Jahja Setiaatmadja: Hanya 2 Atau 3 Bank Digital Yang Bakal Bertahan Lama
- Ramalan Jahja bukan tanpa alasan. Menurutnya, di tengah lanskap persaingan bank digital tanah air yang ketat, diperlukan kreativitas dalam memelihara dan meningkatkan nasabah yang aktif bertransaksi. Karena tanpanya, profitabilitas sulit dikerek. Pada akhirnya, jumlah transaksi lah yang menentukan laba, bukan jumlah pengguna aktif.
Industri
JAKARTA - Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menaksir masa depan industri bank digital di Indonesia. Menurutnya, ke depan, hanya akan ada dua atau tiga bank digital saja yang mampu bertahan.
Ramalan Jahja bukan tanpa alasan. Menurutnya, di tengah lanskap persaingan bank digital tanah air yang ketat, diperlukan kreativitas dalam memelihara dan meningkatkan nasabah yang aktif bertransaksi. Karena tanpanya, profitabilitas sulit dikerek. Pada akhirnya, jumlah transaksi lah yang menentukan laba, bukan jumlah pengguna aktif.
Menurut Jahja, tantangan lain yang tidak kalah pelik bagi bank digital adalah mengantisipasi perubahan perilaku nasabah saat ini, dimana mereka kerap mendiversifikasi simpanannya. Jika abai dan tak mampu menangkap peluang, bak digital tak akan mampu bertahan.
- Jelang Pembukaan Piala Dunia 2022, 8 Pemain Timnas Ekuador Diduga Disuap Qatar Rp115 miliar Agar Kalah
- Satgas ESC B20 Bukukan Rp180,3 Triliun Lebih Proyek Transisi Energi
- 10 Perusahaan dengan Karyawan Terbanyak di Dunia
“Bank digital saya pikir pada akhirnya hanya akan tersisa dua atau tiga yang memiliki kemampuan untuk berlanjut,” kata Jahja di sela wawancara dengan TrenAsia.com, Jumat, 18 November 2022.
Jahja juga merefleksikan fenomena bank digital di negara lain yang lebih dulu yang sukses. Di Jepang misalnya, Rakuten berhasil menjadi pemimpin pasar. Pun dengan KakaoBank di Korea Selatan, ANT Financial di Hong Kong dan TMRW di Thailand.
Menurut Jahja, secara alami landskap pemain di industri bank digital akan tersaring dengan sendirinya, tak ubahnya dengan sejarah perbankan di tanah air. Sekitar tahun 1990 an, jumlah bank di Indonesia masih marak, lebih dari 200 bank beredar di Indonesia. Namun saat ini, tersaring 7 hingga 8 bank besar saja yang menggenggam 60-70% pangsa pasar.
Bank digital yang paling mumpuni dan terdepan dalam kolaborasi bersama partner dan membangun ekosistemnya ditaksir bakal merajai pasar karena ia mampu mendrive transaksi nasabahnya. Benar saja prediksi Jahja, saat ini hanya ada 3 bank digital dengan ekosistem terbesar yang memimpin pasar di tanah air.
- OJK 'Izinkan' Bank Mini Lewati Deadline Pemenuhan Modal Inti Minimum Akhir 2022, Ini Syaratnya
- Maksimalkan Potensi Produk Tembakau Alternatif Melalui Regulasi Berbeda
- Tidak Butuh Gaji Tinggi, Ini 5 Langkah Jadi Jutawan di Usia 30 Tahun
Tak Jumawa
Meski memimpin bank swasta yang menyandang status sebagai bank swasta terbesar di tanah air, Jahja tidak lantas jumawa dengan zona nyaman tersebut. Ia bahkan berkreasi membentuk bank digital murni, yakni blu, yang dibentuk dari hasil akuisisi PT Bank Royal.
Saat ini, blu yang telah beroperasi selama 15 bulan mampu menghimpun dana pihak ketiga senilai total Rp6,2 triliun dan total nilai transaksi Rp71,8 triliun seiring dengan jumlah transaksi yang terus tumbuh.
Menariknya, mayoritas (62%) nasabah blu juga bukan nasabah existing BCA, artinya telah berhasil memperluas basis nasabah. Salah satu yang mungkin menarik nasabah dari luar adalah fitur membuka 10 rekening tabungan dalam 1 akun, yang merupakan jawaban BCA untuk nasabah yang dewasa ini kerap mendiversifikasi simpanannya. Dengan fitur ini, nasabah tak perlu menutup rekening untuk memindahkan tabungan mereka ke merek sebelah.