logo
Ilustrasi aset kripto.
Fintech

Investor Waspada Bikin Harga Bitcoin Mandek, Ke Mana Arah Selanjutnya?

  • Menurut data dari SoSoValue, arus keluar dari ETF Bitcoin Spot di Amerika Serikat mencapai US$585,65 juta selama periode 10-14 Februari. Tekanan jual ini menjadi salah satu penyebab utama stagnasi harga Bitcoin.

Fintech

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Dalam dua minggu terakhir, harga Bitcoin (BTC) terus bergerak dalam kisaran US$94.000 hingga US$100.000 tanpa berhasil menembus batas atas maupun mengalami koreksi tajam. Pergerakan sideways ini dipengaruhi oleh berbagai faktor makroekonomi dan sentimen pasar.

Menurut data dari SoSoValue, arus keluar dari ETF Bitcoin Spot di Amerika Serikat mencapai US$585,65 juta selama periode 10-14 Februari. Tekanan jual ini menjadi salah satu penyebab utama stagnasi harga Bitcoin.

Faktor Penyebab Penurunan Harga Bitcoin

Beberapa faktor eksternal turut berkontribusi terhadap tekanan harga Bitcoin:

  1. Kebijakan Moneter The Fed
    Ketua The Federal Reserve, Jerome Powell, memberikan pernyataan hawkish terkait kebijakan suku bunga. Ia menegaskan bahwa suku bunga kemungkinan akan tetap tinggi lebih lama guna mengendalikan inflasi. Pernyataan ini mengecewakan pelaku pasar yang berharap adanya pemangkasan suku bunga dalam waktu dekat.
  2. Data Inflasi AS
    Data inflasi AS yang lebih tinggi dari ekspektasi juga turut menambah kekhawatiran pasar. Inflasi tahunan naik menjadi 3% pada Januari, sementara inflasi inti mencapai 3,3%. Kondisi ini mendorong aksi jual pada aset berisiko, termasuk Bitcoin.
  3. Ketidakpastian Geopolitik dan Kebijakan Perdagangan
    Faktor lain yang menekan pasar adalah kebijakan tarif yang dikeluarkan oleh mantan Presiden Donald Trump terhadap Kanada, Meksiko, dan China. Kebijakan ini meningkatkan ketidakpastian di pasar global, yang akhirnya berimbas pada aset kripto.

Baca Juga: Bitcoin: Aset dengan Pertumbuhan Tercepat dalam Sejarah Investasi

Dampak dari kombinasi faktor-faktor tersebut membuat kapitalisasi pasar aset kripto mengalami penurunan hingga 5%, dengan harga Bitcoin sempat jatuh di bawah US$95.000. Indeks Fear and Greed Bitcoin juga turun ke zona ‘Fear’, mencerminkan meningkatnya ketidakpastian di kalangan investor.

Prediksi Pergerakan Harga Bitcoin

Panji Yudha, Financial Expert dari Ajaib, menjelaskan bahwa Bitcoin masih bergerak dalam rentang yang cukup ketat. 

“Jika Bitcoin berhasil menembus level psikologis US$100.000, maka potensi kenaikan hingga US$105.000 terbuka lebar. Sebaliknya, jika BTC turun di bawah US$94.000, maka level support berikutnya berada di sekitar US$91.000,” ungkapnya melalui hasil riset yang diterima TrenAsia, dikutip Rabu, 19 Februari 2025. 

Faktor yang Akan Mempengaruhi Pasar Pekan Ini

Para pelaku pasar kripto kini menantikan sejumlah data ekonomi penting yang dapat memicu volatilitas harga Bitcoin, antara lain:

  1. Risalah Rapat FOMC (19 Februari)
    Laporan ini akan memberikan wawasan terkait kebijakan moneter The Fed ke depan. Jika terdapat indikasi bahwa suku bunga akan tetap tinggi, tekanan terhadap Bitcoin dapat berlanjut.
  2. Data Klaim Pengangguran Awal (22 Februari)
    Pekan lalu, jumlah klaim pengangguran turun menjadi 213.000, lebih rendah dari perkiraan. Jika angka ini kembali naik, pasar bisa mengantisipasi peluang pemangkasan suku bunga lebih cepat, yang berpotensi meningkatkan daya tarik Bitcoin.
  3. Indeks Sentimen Konsumen AS (23 Februari)
    Laporan dari University of Michigan ini akan mencerminkan tingkat optimisme konsumen. Jika sentimen konsumen positif, permintaan terhadap aset berisiko seperti Bitcoin dapat meningkat. Namun, ekspektasi inflasi yang lebih tinggi bisa memperkuat spekulasi bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama.

Saat ini, Bitcoin masih berada dalam fase konsolidasi dengan tekanan dari kebijakan The Fed, data inflasi, serta ketidakpastian geopolitik. Para investor perlu mencermati berbagai indikator ekonomi pekan ini yang berpotensi mengubah dinamika pasar kripto. 

Jika Bitcoin mampu menembus level resistensi kunci, maka tren bullish dapat kembali terbentuk, namun jika tekanan jual berlanjut, koreksi lebih dalam bisa terjadi dalam waktu dekat.