Presiden Suriah, Bashar Al Assad
Dunia

Jam-Jam Terakhir Al Assad

  • Dia bahkan tidak mengerahkan pasukannya sendiri, Dan dia membiarkan para pendukungnya menghadapi nasib mereka sendiri.

Dunia

Amirudin Zuhri

JAKARTA- Pelarian pemimpin Suriah Bashar al Assad ke Rusia secara praktis mengakhiri sejarah kekuasaan panjang dinastinya. Tetapi bagaimana sebenarnya situasi di jam-jam terakhir sang penguasa tersebut?

Bashar al-Assad hampir tidak menceritakan rencananya untuk melarikan diri dari Suriah saat kekuasaannya runtuh. Sebaliknya, para pembantu, pejabat, dan bahkan kerabatnya ditipu atau dibiarkan tidak tahu apa-apa. 

Sebuah laporan Reuters berusaha menungkap situasi di hari-hari dan jam terakhr Assad di Suriah. Lebih dari selusin orang yang mengetahui kejadian tersebut diwawancarai oleh Reuters. 

Sebagian besar sumber meliputi para pembantu di lingkaran dalam mantan presiden, diplomat regional dan sumber keamanan serta pejabat senior Iran. Mereka meminta agar nama mereka dirahasiakan agar dapat membahas masalah sensitif secara bebas.

Dikatakan beberapa jam sebelum melarikan diri ke Moskow, Assad masih melakukan pertemuan dengan sekitar 30 kepala tentara dan keamanan. Dalam pertemuan  di Kementerian Pertahanan pada hari Sabtu tersebut dia meyakinkan dukungan militer Rusia sedang dalam perjalanan. “Assad mendesak pasukan darat untuk bertahan.” Hal itu diungkapkan seorang komandan yang hadir.

Masih pada hari Sabtu itu Assad setelah selesai bekerja mengatakan kepada manajer kantor bahwa dia akan pulang. Tetapi sebaliknya menuju ke bandara. Hal itu diungkap seorang ajudan di lingkaran dalamnya.

Ajudan itu menambahkan Assad juga menelepon penasihat medianya, Buthaina Shaaban, dan memintanya datang ke rumahnya untuk menuliskan pidato. Tetapi saat Shaaban tiba dia mendapati tidak ada seorang pun di rumah Assad.

Nadim Houri, direktur eksekutif lembaga pemikir regional Arab Reform Initiative menyebut Assad bahkan tidak melakukan perlawanan terakhir. “Ia bahkan tidak mengerahkan pasukannya sendiri, Dan dia membiarkan para pendukungnya menghadapi nasib mereka sendiri,” katanya.

Assad bahkan tidak memberi tahu adiknya, Maher tentang rencananya untuk keluar. Maher adalah komandan Divisi Lapis Baja ke-4 Angkatan Darat. Maher kemudian menerbangkan helikopter ke Irak dan kemudian ke Rusia.

Sepupu Assad dari pihak ibu, Ehab dan Eyad Makhlouf juga tertinggal saat Damaskus jatuh ke tangan pemberontak. Pasangan itu mencoba melarikan diri dengan mobil ke Lebanon tetapi disergap di tengah jalan oleh pemberontak. Ehab meninggal sementara Eyad terluka. Tidak ada konfirmasi resmi mengenai kematian tersebut. Dan Reuters tidak dapat memverifikasi insiden tersebut secara independen.

Assad sendiri melarikan diri dari Damaskus dengan pesawat pada hari Minggu 8 Desember. Dia terbang di bawah radar dengan transponder pesawat dimatikan. Dia lolos dari cengkeraman pasukan revolusi yang menyerbu ibu kota. 

Assad terbang ke pangkalan udara Hmeimim Rusia di kota pesisir Suriah, Latakia, dan dari sana ke Moskow. Keluarga dekat Assad, istri Asma dan ketiga anak mereka, sudah menunggunya di ibu kota Rusia. 

Video rumah Assad yang diambil oleh pasukan oposisi dan warga  menunjukkan bahwa ia keluar dengan tergesa-gesa. Ini terlihat dengan masih adanya makanan matang tertinggal di kompor dan beberapa barang pribadi tertinggal.

Menyerah

Tidak akan ada penyelamatan militer dari Rusia telah  membalikkan keadaan perang saudara yang menguntungkan Assad, atau dari sekutu setianya lainnya, Iran.

Hal ini telah dijelaskan kepada pemimpin Suriah pada hari-hari menjelang kepergiannya. Ketika ia mencari bantuan dari berbagai pihak dalam upaya putus asa untuk mempertahankan kekuasaan dan mengamankan keselamatannya.

Assad mengunjungi Moskow pada 28 November. Sehari setelah pasukan pemberontak Suriah menyerang provinsi utara Aleppo dan menyerbu seluruh negeri. Tetapi permohonannya untuk intervensi militer tidak didengar oleh Kremlin yang tidak bersedia campur tangan.

Assad disebut tidak menyampaikan realitas situasi kepada para pembantunya di dalam negeri. Dia memberi tahu komandan dan rekannya setelah perjalanannya ke Moskow bahwa dukungan militer akan datang.  Dia berbohong kepada mereka karena sebenarnya pesan yang diterimanya dari Moskow bersifat negatif."

Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan kepada wartawan pada hari Rabu bahwa Rusia telah menghabiskan banyak upaya dalam membantu menstabilkan Suriah di masa lalu. Tetapi prioritasnya sekarang adalah konflik di Ukraina.

Empat hari setelah perjalanan itu, pada tanggal 2 Desember Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi bertemu dengan Assad di Damaskus. Saat itu, pasukan Hayat Tahrir al-Sham (HTS) telah menguasai kota terbesar kedua di Suriah, Aleppo. Dan bergerak ke selatan saat pasukan pemerintah runtuh.

Seorang diplomat senior Iran mengatakan Assad tampak tertekan selama pertemuan tersebut. Dia mengakui bahwa pasukannya terlalu lemah untuk melakukan perlawanan yang efektif. Assad tidak pernah meminta Teheran untuk mengerahkan pasukan di Suriah. Pejabat Iran menyebut Assad memahami Israel dapat menggunakan intervensi semacam itu sebagai alasan untuk menargetkan pasukan Iran di Suriah atau bahkan Iran sendiri.

Setelah kehabisan pilihan, Assad akhirnya menerima kejatuhannya yang tak terelakkan dan memutuskan untuk meninggalkan negara itu. Mngakhiri kekuasaan dinasti keluarganya yang dimulai sejak tahun 1971.

Tiga anggota lingkaran dalam Assad mengatakan bahwa ia awalnya ingin mencari perlindungan di Uni Emirat Arab. Tetapi ditolak mentah-mentah oleh Uni Emirat Arab. Negara ini takut akan reaksi keras internasional karena menyembunyikan  tokoh yang dikenai sanksi AS dan Eropa karena diduga menggunakan senjata kimia dalam tindakan keras terhadap pemberontak. Tuduhan yang dibantah Assad sebagai tuduhan rekayasa.

Namun Moskow meski tidak mau campur tangan militer, tidak siap meninggalkan Assad. Hal itu disampaikan sumber diplomatik Rusia yang berbicara dengan syarat anonim.  Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov yang menghadiri forum Doha di Qatar pada hari Sabtu dan Minggu, mempelopori upaya diplomatik untuk menjamin keselamatan Assad. Upaya ini melibatkan Turki dan Qatar untuk memanfaatkan koneksi mereka dengan HTS guna mengamankan keluarnya Assad ke Rusia.

Salah satu sumber keamanan Barat mengatakan,  bahwa Lavrov melakukan apa pun yang dia bisa untuk menjamin kepergian Assad dengan selamat. Tiga sumber menyebut Qatar dan Turki membuat pengaturan dengan HTS untuk memfasilitasi keluarnya Assad. Meskipun kedua negara secara resmi mengklaim bahwa mereka tidak memiliki kontak dengan HTS. 

Moskow juga berkoordinasi dengan negara-negara tetangga untuk memastikan  pesawat Rusia yang meninggalkan wilayah udara Suriah dengan Assad di dalamnya tidak akan dicegat atau menjadi sasaran.

Kementerian luar negeri Qatar tidak segera menanggapi pertanyaan tentang pelarian Assad. Seorang pejabat pemerintah Turki mengatakan tidak ada permintaan Rusia untuk menggunakan wilayah udara Turki untuk penerbangan Assad. Meskipun tidak membahas apakah Ankara bekerja sama dengan HTS untuk memfasilitasi pelarian tersebut.

Perdana menteri terakhir Assad, Mohammed Jalali mengatakan dia berbicara dengan presidennya saat itu melalui telepon pada Sabtu malam pukul 10.30 malam. Dalam panggilan terakhirnya dia mengatakan kepada assad betapa sulitnya situasi saat ini. Dan ada perpindahan besar-besaran masyarakat dari Homs ke Latakia . Ada kepanikan dan kengerian di jalan-jalan. Tetapi Assad hanya menjawab 'Besok, kita lihat saja.’ Itulah hal terakhir yang dikatakan Assad pada perdana menterinya. “Saya mencoba menelepon Assad lagi saat fajar menyingsing pada hari Minggu, tetapi tidak ada jawaban,” katanya.