Ilustrasi Bendera NU
Hukum Bisnis

Jadi Pengelola Tambang, NU Wajib Bayar Kompensasi Ini

  • Badan usaha yang berada di bawah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah mengajukan permohonan izin untuk mengelola Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK)

Hukum Bisnis

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Badan usaha yang dikelola oleh organisasi masyarakat (ormas) keagamaan yang mengelola izin wilayah usaha pertambangan khusus (WIUPK) diusulkan untuk wajib membayar Kompensasi Data dan Informasi (KDI), sama seperti pengelola wilayah tambang lainnya. 

Hal ini disampaikan oleh Staf Ahli Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Lana Saria.

Saat ini, badan usaha yang berada di bawah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah mengajukan permohonan izin untuk mengelola Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK). 

Langkah NU tersebut merupakan respons terhadap kebijakan pemerintah yang membuka peluang bagi organisasi masyarakat keagamaan untuk berpartisipasi dalam pengelolaan wilayah tambang tertentu, khususnya area tambang batu bara eks PKP2B generasi pertama yang telah berproduksi sebelumnya.

Menurut Lana, kewajiban pembayaran KDI ini akan tercantum dalam revisi Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2023 tentang Pengalokasian Lahan Bagi Penataan Investasi. 

“Jadi, nanti kalau sudah ditentukan siapa yang akan menggunakan wilayah tersebut, tentunya ada kewajiban membayar yang namanya KDI atau Kompensasi Data dan Informasi,” tegas Lana, dikutip Kamis 27 Juni 2024.

Poin-Poin Penting Rencana Revisi Perpres 70/2023,

Kewajiban Pembayaran KDI

Ormas keagamaan yang mengelola WIUPK harus membayar Kompensasi Data dan Informasi (KDI) sama seperti pengelola wilayah tambang lainnya. Pembayaran KDI ini masuk ke kas negara dan menjadi penerimaan negara bukan pajak.

Perhitungan KDI

Perhitungan KDI diatur dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 23.K/MB.01/MEM.B/2023.

Pengaturan Pengajuan Izin

Pengajuan izin oleh organisasi keagamaan harus dalam bentuk badan usaha.

Kepemilikan Saham

Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dan/atau kepemilikan saham ormas keagamaan pada badan usaha tidak dapat dipindah tangankan dan/atau dialihkan tanpa persetujuan menteri. Kepemilikan saham ormas keagamaan dalam badan usaha harus mayoritas dan menjadi pengontrol.

Larangan Kerja Sama

Badan usaha yang dikelola oleh ormas keagamaan dilarang bekerja sama dengan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) sebelumnya dan/atau afiliasinya.

Pembatasan Periode Penawaran WIUPK

Pembatasan periode penawaran WIUPK berlaku dalam jangka waktu lima tahun sejak berlakunya Peraturan Pemerintah (PP) 25/2024 tentang Kegiatan Usaha Mineral dan Batubara.

Pemerintah berharap bahwa dengan adanya aturan yang jelas dan tegas, pengelolaan WIUPK oleh ormas keagamaan dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan peraturan yang berlaku, sehingga kontribusi sektor pertambangan terhadap perekonomian nasional dapat terus meningkat.

Diatur Satgas Investasi

Menurut Lana, proses pemberian WIUPK ini akan diatur oleh Satuan Tugas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi yang dipimpin oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia. 

"Proses pemberiannya (WIUPK) akan dilakukan oleh Satuan Tugas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi,” pungkas Lana.

Saat ini, Kementerian Investasi/BKPM sedang menyusun revisi Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2023 yang akan memuat ketentuan lebih rinci mengenai penawaran WIUPK kepada badan usaha ormas keagamaan.

WIUPK yang dapat dikelola oleh badan usaha ormas keagamaan dibatasi pada wilayah tambang batu bara yang sudah pernah berproduksi atau lahan dari eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) generasi pertama. 

Pemerintah telah mengidentifikasi enam wilayah tambang batu bara eks PKP2B yang berpotensi untuk dikelola oleh badan usaha ormas agama, meliputi PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Adaro Energy Tbk, PT Multi Harapan Utama (MHU), dan PT Kideco Jaya Agung.