<p>Warga memilih kue kering di kios pedagang Pasar Mayestik, Jakarta Selatan, Senin, 3 Mei 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

Jadi Tulang Punggung Ekonomi, Konsumsi Rumah Tangga Justru Masih Minus 2,33 Persen

  • Ekonomi Indonesia yang masih terkontraksi 0,74% year on year (yoy) dipicu oleh belum pulihnya konsumsi rumah tangga. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan konsumsi rumah tangga Indonesia pada kuartal I-2021 masih terkontraksi 2,23% yoy.

Industri
Muhamad Arfan Septiawan

Muhamad Arfan Septiawan

Author

JAKARTA – Ekonomi Indonesia yang masih terkontraksi 0,74% year on year (yoy) dipicu oleh belum pulihnya konsumsi rumah tangga. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan konsumsi rumah tangga Indonesia pada kuartal I-2021 masih terkontraksi 2,23% yoy. 

Kepala BPS Kecuk Suhariyanto mengatakan belanja pemerintah sebenarnya bisa tumbuh lebih baik bila Pemerintah Daerah (Pemda) lebih tanggap dalam membelanjakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Suhariyanto melaporkan, konsumsi rumah tangga tetap mengalami perbaikan meski masih terkontraksi. Konsumsi rumah tangga tercatat sempat berada di posisi minus 5,52% pada kuartal II-2020, kemudian menyusut menjadi minus 4,05% pada kuartal III-2021, minus 3,61% pada kuartal IV-2020.

“Konsumsi rumah tangga masih mengalami kontraksi 2,23%. Namun ini menunjukan ke arah perbaikan. Konsumsi rumah tangga yang terkontraksi juga dikarenakan indeks keyakinan konsumen (IKK) kuartal I-2021 yang masih 88,02 atau lebih rendah dibandingkan kuartal I-2020 sebesar 117,70” kata Suhariyanto dalam konferensi pers, Rabu 5 Mei 2021.

Suhariyanto mengatakan konsumsi rumah tangga masih menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Sebanyak 88,9% Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada kuartal I-2021 diketahui berasal dari konsumsi rumah tangga dan investasi.

Adapun konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) terkontraksi lebih dalam, yakni 4,53% yoy pada kuartal I-2021. Sementara itu, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), kata Suhariyanto, sudah mendekati zona netral dengan catatan minus 0,23%.

Di sisi lain, konsumsi pemerintah telah tumbuh 2,96% yoy pada kuartal I-2021. Menurut Suhariyanto, belanja pemerintah didominasi untuk program penanganan COVID-19 dan vaksinasi.

Lebih Agresif

Sementara itu, Suhariyanto mendorong Pemda untuk lebih agresif dalam melakukan realisasi APDB. “Belanja barang, modal, jasa, dan pegawai mengalami kontraksi. Kemarin pak Presiden sempat mengingatkan anggaran yang ada untuk membantu pemulihan ekonomi,” kata Suhariyanto.

Kondisi lambatnya realisasi belanja APBD sebenarnya telah dikeluhkan oleh banyak pihak. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, belanja daerah yang lambat menjadi salah satu pemicu Indonesia masuk ke jurang resesi ekonomi.

“Instrumen fiskal itu mampet dan tidak berjalan waktu di pusat karena berhenti karena ada jeda di daerah. Hal ini kami lihat dari evaluasi di kuartal III-IV 2020 yang pertumbuhannya terhambat karena Pemda tidak melakukan belanja secepat yang diharapkan,” kata Sri Mulyani dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional, Selasa 4 Mei 2021.

Pemerintah pusat sebenarnya telah mengeluarkan kebijakan untuk mendongkrak konsumsi rumah tangga. Bagi kalangan ekonomi lemah,pemerintah telah meluncurkan program Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa. 

Ekonom  Sucor Sekuritas Ahmad Mikail mengatakan BLT menjadi penting posisinya untuk menggerakan kembali perekonomian Indonesia. “Belanja infrastruktur dan belanja sosial, kemungkinan bisa ditambah dan diperpanjang untuk belanja bantuan sosial ini,” kata Mikail dalam diskusi virtual, Selasa 4 Mei 2021.

Namun, nyatanya Pemda juga tergolong lambat dalam mencairkan dana bantuan tersebut. Hingga April 2021, realisasi BLT Dana Desa baru sebesar Rp1,5 triliun atau 32% dari pagu anggaran.