Investor Asing Cabut dari SBN hingga Tersisa 16,42%, Sri Mulyani Buka Suara
- Investor asing mulai menarik diri dari membiayai belanja negara pemerintah Indonesia. Hal itu terlihat dari Surat Berharga Negara atau SBN yang dipegang oleh pihak asing selama dua tahun berturut- turut mengalami penurunan.
Nasional
JAKARTA – Investor asing mulai menarik diri dari membiayai belanja negara pemerintah Indonesia. Hal itu terlihat dari Surat Berharga Negara atau SBN yang dipegang oleh pihak asing selama dua tahun berturut- turut mengalami penurunan.
Kementerian Keuangan mencatat, pada Desember 2020 pihak asing memegang SBN sebesar 25,16%. Lalu, pada Desember 2021 mengalami penurunan menjadi 19,05%. Setelahnya, pada 19 Mei 2022 tercatat mengalami penurunan lagi menjadi sebesar 16,42%.
“Ini menurun sangat tajam dibandingkan tahun lalu (2021) atau tahun 2020,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam pantauan di Youtube Kementerian Keuangan, Selasa, 24 Mei 2022.
- Volume Transaksi Pembayaran Zakat di Dompet Digital DANA Meroket 227 Persen
- Sri Mulyani Paparkan Tiga Faktor Utama Tantangan Ekonomi Dunia
- Mengapa Bayi Tidak Boleh Minum Susu Sapi?
Sri Mulyani menyebut penurunan ini di satu sisi menimbulkan stabilitas karena tidak mengalami gejolak dengan naik turunnya capital flow. Namun, pemerintah tetap perlu mewaspadai dari sisi pricing competition.
“Investor cenderung risk off menghadapi tekanan global,” ujar Sri Mulyani.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menyampaikan pemerintah harus tetap siaga karena kecenderungan kenaikan suku bunga akan berimbas terhadap imbal hasil atau yield SBN. Kenaikan suku bunga dari SBN akan menyebabkan biaya untuk utang atau cost of fund juga mengalami kenaikan.
“Dengan adanya pernyataan mengenai adanya kenaikan suku bunga, bahkan mencapai 50 point dalam satu kali meeting dan akan terjadi 7 kali adjustment pada tahun ini, maka akan terjadi capital outflow di negara berkembang, terutama pada SBN,” ujar Sri Mulyani.
Perempuan yang biasa disapa Ani itu menyebut kepemilikan SBN masih didominasi oleh Bank Indonesia (BI) dan perbankan per 19 Mei 2022. Diurutkan dari yang terbesar, BI memegang sebesar 26 % dan perbankan memegang sebesar 24,81%. Lalu, pihak asing memegang sebesar 16,42% serta Asuransi dan Dana Pensiun memegang sebesar 15,65%. Sisanya, pihak lainnya yang memegang sebesar 17,12 %.