<p>Pada 16 Agustus tim peneliti di Rumah Sakit Darurat Corona (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta telah selesai melakukan uji klinis kandidat imunomodulator yang berasal dari tanaman herbal asli Indonesia untuk pasien Covid-19/ Sumber: lipi.go.id</p>
Home

Jahe Merah Hingga Meniran Lolos Uji Klinis Kandidat Imunomodulator Corona

  • JAKARTA – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Lipi) mengumumkan bahwa sejumlah tanaman rempah lokal lolos uji klinis kandidat imunomodulator untuk pasien COVID-19. Dua produk yang diuji klinis di Rumah Sakit Darurat Corona (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta adalah rimpang jahe merah (Zingiber officinale var Rubrum), daun meniran (Phyllanthus niruri), sambiloto (Andrographis paniculata), dan daun sembung (Blumea balsamifera). “Uji klinis […]

Home
Ananda Astri Dianka

Ananda Astri Dianka

Author

JAKARTA – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Lipi) mengumumkan bahwa sejumlah tanaman rempah lokal lolos uji klinis kandidat imunomodulator untuk pasien COVID-19.

Dua produk yang diuji klinis di Rumah Sakit Darurat Corona (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta adalah rimpang jahe merah (Zingiber officinale var Rubrum), daun meniran (Phyllanthus niruri), sambiloto (Andrographis paniculata), dan daun sembung (Blumea balsamifera).

“Uji klinis imunomodulator dengan bahan asli dari keanekaragaman hayati Indonesia merupakan yang pertama yang dilakukan secara independen serta melibatkan banyak pihak untuk memastikan objektifitas dan akurasinya terjaga,” kata Kepala LIPI, Laksana Tri Handoko dalam keterangan resminya, Selasa, 18 Agustus 2020.

Setelah selesai diuji klinis, data tersebut tengah diverifikasi untuk memastikan hasilnya akurat untuk kemudian dikirimkan kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) selaku regulator.

Menurut Handoko, apabila dua produk imunomodulator tersebut terbukti dan berkhasiat menurut BPOM, maka kedua produk dalam menjadi fitofarmaka.

Dengan menjadi fitofarmaka, dua produk imunomodulator tersebut dapat diproduksi massal dan diresepkan oleh dokter untuk dipakai dalam penanganan pasien. “Tentunya dengan harga relatif jauh lebih murah karena formula dan bahan baku lokal,” tambah Handoko.

Metode Penelitian

Dalam uji klinisnya, LIPI melibatkan 90 subyek penelitian dengan rentang usia 18 hingga 50 tahun yang diberikan intervensi selama 14 hari.

Adapun, kriteria subyek penelitian adalah pasien positif COVID-19 baru yang telah dikonfirmasi melalui Reverse Transcription-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) dan memiliki gejala pneumonia ringan.

LIPI memastikan subyek yang dgunakan dalam penelitian tidak sedang mengandung atau menderita penyakit lain seperti DBD, demam tifus, gangguan jantung, gangguan ginjal, maupun memiliki alergi terhadap produk yang diujikan.

Meski telah menguji klinis, LIPI menyebut pihaknya masih menunggu hasil analisis BPOM untuk dapat mengumumkan uji klinis yang telah dilakukan.

“Kami tidak akan menyatakan klaim khasiat sebelum ada hasil resmi dari BPOM,” kata Masteria Yunovilsa Putra, dari Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI.

Keuntungan Metode Acak

Dengan metode sistem blinding yang acak dan tersamar ganda, baik subyek maupun peneliti tidak mengetahui apakah yang diberikan kepada subyek tersebut adalah salah satu dari produk yang diujikan atau plasebo.

“Metode uji klinis kandidat imunomodulator dilakukan secara acak terkontrol tersamar ganda dengan plasebo untuk menghindari terjadinya bias pada penelitian,” sebut Masteria.

Terdapat dua produk uji dan satu plasebo yang diberikan secara acak dan merata kepada 90 subyek uji yang dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok perlakuan pertama mendapat terapi standar COVID-19 dan Investigational Product 1 (kombinasi herbal).

Selanjutnya, kelompok perlakuan kedua mendapat terapi standar COVID-19 dan Investigational Product 2 (Cordyceps), dan kelompok kontrol mendapat terapi standar COVID-19 dan plasebo.

Tujuan utama dari uji klinis ini adalah untuk melihat apakah waktu yang diperlukan untuk mencapai perbaikan gejala klinis non-spesifik dapat memiliki durasi yang lebih pendek.

“Uji klinis juga ditujukan untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai hasil RT-PCR negatif setelah adanya perbaikan gejala klinis,” terang Masteria.