Penerapan ESG di Indonesia
Makroekonomi

Isu ESG Perlu Jadi Panduan Dalam Pembangunan Nasional

  • Mengingat pentingnya peran green economy, pemerintah didorong menjadikan isu ESG sebagai salah satu panduan dalam pembangunan ekonomi nasional.

Makroekonomi

Distika Safara Setianda

JAKARTA - Indonesia memiliki tekad mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29% melalui upaya sendiri dan mencapai 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2030.

Untuk mencapai target ini, pemerintah telah menggabungkan kebijakan pembangunan rendah karbon ke dalam rencana aksi nasional mengurangi emisi gas rumah kaca. Pemerintah juga menyusun rencana aksi nasional untuk beradaptasi dengan perubahan iklim sebagai bagian dari agenda pembangunan jangka menengah.

Salah satu upayanya yakni mengarusutamakan Environmental, Social and Governance (ESG) dalam kebijakan. "Komitmen ESG Indonesia tercermin dengan jelas dalam fokus Presidensi G20 tahun 2022," ujar Ketua Komite Nasional Kebijakan Governansi (KNKG) Mas Achmad Daniri saat diwawancara TrenAsia.com belum lama ini.

Saat itu RI yang menjadi tuan rumah menitikberatkan pada isu-isu keberlanjutan dan kepemimpinan lingkungan. Topik yang dibahas mencakup digitalisasi dan keuangan berkelanjutan. 

Pada konferensi COP26 yang merupakan pertemuan para pihak anggota G20 untuk ke-26 kalinya pada bulan November 2022, keberlanjutan iklim ditegaskan sebagai perhatian mendesak untuk dekade mendatang.

Sejalan dengan prinsip ESG, pemerintah saat ini tengah menyiapkan mekanisme carbon pricing yang sedang dalam tahap akhir. “Langkah ini merupakan usaha untuk lebih melibatkan sektor swasta dalam mengatasi masalah lingkungan dan mengurangi dampak negatif dari emisi karbon,” imbuh Achmad. 

Kebijakan ini menjadi kunci penting dalam mencapai keberhasilan transisi ekonomi menuju rendah karbon, baik dalam mencapai target nol emisi secara nasional maupun global.

Ekonomi Hijau

Mengingat pentingnya peran green economy, pemerintah didorong menjadikan isu ESG sebagai salah satu panduan dalam pembangunan ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak hanya bergantung pada eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam (SDA). “Tetapi juga harus memperhatikan keberlanjutan SDA,” ujar Achmad. 

Pemerintah telah menetapkan beberapa ketentuan untuk mendukung green economy, termasuk Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, serta Undang-Undang Nomor 16 tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement yang terkait dengan perubahan iklim. 

Beberapa negara telah menetapkan rencana dan strategi terkait ekonomi hijau, seperti Singapura yang memiliki The Green Plan 2030, Thailand dengan The Bio, Circular and Green Economy 2021-2026 untuk mendukung pertumbuhan ekonomi mereka, dan Vietnam dengan Vietnam Green Growth Strategy yang mencakup periode 2011-2050.

“Dengan adanya panduan yang terkait dengan ekonomi hijau, negara-negara tersebut telah memiliki arah dan pedoman yang lebih jelas mengenai tujuan jangka panjang yang ingin dicapai, strategi untuk mencapainya, dan tahapan implementasinya,” tukas Achmad Daniri.

KNKG mendorong Indonesia konsisten menyusun strategi ekonomi hijau dengan penerapan ESG.  “Dengan demikian, pencapaian tujuan jangka panjang untuk mewujudkan ekonomi hijau dapat dilakukan dengan lebih baik, terencana, dan sistematis,” ujarnya.