Jalur Masuk Produk Impor Mau Dipindah ke Indonesia Timur, Pengusaha Protes
- Infrastruktur di Indonesia Timur masih belum memadai jika dibandingkan dengan kawasan Indonesia Barat, terutama terkait transportasi dan logistik
Transportasi dan Logistik
JAKARTA - Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO) protes terkait, rencana pemerintah untuk memindahkan kegiatan impor tujuh komoditas ke wilayah Indonesia Timur.
Ketua Umum HIPPINDO, Budihardjo Iduansjah mengatakan, menyatakan bahwa pemindahan lokasi impor ini justru berpotensi memperberat industri dan ritel nasional. kebijakan ini belum tentu menjadi solusi yang efektif untuk mengatasi permasalahan impor ilegal.
"Infrastruktur di Indonesia Timur masih belum memadai jika dibandingkan dengan kawasan Indonesia Barat, terutama terkait transportasi dan logistik. Selain itu, biaya operasional yang tinggi, termasuk transportasi dan distribusi, akan berdampak pada kenaikan harga barang di pasar," jelasnya dalam keterangannya pada Kamis, 5 September 2024.
- OJK Perkenalkan RPOJK untuk Mengatur Aset Kripto, Inilah Poin-poin Utamanya
- Investor LRT Bali Dapat Konsensi 50 Tahun, Berikut Rute Kereta Perdana di Pulau Dewata
- Penutupan LQ45 Hari Ini 05 September 2024: ACES Paling Berkibar, KLBF Loyo
Budihardjo mengungkapkan, biaya operasional yang tinggi akan berdampak langsung pada daya beli masyarakat dan pada akhirnya menghambat program belanja di Indonesia Belanja di Indonesia Aja (BINA), sebuah inisiatif bersama antara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan HIPPINDO. Program ini, yang saat ini tengah diupayakan oleh pemerintah dan sektor swasta, bertujuan untuk mendorong belanja di dalam negeri.
HIPPINDO menegaskan bahwa solusi yang efektif untuk menangani impor ilegal adalah dengan memperkuat pengawasan dan penegakan hukum di seluruh Pelabuhan Indonesia serta meningkatkan kolaborasi dengan pihak terkait untuk menertibkan pelaku impor ilegal tersebut.
Selain itu pengusaha mendorong adanya inisiatif pemerintah untuk memperbanyak produksi barang dalam negeri. Budihardjo menjelaskan pemerintah masih perlu memperbanyak pasokan dari pabrik dalam negeri, jika perlu bekerja sama dengan pihak luar namun dengan catatan barang yang diproduksi di dalam negeri Indonesia wajib dijual untuk kebutuhan dalam negeri bukan hanya untuk diekspor.
Menurut HIPPINDO, yang harus diutamakan adalah pemenuhan stok barang, baik pangan maupun non-pangan, dengan fokus pada produk yang belum tersedia atau masih minim di Indonesia.
"Kebijakan ini harus mempertimbangkan aspek infrastruktur, biaya logistik, dan dampaknya terhadap industri serta konsumen, sehingga tujuan utama meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat dapat benar-benar tercapai," tutup Budihardjo.