<p>Perry Warjiyo dalam konferensi video pada Selasa, 24 Maret 2020 yang disiarkan melalui kanal YouTube Bank Indonesia</p>
Industri

Jaga Pemulihan Ekonomi dari Varian Omicron, Ekonom UI Sarankan BI Tahan Suku Bunga di 3,5 Persen

  • Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) menilai Bank Indonesia (BI) perlu menahan suku bunga acuan alias BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di level 3,5% bulan ini
Industri
Ananda Astri Dianka

Ananda Astri Dianka

Author

JAKARTA – Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) menilai Bank Indonesia (BI) perlu menahan suku bunga acuan alias BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di level 3,5% bulan ini.

Alasannya, para ekonom UI melihat level suku bunga saat ini berperan penting untuk menjaga stabilitas rupiah dan medukung agenda pemulihan ekonomi pascapandemi.

“Mengingat ketidakpastian global yang lebih tinggi akhir-akhir ini, BI perlu mempertahankan suku bunga acuan di tingkat 3,50 persen,” tulis periset dari laporan Macroeconomic Analysis Series LPEM FEB UI, Kamis 16 Desember 2021.

Usai dilanda gelombang varian Delta, sinyal perbaikan ekonomi Indonesia sudah terlihat di mana-mana. Tercermin dari kenaikan Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) di level 118,5, Purchasing Manufacture Index (PMI) sebesar 53,9. Serta inflasi tahunan November mencapai 1,75% year-on-year (yoy), tercatat sebagai inflasi tertinggi sejak Juli 2020. 

Surplus perdagangan juga mencapai rekor US$5,7 miliar pada Oktober 2021. Surplus disumbang aktivitas ekspor yang meningkat 53,5% (yoy). Lebih rendah dari ekspor, impor juga terpantau naik jadi 51,1% (yoy). Walhasil, Indonesia mencatat surplus perdagangan selama 18 bulan berturut-turut.

Bank Indonesia dijadwalkan akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pukul 14.00 WIB nanti, setelah menggelar RDG selama 15-16 Desember 2021. Ini merupakan RDG terakhir untuk tahun 2021. 

Hantu Omicron

“Terlepas dari kondisi yang membaik di perekonomian domestik, kondisi eksternal cukup mengkhawatirkan,” tulis riset itu.

Ditemukannya varian Omicron di beberapa negara memaksa negara-negara tersebut untuk mengambil langkah drastis dengan memperketat kebijakan pembatasan sosialnya. Buntut dari pembatasan sosial adalah gangguan pada rantai pasok global yang berujung pada kenaikan harga komoditas. 

Akhirnya, inflasi meningkat tajam di beberapa negara maju dan berkembang, seperti Amerika Serikat (AS), Inggris, Turki, dan India.

Di tengah gejolak pasar global, kebijakan moneter BI yang akomodatif dinilai berhasil menjaga posisi cadangan devisa (cadev) sebesar US$145,9 miliar pada November 2021. 

Tingkat cadangan devisa saat ini terhitung lebih dari cukup karena setara dengan 8,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, sudah jauh lebih tinggi dibandingkan standar kecukupan internasional yang hanya sekitar tiga bulan impor.

Secara keseluruhan, tahun ini kinerja mata uang Indonesia relatif terkelola dengan baik dengan Rupiah diharapkan menjadi mata uang dengan kinerja terbaik di Asia pada 2021.

Dengan demikian, ekonom UI melihat masih terlalu dini untuk memprediksi berapa lama restriksi sosial yang diperlukan atau seberapa besar gangguan berikutnya dalam perekonomian. 

Namun, dengan tingkat vaksinasi yang meningkat pesat dan pembelajaran dari penanganan pandemi gelombang kedua, perekonomian diharapkan lebih siap menghadapi COVID-19.

“Pemerintah perlu menjaga momentum pemulihan ekonomi dengan memperkuat langkah-langkah antisipatif untuk mencegah kemungkinan munculnya gelombang baru COVID-19 pada akhir tahun ini.”