Investasi China di Thailand Naik Hampir 3 Kali Lipat
- Menurut Dewan Investasi Thailand (BOI), dalam rentang waktu antara Januari dan Agustus, Thailand menerima permohonan investasi asing senilai 365,2 miliar baht atau setara US$10,1 miliar.
Dunia
JAKARTA - Investasi China di Thailand meningkat pesat tahun ini meskipun terjadi perlambatan ekonomi di raksasa Asia itu. Hal ini menjadi dorongan positif bagi perdana menteri baru Thailand yang datang ke Beijing pekan ini untuk memperkuat hubungan.
Pemulihan yang gagap di ekonomi terbesar kedua di dunia itu telah membuat pasar keuangan ketakutan pada tahun 2023. Investor khawatir tentang dampaknya terhadap pertumbuhan global. Namun, Thailand tetap mempertahankan daya tariknya sebagai pusat investasi penting, termasuk bagi perusahaan China yang haus akan pertumbuhan.
Menurut Dewan Investasi Thailand (BOI), dalam rentang waktu antara Januari dan Agustus, Thailand menerima permohonan investasi asing senilai 365,2 miliar baht atau setara US$10,1 miliar.
- Ini 5 Kontroversi Warren Buffet, Orang Terkaya Keenam di Dunia
- Mengenal Anwar Usman, Ketua MK yang Muluskan Gibran Maju Cawapres 2024
- JETP Terkendala, Indonesia Minta Bantuan Proyek Energi Terbarukan ke China
Angka ini meningkat sebesar 73% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya—yang dipimpin oleh perusahaan-perusahaan China yang berkomitmen sebesar 90,3 miliar baht, hampir tiga kali lipat dari tahun sebelumnya.
“Janji investasi dari Singapura yang berada di posisi kedua, dengan total 76,4 miliar baht, juga sebagian besar berasal dari perusahaan yang berasal dari China,” kata Sekretaris Jenderal BOI Narit Therdsteerasukdi, dilansir dari Reuters, Selasa, 17 Oktober 2023.
“Jika Anda melihat statistik bulan ke bulan, investasi China masih terus meningkat,” katanya kepada Reuters. “Jadi, saya melihat dalam dua atau tiga tahun ke depan, investasi China akan terus meningkat secara signifikan di Thailand.”
Gelombang investasi ini ke Thailand datang pada saat munculnya kekhawatiran atas perlambatan ekonomi di China, dan merupakan pukulan telak bagi perdana menteri Thailand Srettha Thavisin yang berjanji untuk memulihkan ekonomi terbesar kedua di Asia Tenggara saat ia mengambil alih kepemimpinan pada bulan Agustus.
Bank sentral Thailand memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun 2024 akan meningkat menjadi 4,4%, dibandingkan dengan perkiraan 2,8% tahun ini. Srettha mengatakan kunjungannya selama tiga hari ke Beijing berfokus pada sebuah forum mengenai Inisiatif Sabuk dan Jalan China.
Forum itu salah satunya mencakup pembahasan mengenai kendaraan listrik. “Dia juga akan bertemu dengan para eksekutif bisnis China,” kata kementerian luar negeri Thailand.
Peluang Emas
Produsen mobil listrik China, termasuk BYD (002594.SZ) dan Great Wall Motor (601633.SS), berkomitmen untuk berinvestasi setidaknya US$1,44 miliar dalam fasilitas baru di Thailand, menjadikan negara ini sebagai pusat produksi mobil listrik di wilayah tersebut.
Thailand sudah menjadi pusat produksi terbesar di Asia Tenggara untuk kendaraan bermesin bakar, dengan fasilitas utama milik perusahaan otomotif Jepang seperti Toyota Motor (7203.T) dan Isuzu Motors (7202.T).
Namun, menurut BOI, sebagian besar dari 228 proposal investasi China tahun ini datang dari sektor elektronik. “Kami memiliki hubungan yang baik dengan semua negara. Kami adalah zona tanpa konflik,” kata Narit.
Grup WHA (WHA.BK), pengembang kawasan industri terbesar di Thailand, mengatakan mereka tidak melihat perlambatan dalam bisnis dengan perusahaan China, yang akan membantu mereka mencapai penjualan lahan rekor dua tahun berturut-turut.
“Mereka datang setiap pekan,” kata CEO Jareeporn Jarukornsakul. “Sebenarnya ada banyak dari mereka. WHA sedang dalam pembicaraan dengan beberapa perusahaan besar di sektor otomotif, teknologi, dan elektronik mengenai penjualan lahan yang besar,” kata Jereeporn.
Ini setelah mereka berhasil menyelesaikan kesepakatan dengan Changan Automobile dari China (000625.SZ), yang proyek mobil listrik senilai 8,86 miliar baht mendapatkan persetujuan dari BOI pekan lalu. Jareeporn menyatakan, investasi dari China kemungkinan akan terus berlanjut selama dua tahun ke depan. “Ini adalah peluang emas.”