Tekno

Jadi Ketegangan Inggris-Rusia, Apa Itu Senjata Depleted Uranium?

  • Inggris dan Rusia sedang bersitegang terkait pengiriman senjata dengan depleted uranium ke Ukraina.
Tekno
Amirudin Zuhri

Amirudin Zuhri

Author

LONDON- Inggris dan Rusia sedang bersitegang terkait pengiriman senjata dengan depleted uranium ke Ukraina. Apa sebenarnya depleted uranium? Benarkah bisa memunculkan efek radiasi sebagaimana nuklir?

Presiden Rusia Vladimir Putin sebagiamana dilaporkan TASS Rabu 22 Maret 2023 memperingatkan  Moskow akan "dipaksa untuk bereaksi" jika Inggris memberi Ukraina amunisi tank penembus baja yang mengandung depleted uranium.  

“Reaksi ini diperlukan karena Barat secara kolektif sudah mulai menggunakan senjata dengan komponen nuklir,” kata Putin.

Kementerian Pertahanan Inggris menolak peringatan Putin. Mereka mengatakan peluru penembus baja telah menjadi peralatan standar selama beberapa dekade. Dan  tidak ada hubungannya dengan senjata atau kemampuan nuklir.

Kementerian tersebut menuduh Rusia melakukan disinformasi yang disengaja karena menggambarkan amunisi tersebut sebagai senjata dengan komponen nuklir. Putin disebut hanya cari-cari alasan untuk mengeluarkan ancaman nuklir. 

Lalu sebenarnya apa itu depleted uranium? Dan bagaimana sejarah penggunaannya dalam militer? 

Depleted uranium (DU) secara mudah bisa disebut sebagai produk sampingan dari pengayaan uranium. Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mendefinisikan uranium sebagai bahan Aktivitas Spesifik Rendah. Dalam keadaan aslinya, ia terdiri dari tiga isotop yakni U-234, U-235 dan U-238. 

Untuk menghasilkan bahan bakar  reaktor nuklir dan senjata nuklir tertentu, uranium harus diperkaya dalam hal isotop U-235. Bahan  yang bertanggung jawab untuk fisi nuklir.  Selama proses pengayaan fraksi U-235 meningkat dari tingkat alaminya yakni  0,72% massa menjadi antara 2% dan 94% massa. Pengayaan juga mengurangi konsentrasi U-235 dan U-234.  Dan produk sampingan dari proses pengayaan inilah yang  dikenal sebagai depleted uranium . 

Jadi gampangnya depleted uranium adalah uranium yang sudah dikuras isotopnya. Menurut IAEA, karena  sudah dikuras maka depleted uranium memiliki jauh lebih sedikit radioaktif daripada uranium alami. 

Cocok untuk Militer

Sifat fisik dan kimia uranium membuatnya sangat cocok untuk penggunaan militer. Depleted uranium digunakan dalam pembuatan amunisi terutama untuk menembus pelapis lapis baja seperti yang ditemukan pada tank.  Bahan ini ditempatkan  di kerucut amunisi  dan sebagai komponen lapis baja tank. Lapis baja yang terbuat dari depleted uranium jauh lebih tahan terhadap penetrasi daripada pelat lapis baja baja konvensional.

Amunisi penusuk lapis baja umumnya disebut sebagai "penetrator energi kinetik". DU lebih disukai daripada logam lain. Ini  karena kerapatannya yang tinggi. Selain itu juga memiliki  sifat piroforik. Yakni dapat menyala sendiri saat terkena suhu 600° hingga 700° dan tekanan tinggi. 

Pada saat menabrak target, penetrator DU menyala, pecah menjadi fragmen, dan membentuk partikel aerosol  atau debu DU. Ukuran pecahan akan bergantung pada sudut tabrakan, kecepatan penetrator, dan suhu. 

Partikel debu halus ini  dapat terbakar secara spontan di udara. Potongan-potongan kecil dapat menyala dalam api dan terbakar. Tetapi pengujian menunjukkan bahwa potongan-potongan besar, seperti penetrator yang digunakan dalam senjata anti-tank, atau pemberat penyeimbang pesawat, biasanya tidak akan terbakar.

Penggunaan depleted uranium untuk senjata mulai dilakukan pada tahun 1980an oleh Amerika. Bahan ini diugnakan untuk membuat lapisan  tank, peluru, dan roket.   Keunggulan depleted uranium dalam peperangan pertama kali dilihat dan dianalisis secara menyeluruh selama Operasi Badai Gurun tahun 1991 oleh militer Amerika dan Inggris.

 Sebagian besar tank tempur utama menembakkan peluru yang mengandung depletd uranium. Pentagon kemudian memperkirakan bahwa lebih dari 14.000 amunisi seperti itu ditembakkan. 940.000 peluru lainnya ditembakkan oleh pesawat untuk mendukung operasi penghancuran tank. 

Secara keseluruhan Pentagon memperkirakan bahwa 320 ton depleted uranium ditembakkan oleh unit Amerika dan Inggris. Ini memunculkan kekhawatiran akan bahaya radioaktif.

Bahaya Kesehatan

Segera setelah Perang Teluk berakhir pertanyaan dan kekhawatiran mulai muncul terkait DU. Setelah Perang Teluk ribuan veteran mulai menyuarakan masalah kesehatan kronis yang baru muncul. Sekitar 250.000 dari 697.000 veteran yang bertugas di Perang Teluk 1991 menderita penyakit multi-gejala kronis yang bertahan lama.  Ratusan ribu veteran diperiksa dan diberitahu bahwa mereka menderita penyakit yang belum bisa didiagnosis. Terlepas dari semua ini, militer masih belum setuju untuk mendanai penelitian untuk akhirnya membuktikan bahwa veteran yang terpapar DU memiliki masalah kesehatan.

Amerika Serikat dan Sekutunya tidak mengurangi atau merevisi penggunaan senjata DU sejak saat itu. DU digunakan di Kosovo dan Serbia, Irak, Afghanistan dan Libya. 

Banyak penelitian tentang DU dapat dikaitkan dengan negara-negara bekas pendudukan setelah mereka mulai mempelajari efek perang mereka. Irak melaporkan peningkatan tajam dalam kejadian leukemia anak dan kelainan genetik di antara bayi yang lahir. Dan dokter Irak mengaitkan kelainan ini dengan kemungkinan efek jangka panjang DU.

Tetapi sejumlah studi lain membantahnya. Tinjauan literatur tahun 1999  Rand Corporation menyatakan tidak ada bukti yang didokumentasikan dalam literatur kanker atau efek kesehatan negatif lainnya yang terkait dengan radiasi yang diterima dari paparan depleted uranium. 

Sebuah studi onkologi tahun 2001 menyimpulkan bahwa konsensus ilmiah saat ini adalah bahwa paparan DU pada manusia  sangat tidak mungkin menimbulkan induksi kanker. Badan Atom Internasional atau IAEA pada tahun 2003 melaporkan bahwa “berdasarkan bukti ilmiah yang kredibel, tidak ada hubungan yang terbukti antara paparan DU dan peningkatan kanker pada manusia. Atau  dampak kesehatan atau lingkungan yang signifikan lainnya.

Namun IAEA mengakui seperti logam berat lainnya, depleted uranium berpotensi beracun. Dalam jumlah yang cukup, jika DU tertelan atau terhirup bisa berbahaya karena toksisitas kimianya. Konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan ginjal.  IAEA menyimpulkan bahwa meski depleted uranium adalah karsinogen potensial, tidak ada bukti bahwa itu bersifat karsinogenik pada manusia.