gaza.jpeg
Dunia

Israel Gagal Mencapai Tujuan Perangnya di Gaza, Hamas Terbukti Tetap Eksis

  • "Ketika Anda melihattari-tarian di Gaza, perayaan di desa-desa di Yudea dan Samaria – Anda akan mengerti pihak mana yang menyerah dalam kesepakatan ini," kata Ben Gvir

Dunia

Amirudin Zuhri

JAKARTA- Perang terpanjang Israel sejauh ini gagal menghancurkan musuh utamanya, Hamas. Meskipun menderita kerugian besar, kelompok itu menganggap perjanjian gencatan senjata Gaza sebagai kemenangan bagi  mereka dan kegagalan bagi Israel.

Segera setelah gencatan senjata mulai berlaku pada hari Minggu 19 Januari 2025, orang-orang bersenjata dengan penutup wajah muncul dalam kendaraan dan berkeliaran di jalan-jalan Gaza  yang hancur untuk merayakan kemenangan. Anggota unit elite mengenakan seragam lengkap mereka di Lapangan Al Saraya di Kota Gaza selama pemindahan sandera. Itu adalah pengingat bahwa sayap bersenjata mereka masih ada di sini 15 bulan setelah Israel bermaksud menghancurkan mereka.

Salah satu tujuan utama Hamas menyandera sekitar 250 orang selama serangan  7 Oktober 2023  adalah untuk membebaskan tahanan Palestina yang ditahan di penjara Israel. Saat Israel menggempur Gaza sebagai balasannya, Hamas bersumpah tidak akan memulangkan para sandera sampai Israel menarik pasukannya dari daerah kantong itu.

Setelah lebih dari setahun bertempur,  kedua pihak yang bertikai mencapai kesepakatan bertahap yang akan membebaskan sandera dengan imbalan tahanan Palestina. Selain itu gencatan senjata selama 42 hari dan masuknya bantuan. Kesepakatan itu juga membuka pintu bagi negosiasi lebih lanjut yang dapat berujung pada penarikan penuh Israel dari Gaza dan gencatan senjata permanen. Khalil Al Hayya, negosiator utama Hamas mengatakan,  Israel telah gagal mencapai tujuan perangnya dan memuji sayap bersenjata kelompok itu.  Tujuan utama Israel dalam konflik ini adalah untuk melenyapkan Hamas.

“(Kesepakatan itu) mencapai semua persyaratan ini… perlawanan telah mencapai apa yang diinginkan rakyat Palestina,” kata anggota politik senior Hamas Osama Hamdan kepada Al Jazeera setelah kesepakatan dicapai.

Khalil Al Hayya, negosiator utama Hamas, mengatakan dalam pidatonya pada hari Rabu bahwa Israel telah gagal mencapai tujuan perangnya. Dia juga memuji sayap bersenjata Hamas, Brigade Al Qassam, yang juru bicaranya Abu Obaida memuji perang di Gaza sebagai inspirasi bagi generasi mendatang. 

Kesepakatan Penyerahan Diri

Beberapa menteri, anggota parlemen, dan bahkan sebagian kecil keluarga sandera Israel memandang penerimaan kesepakatan tersebut sebagai kekalahan Israel. Menteri sayap kanan Itamar Ben Gvir dan partainya mengundurkan diri dari pemerintahan dan parlemen. Dia menyebut gencatan senjata sebagai penyerahan diri.  Rekan sayap kanan, Menteri Keuangan Bezalel Smotrich menyebutnya sebagai bencana. Dan sekelompok tentara cadangan menyebutnya "Kesepakatan Penyerahan Diri."

"Ketika Anda melihattari-tarian di Gaza, perayaan di desa-desa di Yudea dan Samaria – Anda akan mengerti pihak mana yang menyerah dalam kesepakatan ini," kata Ben Gvir dalam sebuah pernyataan pada hari Kamis. Yudea dan Samaria adalah sebutan Israel untuk Tepi Barat.

Namun sebagian besar warga Israel menyambut baik kesepakatan tersebut. Termasuk sebagian besar keluarga sandera, Presiden Israel Isaac Herzog, dan politisi oposisi. Kantor Netanyahu mengatakan setelah kabinet keamanan menyetujui kesepakatan tersebut, perdana menteri masih mendukung tercapainya tujuan perang.

Tanggapan Israel terhadap Hamas atas serangan 7 Oktober itu sangat intens. Israel meratakan Gaza dengan serangan bom paling parah dalam sejarah daerah itu. Serangan mengakibatkan puluhan ribu warga Palestina meninggal dan membuat ratusan ribu lainnya mengungsi. Banyak  di antaranya terpaksa tinggal di tenda-tenda dengan sedikit makanan dan perawatan medis yang tidak memadai.

Israel juga menimbulkan kerugian besar bagi Hamas dengan mengeliminasi pimpinan tertingginya, termasuk Yahya Sinwar. Tel Aviv juga mengklaim telah membunuh ribuan pejuang kelompok tersebut. Israel tak kenal lelah membasmi para pejuang yang muncul kembali di lingkungan yang sebelumnya telah dibersihkan. Sembari memerangiHizbullah Lebanon di utara.

Hamas yang pernah memegang kendali militer dan politik di Gaza telah menyusut kekuatannya setelah operasi Israel selama 15 bulan. Melemahnya sekutu regionalnya, Hizbullah dan Iran juga menjadikan  kelompok tersebut telah terisolasi secara regional.

Namun gerakan tersebut terus menampilkan dirinya kepada warga Palestina sebagai kelompok perlawanan bersenjata paling tangguh melawan Israel. Mereka mengisi kembali barisannya dengan merekrut anggota baru.

Selalu Tumbuh

Setiap kali Israel menyelesaikan operasi militernya dan menarik diri,  kelompok tersebut berkumpul kembali dan muncul kembali. Hal ini karena tidak ada lagi yang dapat mengisi kekosongan tersebut. Hal itu disampaikan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken dalam sambutannya di Atlantic Council baru-baru ini. “Hamas telah merekrut militan baru sebanyak jumlah yang telah hilang. Itu adalah resep untuk perang yang tak berkesudahan,” katanya.

Penderitaan yang dialami warga Palestina di Gaza akibat perang Israel juga menciptakan lahan subur untuk perekrutan. Demikian disampaikan Tahani Mustafa. Analis senior di International Crisis Group (ICG). Dia mengatakan ada lonjakan perekrutan justru ketika ada pendudukan dan kekerasan. 

“Tidak mungkin mengharapkan seluruh kelompok penduduk Gaza yang telah kehilangan segalanya untuk menerima begitu saja. Ini adalah perang untuk bertahan hidup. Dan kelompok seperti Hamas menyediakan warga Palestina sarana untuk melakukan itu,” katanya.

Blinken mengaku Amerika telah menekankan kepada pemerintah Israel bahwa Hamas tidak dapat dikalahkan hanya dengan kampanye militer saja. Tanpa alternatif yang jelas, rencana pascakonflik, dan kebangkitan politik yang kredibel bagi Palestina, Hamas tumbuh kembali.

Tata kelola Gaza pascaperang masih belum tertangani. Mungkin karena skeptisisme mengenai apakah perjanjian gencatan senjata akan berlanjut melampaui fase awal. Sasaran perang utama Israel adalah penghancuran total Hamas.  Namun Hamas tampak tidak peduli dengan menyatakan,  kadernya akan berperan dalam membangun kembali daerah yang hancur itu. Seluruh penduduk akan mulai membangun kembali apa yang telah dihancurkan oleh Israel. Hal itu disampaikan anggota politik senior Hamas Osama Hamdan kepada Al Jazeera setelah kesepakatan dicapai. “Apa pun hasilnya, kondisi sehari setelah kejadian di Gaza akan tetap sama seperti sehari sebelumnya,” kata Hamdan.

Meskipun mengklaim kemenangan, Hamas gagal memaksa Israel mencabut pengepungan yang melumpuhkan di Gaza.  Dan serangan Israel yang mengakibatkan puluhan ribu warga sipil Palestina membuat Gaza tidak layak huni.  Serangan 7 Oktober, dan perang yang dipicunya, telah menimbulkan efek berantai. Ini secara signifikan mengubah keseimbangan kekuatan regional dan secara mendasar membentuk kembali kawasan tersebut.