC Sekuritas juga menyatakan bahwa pemulihan harga nikel pada kuartal II-2024 akan tercermin dalam kinerja MBMA.

“Kami memproyeksikan pendapatan MBMA mencapai US$1,92 miliar untuk tahun 2024,” tulis tim analis.

Sementara itu, Analis NH Korindo Sekuritas, Axell Ebenhaezer, juga merekomendasikan beli saham NCKL dengan target harga Rp1.320 per saham. Axell mempertimbangkan ekspansi kapasitas produksi yang direncanakan untuk 2024 dan pemulihan harga nikel dalam menentukan pandangan optimis terhadap NCKL.

“Namun, terdapat risiko seperti ketidakpastian ekonomi Tiongkok dan perubahan regulasi pemerintah Indonesia,” ujarnya.