Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja dalam konferensi pers, Kamis 22 Juli 2021
Industri

Jahja Setiaatmadja: Indonesia Bebas Resesi 2023

  • Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Jahja Setiaatmadja menilai Indonesia tidak akan masuk ke jurang resesi. Sejumlah faktor positif, termasuk kinerja cemerlang ekspor komoditas sejumlah sumber daya alam, kinerja sektor perbankan yang mumpuni dinilai menjadi faktor pendorong.

Industri

Yosi Winosa

JAKARTA - Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Jahja Setiaatmadja menilai Indonesia tidak akan masuk ke jurang resesi. Sejumlah faktor positif, termasuk kinerja cemerlang ekspor komoditas sejumlah sumber daya alam, kinerja sektor perbankan yang mumpuni dinilai menjadi faktor pendorong.

Optimisme Jahja berdasarkan beberapa hal. Pertama, kinerja ekspor komoditas CPO, aluminium dan komoditas tambang mineral lainnya yang moncer lantaran tingginya permintaan dari pasar global seperti Cina, Uni Eropa, Korea Selatan yang fokus membangun mobil listrik.

Di satu sisi, pemerintah juga memberlakukan kebijakan pelarangan ekspor mentah mineral demi menggenjot hilirisasi. Hasilnya investasi mengalir deras. Salah satunya di Morowali, Sulawesi yang menarik investasi triliunan rupiah untuk pembangunan smelter.

“2023 kalau saya jujur masih optimis. Kita bersyukur sama tuhan itu semua (bahan baku baterai mobil istrik) ada di Indonesia. Mereka butuh kita. Ada beberapa pengamat yang rada sinis bilang ini kok Cina semua masuk di Sulawesi harta kita digali habis. Bukan itu saya lihat. Mereka itu bisa investasi triliunan rupiah satu smelter itu triliunan,"kata dia kepada TrenAsia.com, belum lama ini.

Ditambahkan, reproses bahan mineral tersebut memberi nilai tambah. MUlai dari pajak hasil ekspor, serapan tenaga kerja lokal sebagai additional buying power yang timbul dimasyarakat. Di Sulawesi, ratusan ribu tambahan tenaga kerja terampil didatangkan dari Jawa yang turut melakukan spending ke perekonomian lokal.

“Negara lain yang gak punya tambang mineral itu benar-benar susah. Kalau berdasarkan bahan konsumsi saja berat karena daya beli masyarakat masih rendah. Jadi untuk ekspansi produk–produk manufaktur biasa juga masih berat. Makanya saya cukup optimis ya. Ya bukan optimis kita bisa meledak hebat tapi jauh lebih baik dari negara tetangga. Saya sih bilang Indonesia gak akan masuk resesi,” tambah Jahja.

Dari sisi industri jasa keuangan, likuiditas perbankan nasional juga masih aman, ditengah kondisi strength US dolar. Nilai tukar rupiah memang terdepresiasi dari Rp14.200 perdolar AS ke Rp15.800 perdolar AS bahkan mendekati Rp16.000 perdolar AS. 

Namun secara umum hanya terdepresiasi sekitar 8-9%, lebih baik dari negara lain seperti Japanese Yen yang terdepresiasi 30%, Poundsterling, Euro, Australian dolar terdepresiasi sekitar 20-30%.

“Ya memang dolar AS nya menguat, gila naiknya sekian banyak persen gak heran dolar AS menguat sekali kan. Logicnya memang begitu. Jadi kalo perbankan sih oke lah saya pikir," kata Jahja.