Jadi Backbone, Segini Dampak UMKM Bagi Perekonomian
- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengungkap, UMKM menyumbang 90 persen dari total bisnis dunia, menyerap 60-70 persen tenaga kerja, dan berkontribusi 50 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) global.
Nasional
JAKARTA - Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memegang peranan krusial dalam perekonomian Indonesia.
Berdasarkan rilis data terbaru milik Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, UMKM menyumbang sekitar 99% dari total unit usaha di Indonesia.
Kontribusi mereka terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 61%, setara dengan Rp9.580 triliun, selain itu UMKM juga menyerap 117 juta tenaga kerja atau 97% dari total tenaga kerja di Indonesia.
Bahkan data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengungkap, UMKM menyumbang 90% dari total bisnis dunia, menyerap 60-70% tenaga kerja, dan berkontribusi 50% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) global.
Hingga akhir 2023, jumlah UMKM di Indonesia mencapai 66 juta pelaku usaha UMKM.
Bahkan Kementerian Perindustrian memproyeksikan jumlah pelaku usaha UMKM akan meningkat hingga 83,3 juta orang diakhir tahun 2024.
- Mandiri Indonesia Open 2024: Turnamen Golf Bergengsi Kembali Hadir dengan Semangat Baru
- Hitung Cuan Semifinalis Euro 2024
- Akulaku hingga Kredivo jadi Pinjol Terlaris, Total Pinjaman Capai Rp60,42 T
Masalah Klasik UMKM
Meski memiliki kontribusi besar, UMKM di Indonesia menghadapi berbagai tantangan signifikan.
Salah satunya adalah adopsi teknologi dan inovasi yang masih terbatas serta rendahnya literasi digital di kalangan pelaku usaha.
Tingkat produktivitas UMKM juga perlu ditingkatkan untuk bersaing di pasar yang semakin kompetitif.
Selain itu, proses legalisasi dan perizinan yang rumit seringkali menjadi hambatan bagi perkembangan usaha.
Akses terhadap pembiayaan yang terbatas juga menjadi masalah serius, begitu pula dengan kurangnya strategi branding dan pemasaran yang efektif.
Keterbatasan dalam pengembangan sumber daya manusia membuat UMKM sulit untuk tumbuh secara optimal.
Di sisi lain, banyak UMKM yang kesulitan dalam memenuhi standar dan mendapatkan sertifikasi yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas produk dan layanan.
Distribusi pembinaan, pelatihan, dan fasilitasi yang belum merata menyebabkan kesenjangan dalam pengembangan UMKM di berbagai daerah.
Selain itu, kurangnya sistem data tunggal yang terintegrasi membuat monitoring dan evaluasi perkembangan UMKM menjadi kurang efektif.
- Mandiri Indonesia Open 2024: Turnamen Golf Bergengsi Kembali Hadir dengan Semangat Baru
- Hitung Cuan Semifinalis Euro 2024
- Akulaku hingga Kredivo jadi Pinjol Terlaris, Total Pinjaman Capai Rp60,42 T
Dorongan Pemerintah Terhadap Pertumbuhan
Pemerintah telah mengambil berbagai langkah strategis untuk mendukung perkembangan UMKM.
Salah satu fokus utama adalah mendorong digitalisasi guna meningkatkan daya saing dan kemampuan ekspor UMKM.
Langkah ini dinilai penting untuk membantu UMKM beradaptasi dengan perubahan pasar global dan memanfaatkan peluang yang ada.
Target ambisius yang ditetapkan adalah meningkatkan jumlah UMKM di pasar digital menjadi 30 juta unit pada tahun 2024.
Untuk mendukung UMKM, pemerintah selama ini telah memberikan subsidi bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) kepada 2,4 juta debitur.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) juga mengenakan tarif pajak untuk UMKM sebesar 0,5% masih tetap berlaku pada tahun 2024.
Disemester I 2024, Hingga bulan Mei, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menuturkan perusahaan financial technology (fintech) peer-to-peer (P2P) lending menyalurkan 31,52% dari total pendanaannya kepada sektor produktif serta UMKM.
“Artinya masih sesuai dengan target di fase pertama tahun 2023-2024 ini, yaitu sekitar 30-40 persen. Jadi, masih masuk dalam range tersebut,” terang Kepala Eksekutif OJK, Agusman, di Jakarta, (8/7).
Bahkan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menegaskan peran penting UMKM dalam ekonomi global.
Menurutnya UMKM memegang kontribusi besar terhadap penciptaan lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi, dan pemberdayaan perempuan, pemuda, serta komunitas marginal.
“Saat kita merayakan Hari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, mari tegaskan kembali komitmen kita untuk memperkuat dukungan terhadap entitas-entitas tersebut,” terang Antonio, di Newyork, 9 Juli 2024, dilansir dari Antara.
Pada tahun 2023, pertumbuhan Industri Mikro Kecil (IMK) menunjukkan tren positif dengan rata-rata pertumbuhan 2,55% setiap triwulan.
Sektor industri pakaian jadi menjadi kontributor terbesar kedua dalam nilai tambah, sementara industri makanan mengalami perlambatan pertumbuhan.
Sektor industri pengolahan tembakau dan logam dasar justru mengalami kontraksi.
Penurunan produksi IMK di triwulan III-2023 terutama disebabkan oleh turunnya permintaan produk industri makanan.