<p>Ilustrasi baterai listrik kendaraan mobil / Pixabay</p>
Industri

Investasi Rp221 Triliun, Indonesia Battery Corp Targetkan Kuasai 20 Persen Pasar Dunia

  • Indonesia diproyeksikan menjadi pemasok terbesar kebutuhan baterai dunia melalui Indonesia Battery Corporation (IBC). Megaproyek ini diperkirakan bisa menyuplai 140 Gigawatt hour (GWh) betarai atau 20% dari total kebutuhan dunia.

Industri
Muhamad Arfan Septiawan

Muhamad Arfan Septiawan

Author

JAKARTA – Indonesia diproyeksikan menjadi pemasok terbesar kebutuhan baterai dunia melalui Indonesia Battery Corporation (IBC). Megaproyek ini diperkirakan bisa menyuplai 140 Gigawatt hour (GWh) betarai atau 20% dari total kebutuhan dunia.

Direktur Utama IBC Toto Nugroho menyebut proyeksi itu bisa tercapai pada 2025. Megaproyek ini, kata Toto, tengah diramaikan oleh sejumlah proposal investasi yang masuk ke IBC.

Nilai investasi dari proyek IBC diperkirakan bisa menyentuh US$15,3 miliar atau setara Rp221,73 triliun (asumsi kurs Rp14.492 per dolar Amerika Serikat).

Ramainya investasi di bidang baterai listrik ini menjadi alasan Indonesia bisa menjadi raja baterai dunia. Sementara itu, Toto melaporkan pembangunan pabrik baterai bakal dimulai pada 2022.

“Di tahun depan akan ada satu pabrik dengan kapasitas 10GWh yang bakal breakthrough untuk dapat menjadi quick solution produksi baterai awal di Indonesia,” ucap Toto dalam Investor Daily Summit 2021, Rabu, 14 Juli 2021.

Pangsa pasar baterai ini terbuka luas seiring adanya percepatan penggunaan mobil listrik di Indonesia. Hal itu mendorong kebutuhan baterai listrik hingga 11-12GWh untuk 140.000 unit mobil listrik pada 2030.

“Kita bisa jadi pemain baterai global yang sangat mendunia, dengan integrasi sampai ke nikel kita akan dapatkan keekonomian yang kompetitif,”  ujar Toto

Sejauh ini, perusahaan asal Korea Selatan LG Chem, LG Internasional, POSCO dan Huayou Holding telah masuk dalam konsorsium proyek IBC bersama empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Empat BUMN itu terdiri dari PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Mining and Industry Indonesia (MIND ID), PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM). Empat perusahaan pelat merah itu diberi tugas Menteri BUMN Erick Thohir membangun integrasi produksi baterai EV dari hulu ke hilir.

Nikel Melimpah

Selain berpijak pada investasi, peluang industri baterai terbuka lebar karena Indonesia diketahui memiliki sumber daya nikel yang berlimpah.

Menurut hasil pemetaan Badan Geologi, Indonesia memiliki sumber daya bijih nikel sebesar 11.987 juta ton. Angka tersebut merupakan tertinggi di dunia, dengan rincian tereka 5.094 juta ton, terunjuk 5.094 juta ton, terukur 2.626 ton, dan hipotetik 228 juta ton.

Sementara itu, produksi nikel Indonesia sepanjang 2019 mencapai 800.000 ton. Capaian tersebut mengungguli Filipina dengan 420.000 ton maupun Rusia 270.000 ton.

Bahkan sebelum proyek ini tercetus, Indonesia sudah menyuplai 30% kebutuhan nikel dunia. Toto mengungkap adanya pengembangan industri baterai bakal menjadi value added bagi sumber daya nikel di Indonesia.

Melalui proyek ini, Indonesia bisa mendulang lebih banyak keuntungan karena menjadi pemain besar dalam industri baterai. Apalagi, kata Toto, prospek penggunaan mobil listrik dan energi ramah lingkungan semakin cerah.

“Cadangan nikel kita besar dan menjadi salah satu yang terbesar di dunia. Pasar besar di Indonesia dan ASEAN region terbuka dalam pengembangan industri baterai listrik ini,” ujar Toto. (LRD)