Jadi Saksi Kasus CPO, Kejagung Panggil Menko Airlangga
- Airlangga bakal dimintai keterangan sebagai saksi terkait kasus korupsi persetujuan ekspor Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit mentah
Nasional
JAKARTA - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dipanggil penyidik Kejaksaan Agung pada Selasa 18 Juli 2023. Airlangga bakal dimintai keterangan sebagai saksi terkait kasus korupsi persetujuan ekspor Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit mentah
Kabar pemanggilan tersebut sebenarnya sudah tersiar sejak hari Senin 17 Juli 2023 kemarin. “Benar (dipanggil) perkara CPO” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan RI, Ketut Sumedana, dikutip dari Antara, Selasa 18 Juli 2023.
Menanggapi panggilan Kejagung,, Airlangga akan datang untuk memenuhinya. “Rencana beliau akan hadir pukul 16.00 WIB” lanjut Ketut Sumedana. Sejauh ini, ada tiga perusahaan yang telah ditetapkan Jampidsus sebagai tersangka korporasi dalam kasus korupsi terkait persetujuan ekspor CPO dan produk turunannya, termasuk minyak goreng.
Perkara korupsi yang menyeret tiga perusahaan sawit besar tersebut diketahui telah selesai disidangkan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Adapun putusan hukumnya telah inkracht atau berkekuatan hukum tetap pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung.
- Pemogokan Pekerja UPS Berpotensi Guncang Ekonomi AS
- ESG Jadi Penilaian Utama Investor, Ini yang Harus Dilakukan Perusahaan
- China Luncurkan Reaktor Thorium Pertama, Inovasi Energi Nuklir Ramah Lingkungan
Pertahankan Daya Beli Masyarakat
Dalam kasus korupsi ini telah ditetapkan para terpidana yang berjumlah lima orang. Masing-masing memiliki hukuman berbeda antara 5 hingga 8 tahun. Perbuatan yang dilakukan pelaku dinilai berdampak signifikan terhadap kehidupan masyarakat.
Hal ini karena terjadi kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng di pasaran. Oleh karena itu pemerintah harus mengeluarkan dana sebesar Rp6,19 triliun guna mempertahankan daya beli masyarakat akibat kenaikan minyak goreng.
Dalam perkara tersebut, hakim pada putusannya memandang perbuatan yang dilakukan oknum dari perusahaan sawit itu sebagai kejahatan korporasi. Hal ini karena perusahaan tempat oknum tersebut bekerja memperoleh keuntungan dari aksi yang mereka lakukan.