Jaga Stabilitas Harga Minyak Goreng, DPR Dorong Optimalisasi Holding PTPN
- DPR mendorong optimalisasi kinerja Holding PTPN untuk meningkatkan kapasitas produksi minyak goreng di tengah kelangkaan yang menyebabkan lonjakan harga.
Nasional
JAKARTA -- DPR mendorong optimalisasi kinerja Holding PT Perkebunan Nusantara (Persero) sebagai produsen kelapa sawit milik pemerintah untuk meningkatkan kapasitas produksi minyak goreng di tengah kelangkaan yang menyebabkan lonjakan harga.
"Bukankah peran BUMN tidak melulu mencari keuntungan tapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat?" ujar Anggota Komisi XI DPR RI, Sihar Sitorus dalam keterangan pers, Rabu, 2 Februari 2022.
Pada tahun 2020, PTPN berasil membukukan produksi crude palm oil (CPO) sebanyak 2,38 juta ton. Dengan terus meningkatkan produksinya, maka PTPN bisa membeli tanda buah segar (TBS) dari petani dan melepaskan stok ekspor CPO untuk pasar domestik.
Sihar mempertanyakan kebijakan domestik market obligation (DMO) bagi seluruh eksportir minyak sawit sebesar 20%.
- Pantauan KSSK, Stabilitas Sistem Keuangan Memasuki Kondisi Normal di Kuartal Empat 2021
- Capai 71 Persen, SPAM Bandar Lampung Ditargetkan Rampung Pada Agustus 2022
- Jokowi Resmikan Sejumlah Proyek Infrastruktur di Sumatra Utara, Apa Saja?
Dengan kebijakan ini, setiap eksportir sawit diwajibkan untuk memasok ke dalam negeri sebanyak 20% untuk menghindari kelangkaan karena momentum kenaikan harga CPO kerap kali menjadi kesempatan produsen untuk menjual ke luar negeri.
Kemendag pun menetapkan domestic price obligation (DPO) minyak sawit sebesar Rp9.300 per kilogram (kg) untuk CPO dan 10,300 per liter untuk olein. Dua harga tersebut, sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) didalamnya.
Menurut Sihar, kuota DMO tersebut sangat berbanding terbalik dengan status keberadaan dari minyak goreng yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
"Minyak goreng menyangkut hajat hidup orang banyak, potongan minyak goreng tentu tidak boleh berkurang. Melalui proses eliminasi, maka loyang lain lah yang harus tergerus," pungkas Sihar.
Menurut dia, kebijakan DMO 20% tidak bisa menyelesaikan permasalahan kenaikan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng yang terus terjadi setiap tahunnya.
Meski pemerintah mengeluarkan kebijakan subsidi minyak goreng seperti yang sudah diberlakukan sejak Januari lalu. Dimana harga minyak goreng yang sebelumnya melambung tinggi pada akhir 2021 dengan harga Rp20.500 per kilogram (Kg) kini disubsidi menjadi Rp11.500 per Kg.
Menurut data Kemendag kebutuhan minyak goreng nasional tahun ini sebanyak 5,7 juta kilo liter (KL). Jumlah ini terdiri dari kebutuhan rumah tangga sebesar 3,9 juta KL. Dari jumlah ini, sebanyak 1,2 juta KL untuk kemasan premium, 231 ribu KL kemasan sederhana, dan 2,4 juta KL curah. Adapun untuk kebutuhan industri diperkirakan sebesar 1,8 juta KL.
Sihar menyarankan agar pemerintah perlu mencari solusi lain dalam menjaga stabilitas harga minyak goreng agar masalah kronis yang hampir selalu menerpa bangsa Indonesia setiap ini teratasi.
Selain optimalisasi PTPN, dia juga menawarkan pilihan kedua yakni melalui upaya penurunan levy atau pajak ekspor sebagai insentif untuk mendorong produksi.
Hal ini bisa dilakukan oleh Badan Layanan Umum (BLU) Badan Pengelola Dana Perkebunanan Kelapa Sawit (BPDPKS) sehingga jumlah CPO lebih banyak sehingga harga CPO menjadi lebih kompetitif.
Dia juga menawarkan kebijakan penggunaan Dana Desa melalui Badan Usaha Milik Desa (BumDes), agar bisa diarahkan kepada pembangunan pabrik minyak goreng hasil perkebunan masyarakat.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menegaskan agar implementasi kebijakan DMO dan DPO jangan sampai merugikan petani sawit.
Pasalnya, kebijakan DPO sempat disalahartikan oleh beberapa pelaku usaha sawit yang seharusnya membeli CPO melalui mekanisme lelang yang dikelola PT KPBN (Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara) dengan harga lelang namun mereka melakukan penawaran dengan harga DPO.
"Hal tersebut telah membuat resah petani sawit. Seharusnya pembentukan harga tetap mengikuti mekanisme lelang di KPBN tanpa melakukan penawaran harga sebagaimana harga DPO," tegas Lutfi.
Adapun, eksportir yang terkenda kebijakan DMO yakni eksportir CPO, used oil coocking (UCO), refined, bleached, and deodorized (RBD) Olein, serta sisa residu. Namun pemerintah telah membicarakan dengan pelaku usaha agar mempertimbangkan kepentingan masyarakat di masa pandemi.
Untuk melakukan pengawasan terhadap implementasi kebijakan tersebut, pemerintah mengajak mengajak masyarakat untuk berpartisipasi melalui pengaduan via hotline, email, atau aplikasi jika ada penjual yang menjajakan minyak goreng di atas HET.
"Masyarakat dapat mengadukan ke hotline nomor WhatsApp ke 0812-1235-9337, surat elektronik (e-mail), hotlinemigor@kemendag.go.id, atau melalui layanan aplikasi Zoom Meeting dengan ID 969-0729-1086 dengan password migor," ungkap Lutfi.