<p>Layar pergerakan Indek Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu, 14 Oktober 2020. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu bertahan di atas 5.000 dan parkir di zona hijau dengan menguat 0,85 persen ke level 5.176,099 pada akhir sesi. Sebanyak 213 saham menguat, 217 terkoreksi, dan 161 stagnan, IHSG mengalami penguatan seiring dengan sentimen Omnibus Law dan langkah Bank Indonesia untuk pemulihan ekonomi. Selain itu, rencana merger bank BUMN syariah turut mendorong saham-saham perbankan lainnya, dan mengisi jajaran top gainers hari ini. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Makroekonomi

Investor Domestik Lebih Optimistis di Tahun Politik 2024

  • Sementara investor asing lebih berhati-hati, investor domestik justru lebih percaya diri menjelang tahun pemilu 2024.
Makroekonomi
Laila Ramdhini

Laila Ramdhini

Author

JAKARTA – Tahun politik acapkali menjadi momok penurunan indikator ekonomi dan investasi. Menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, pertumbuhan investasi diprediksi melambat dan baru normal setelahnya. Sementara investor asing lebih berhati-hati, investor domestik justru lebih percaya diri menjelang tahun pemilu 2024.

Chief Economist Bank Permata Josua Pardede memperkirakan beberapa indikator ekonomi seperti nilai tukar rupiah, bursa saham, dan imbal balik obligasi akan melemah dampak dari ketidakpastian di tahun politik.

Penanaman modal asing (PMA) ke Indonesia juga bakal menurun selama masa Pemilu. Namun, sebaliknya, penanaman modal dalam negeri (PMDN) akan meningkat.

“Di masa Pemilu, perilaku investor asing lebih rasional karena adanya ketidakpastian setelah ada pemimpin baru. Namun sebaliknya, investor domestik optimismenya lebih tinggi di tahun politik,” ujar Josua, dalam acara Media Gathering Kementerian Keuangan di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin, 25 September 2023.

Kondisi makroekonomi dan lanskap investasi di Indonesia yang masih positif diyakini Josua akan memperkuat penanaman modal ke Indonesia.

Riset Bank Permata memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada 2023 akan mencapai 4,94% dan naik menjadi 5,09% pada 2024. Inflasi diperkirakan terjaga di level 3,05% pada 2023 dan akan turun menjadi 2,8% pada 2024.

“Inflasi Indonesia masih moderat, bahkan menjadi salah satu negara yang defisit fiskalnya turun sejak pandemi, dibandingkan negara lain seperti India atau Malaysia,” kata Josua.

Berkaca pada tahun Pemilu 2019, investasi domestik juga meningkat hingga 17,6% di saat investasi asing minus 3,8%. Begitu pula saat kontestasi politik 2014, investasi domestik melonjak 21,8% sementara investasi asing turun 0,3%.

Di tengah perkembangan kebijakan moneter The Fed yang menjadi perhatian pasar Amerika Serikat (AS) dan global, kinerja pasar Surat Berharga Nasional (SBN) juga tetap terjaga. Kinerja pasar SBN ini ditopang oleh imbal balik atau yield Indonesia yang masih positif dan risiko investasi yang menurun, sehingga menjadi daya tarik investor global.

Kementerian Keuangan mencatat yield SBN domestik pada posisi relatif moderat. Yield Surat Utang Negara (SUN) 10 tahunan mencapai 6,39% pada Agustus 2023.

Ke depan, lanjut Josua, pemerintah harus meyakinkan investor domestik untuk tetap optimistis pada saat pemilu. Sebab, investasi dalam negeri akan menjadi penahan ekonomi saat investasi asing anjlok. 

“Pemerintah harus memastikan bahwa investor dan pelaku usaha terus optimis melihat ke depan. Caranya dengan memperkuat reformasi struktural yang sudah dilakukan seperti UU Ciptaker dan UU HPP,” kata dia.

Konsumi Meningkat

Di sisi lain, saat pelaku pasar masih wait and see, tahun politik menjadi titik peningkatan konsumi rumah tangga. Josua memaparkan setelah melewati masa pandemi, konsumsi dalam negeri kembali pulih dengan nilai peningkatan rata-rata di atas pertumbuhan ekonomi nasional.

Hal serupa juga diungkapkan oleh Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Abdurrahman. Ia memaparkan pemerintah telah mengalokasikan anggaran Pemilu untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebesar Rp11,52 triliun pada 2023 dan Rp15,87 triliun pada 2025.

“Dengan demikian, dampak langsungnya akan menambah ke pertumbuhan konsumsi pemerintah dalam komponen Produk Domestik Bruto (PDB),” kata dia. 

Dengan kata lain, akan ada tambahan konsumsi pemerintah sekitar 0,75% pada 2023 dan sekitar 1% pada 2024.

Selain itu, BKF juga memperkirakan dampak dari asumsi pengeluaran para calon legislatif (caleg) yang akan berlaga di Pemilu 2024.

Akan ada 580 kursi yang diperebutkan di DPR, 2.37 kursi di PRD provinsi, dan 17.150 kursi di DPRD kabupaten/kota.

Jika mengacu pada tahun 2019, pengeluaran caleg di level pusat atau nasional mencapai Rp1 miliar dan di level DPRD bisa mencapai Rp200 juta.

Abdurrahman mengatakan dampak belanja caleg ke Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga (PK-LNPRT) 2023 sekitar 4,72% dan 6,57% pada 2024.  

Kemudian, akan ada tambahan kontribusi ke PDB 2023 sekitar 0,2% pada 2023 dan 0,27% pada 2024.