Atlet Karate Afghanistan yang Kini Jadi WNI Khawatirkan Hak Perempuan Pasca Taliban Berkuasa.jpg
Dunia

Jadi WNI, Atlet Karate Berdarah Afghanistan Ini Khawatirkan Hak Perempuan Pasca Taliban Berkuasa

  • Atlet karate asal Afghanistan Meena Asadi yang kini jadi WNI mengkhawatirkan hak perempuan di negaranya pasca Taliban menguasai negara itu pekan lalu.

Dunia

Daniel Deha

JAKARTA -- Atlet karate asal Afghanistan Meena Asadi mengkhawatirkan hak perempuan di negaranya pasca Taliban menguasai negara itu pekan lalu. Dia meragukan pencitraan Taliban dan memikirkan masa depan para atlet perempuan asal Afghanistan.

Meena saat ini tinggal di Cisarua, Bogor, Jawa Barat bersama keluarganya. Dia keluar dari Afghanistan sejak berusia 12 tahun dan menetap di Indonesia pada 2015.  Beberapa tahun sebelum ke Indonesia, dia tinggal di Pakistan.

Dia mengatakan kepada Reuters bahwa dia harus melarikan diri dari Afghanistan dua kali karena kekerasan yang sedang berlangsung di negara itu dan kembali berkuasanya Taliban bukanlah pertanda baik.

"Semua prestasi dan nilai-nilai dihancurkan, dan ini akan menjadi momen kelam bagi masyarakat, terutama bagi perempuan dan anak perempuan," katanya, dikutip dari Fox News, Jumat, 20 Agustus 2021.

Meena pernah mewakili Afghanistan pada South Asian Games 2010 di Daka, Bangladesh. Kala itu dia memenangkan tiga medali.

Kemudian pada Kejuaraan Karate South Asian 2012, Meena kembali mewakili negaranya dan memenangkan dua medali. Dia menjadi satu-satunya atlet perempuan Afghanistan yang berkompetisi.

Sepanjang karirnya, atlet dari etnis Hazara ini mengumpulkan sekitar 30 medali dalam kompetisi karate.

Namun dengan Taliban kembali berkuasa, Meena menawarkan prediksi serius bagi atlet wanita yang masih berada di negara itu.

"Semuanya sudah selesai untuk atlet putri," katanya.

Dalam konferensi pers awal pekan ini, pemimpin Taliban mengklaim bahwa pihaknya akan menjamin hak-hak perempuan dan anak-anak.

Namun banyak pihak telah mengatakan bahwa pernyataan itu merupakan pencitraan kelompok nasionalis Islam itu terhadap masyarakata global.

Ketika berkuasa, mereka akan tetap menjalankan praktik diskriminasi dan ketidakadilan terhadap hak-hak perempuan sebagaimana telah mereka lakukan ketika berkuasa pada tahun 1996-2001.