<p>Ilustrasi penanaman modal asing di Indonesia turun akibat wabah virus corona. / Pixabay</p>
Industri

Investasi Asing Bernilai Jumbo Ratusan Triliun Siap Masuk RI, Tapi Masih Terhambat

  • Hingga saat ini, masih banyak rencana investasi asing bernilai jumbo yang belum terealisasi. Beberapa di antaranya yakni Contemporary Amperex Technology Co. Ltd yang telah menandatangani komitmen investasi US$4,6 miliar atau setara Rp67,8 tiliun untuk pengembangan baterai listrik di Indonesia. Lalu ada Abu Dhabi yang menyatakan komitmen investasi hingga US$22,8 miliar atau Rp319,8 triliun di awal 2020.

Industri
Laila Ramdhini

Laila Ramdhini

Author

JAKARTA – Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyatakan pemerintah harus menyelesaikan permasalahan yang bisa menghambat investasi masuk ke Indonesia. Hal ini untuk memastikan investor tidak ragu menanamkan modal di Indonesia.

Hingga saat ini, masih banyak rencana investasi asing bernilai jumbo yang belum terealisasi. Beberapa di antaranya yakni Contemporary Amperex Technology Co. Ltd yang telah menandatangani komitmen investasi US$4,6 miliar atau setara Rp67,8 tiliun untuk pengembangan baterai listrik di Indonesia. Lalu ada Abu Dhabi yang menyatakan komitmen investasi hingga US$22,8 miliar atau Rp319,8 triliun di awal 2020.

“Karena investasi ini sifatnya principal, maka yang menawarkan efisiensi itu yang akan dipilih. Misalnya Vietnam yang menawarkan efisiensi investasi di bidang otomotif sehingga pabrikan otomotif banyak membuat pabrik di sana,” kata Peneliti Indef Enny Sri Hartati, Minggu, 24 Januari 2021.

Enny mengatakan insentif fiskal belum menjadi daya tarik bagi investor asing. Untuk insentif bagi PPh Badan, misalnya, beberapa negara dengan pajak korporasi yang lebih tinggi dari Indonesia tetap menarik bagi investor. Oleh karena itu, butuh pemetaan yang baik dari sebuah kebijakan.

“Jadi perlu ada regulatory impact assessment (RIA)-nya. Ini kan banyak yang salah tembak,” katanya.

Pemetaan tersebut bertujuan untuk mengetahui apa yang sebenarnya dibutuhkan investor dan apa yang menjadi daya tarik bagi mereka. Dengan demikian, insentif fiskal yang diberikan bisa tepat sasaran.

“Jadi intinya yang harus dilakukan pemerintah adalah fokus membuat yang namanya policy industry. Indonesia mau mengembangkan industri apa sebenarnya, yang masih kompetitif dan memiliki multiplier effect, nilai tambah dan sebagainya. Itulah yang mestinya diguyur insentif habis-habisan,” katanya.

Enny menyebutkan salah satu contohnya yakni industri berbasis teknologi tinggi. Investor di sektor tersebut sudah banyak yang menyatakan minat investasinya. Sebut saja produsen mobil listrik hingga produsen baterai dari Amerika Serikat, Korea, hingga Jepang.

“Ketika investasi, jangan hanya memindahkan pabrik, tapi bahan baku perlahan harus dari dalam negeri, tidak impor. Juga harus ada transfer teknologi,” katanya.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. / Twitter @bkpm
Investasi Mangkrak Rp700 Triliun

Sebelumnya, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan tahun ini BKPM bakal fokus pada investasi yang memiliki teknologi tinggi dan padat karya. Harapannya, akan tercipta nilai tambah melalui hilirisasi industri.

“Investor hanya perlu datang membawa modal dan teknologi. Lahan dan perizinan akan didukung penuh oleh pemerintah. Ini momentum untuk membangun industri-industri yang menciptakan nilai tambah,” kata Bahlil dalam acara 11thKompas CEO Forum, Kamis, 21 Januari 2021.

Bahlil mengakui realisasi investasi saat ini belum optimal karena memang tidak mudah merealisasikannya meskipun investor telah berkomitmen. Menurut dia, masih banyak kendala yang dihadapi di lapangan, mulai dari regulasi yang tumpang tindih hingga ego sektoral.

Meski begitu, BKPM berjanji bakal menyelesaikan seluruh kendala-kendala tersebut. Misalnya, pada 2019, Bahlil mengatakan ada sekitar Rp700 triliun investasi mangkrak.

“Ada banyak investasi mangkrak, ini kami genjot, apa sih masalahnya. Pada 2020 sudah kami selesaikan Rp479 triliun,” ujarnya.

Di lain sisi, hampir di seluruh dunia terjadi penurunan investasi, terutama Foreign Direct Investment (FDI) yang turun sekitar 30%-40%. Sedangkan di Indonesia penurunan FDI hanya 7%-8%. Agar FDI tidak turun terlalu tinggi, kini hampir seluruh perizinan akan ditangani BKPM.

“Para CEO yang saya hormati, kalau ada masalah perizinan yang belum terselesaikan dan sudah mau realisasi, silakan datang ke BKPM. Tapi jangan dijual-jual itu izinnya, banyak juga pengusaha yang begini. Jadi mari kita sama-sama selesaikan itu,” kata Bahlil. (SKO)