Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Tangerang, Kamis 29 Juli 2021. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia
Korporasi

Jadi Induk Holding BUMN Ultra Mikro, Aset BRI Bakal Lampaui Bank Mandiri?

  • JAKARTA - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) lengser dari predikat bank dengan aset terbesar di Indonesia pada paruh pertama tahun ini. Tahta BRI dia

Korporasi

Muhamad Arfan Septiawan

JAKARTA - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) lengser dari predikat bank dengan aset terbesar di Indonesia pada paruh pertama tahun ini. Tahta BRI diambil alih oleh anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) lainnya, yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI).

Kendati demikian, Pengamat Pasar Modal Lucky Bayu Purnomo mengatakan BRI kemungkinan besar akan kembali ke pucuk tertinggi bank dengan aset terbesar di Indonesia pada 2022. Lucky bilang aksi korporasi rights issue membuat aset BRI bakal melambung mulai kuartal IV-2021.

Berdasarkan hitungan data Biro Administrasi Efek Datindo Entrycom, jumlah hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue yang telah di-exercise hingga Rabu, 22 September 2021 mencapai 27,48 miliar lembar saham. Jika dinominalkan mencapai Rp93,4 triliun atau 97,4% dari total right issue.

Selain itu, aset BRI juga terdorong oleh posisinya yang didapuk sebagai induk Holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Ultra Mikro. “Peningkatan aset BRI akan terlihat mulai kuartal IV-2021 dan kemungkinan bisa menjadi bank dengan aset terbesar tahun depan,” jelas Lucky kepada TrenAsia.com, Senin, 27 September 2021.

Kini, BRI secara konsolidasi terhubung dengan PT Pegadaian (Persero) dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM. Adapun posisi aset BRI hingga semester I-2021 sebesar Rp1.450 triliun atau turun 4,03% dari posisi kuartal IV-2020 yakni Rp1.511 triliun. 

Sementara total aset PNM dan Pegadaian pada periode yang sama masing-masing sebesar Rp67,87 triliun dan Rp38,15 triliun. Bila mengkalkulasikan aset dua perseroan itu, maka aset konsolidasi BRI bisa menembus Rp1.556,02 triliun atau semakin mendekati total aset Bank Mandiri. 

Pada semester I-2021, ank Mandiri mencatat aset bank konsolidasian mencapai Rp1.580 triliun, tumbuh 10,56% dibandingkan dengan kuartal IV-2020 Rp1.429 triliun. Untuk diketahui, total aset Bank Mandiri melesat lantaran telah terkonsolidasi dengan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS).

Peningkatan Kinerja

Selain menambah total aset, Holding BUMN Ultra Mikro dinilai Lucky menjadi momentum BRI untuk memperkuat kinerja. Dengan pangsa pasar segmen ultra mikro yang menyentuh 30 juta orang, Lucky bilang kinerja BRI bisa semakin kokoh.

Tantangannya, BRI harus mengoptimalkan layanan digitalnya. Lucky bilang tantangan BRI dua kali lebih berat dibandingkan bank lainnya karena segmen ultra mikro belum terlalu menguasai layanan keuangan secara digital.

“BRI berpotensi menjadi raksasa bila bisa mengoptimalkan layanan digitalnya kepada segmen ultra mikro,” jelas Lucky.

Dalam menjawab tantangan ini, Sekretaris Perusahaan BRI Aestika Oryza mengatakan hybrid bank dapat menjadi solusi efisiensi sekaligus digitalisasi kepada segmen ultra mikro.

“Agar cost credit lebih rendah tentu dua faktor tersebut harus dapat di-manage dengan baik. Strateginya yakni dengan melakukan kolaborasi dan digitalisasi,” jelas Aestika.

Pada paparan publik pekan lalu, emiten bersandi BBRI ini mengumumkan kehadiran hybrid bank sebagai salah satu rencana perseroan dalam menggenjot efisiensi biaya dana tersebut. 

Sadar pangsa pasar tidak memiliki kecakapan digital yang mumpuni, BRI akan mengkolaborasikan agen BRILink yang berjumlah 470.000 personil di 9.200 outlet per Agustus 2021.

Agen BRILink ini menjadi ujung tombak BRI meraih efisiensi. Hal ini dipadukan dengan kapabilitas digital BRI seperti mobile banking, internet banking, hingga sejumlah partnership dengan berbagai platform digital lain.

hal ini juga diklaim Aestika menjadi solusi atas potensi membengkaknya biaya dana (cost of fund/COF) ketika ekspansi kredit terhadap segmen ultra mikro dilakukan. 

“Menggarap segmen ultra mikro merupakan sebuah tantangan bagi BRI, Pegadaian dan PNM. Hal tersebut dikarenakan adanya operational risk dan operational cost yang tinggi,” ucap Aestika saat diwawancarai TrenAsia.com, Rabu, 15 September 2021.

Padahal, selama ini BRI tercatat memiliki CoF yang efisien di angka 2,2% pada semester I-2021 atau turun dibandingkan semester I-2020 yang sebesar 3,2%.