<p>Warga mengikuti Rapid Test Gratis di terowongan Jalan Kendal, Sudirman, Jakarta, Senin 8 Juni 2020. Hari pertama dibuka nya perkantoran, warga pengguna transportasi publik mengikuti rapid test gratis yang diadakan swasta bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan dan BNPB guna menekan penyebaran COVID-19. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Nasional & Dunia

Jangan Keliru, Ini Beda Hasil Antara Rapid Test dan PCR

  • JAKARTA – Sejak kemunculan wabah COVID-19 masyarakat dihujani banyak istilah kesehatan baru, namun kehadirannya tidak diimbangi dengan pemahaman yang tepat sehingga menjadi pemicu masalah baru dalam upaya penanganan dan pencegahan penularan virus. Wakil Direktur Pendidikan dan Penelitian sekaligus Juru Bicara (Jubir) Satgas COVID-19 Universitas Sebelas Maret (UNS), Tonang Dwi Ardyanto menyebut banyaknya ragam tes COVID-19 […]

Nasional & Dunia
Ananda Astri Dianka

Ananda Astri Dianka

Author

JAKARTA – Sejak kemunculan wabah COVID-19 masyarakat dihujani banyak istilah kesehatan baru, namun kehadirannya tidak diimbangi dengan pemahaman yang tepat sehingga menjadi pemicu masalah baru dalam upaya penanganan dan pencegahan penularan virus.

Wakil Direktur Pendidikan dan Penelitian sekaligus Juru Bicara (Jubir) Satgas COVID-19 Universitas Sebelas Maret (UNS), Tonang Dwi Ardyanto menyebut banyaknya ragam tes COVID-19 membuat masyarakat menjadi salah kaprah menyimpulkan hasilnya.

“Mari kita koreksi bersama, hasil rapid test adalah reaktif dan non reaktif, sementara hasil polymerase chain reaction (PCR) adalah  positif dan negatif,” kata Tonang melalui aplikasi pesan WhatsApp pada Trenasia.com, Kamis, 11 Juni 2020.

Dari hasil kedua tes tersebut, Tonang menjelaskan bahwa istilah “positif” harus disampaikan secara benar dan tepat. Pasalnya, Tonang menilai banyak masyarakat yang belum bisa membedakan istilah antara reaktif dan positif.

“Ini yang harus hati-hati saat menyampaikan hasil rapid test COVID-19. Padahal, tidak ada istilah “positif” pada hasil tes tersebut.”

Penjelasan Ahli

Tonang mengurai, istilah reaktif dan nonreaktif pada rapid test tidak dapat dijadikan dasar seseorang didiagnosis positif atau negatif COVID-19. Sebab, setelah seseorang dinyatakan berstatus reaktif, dia harus dikonformasi lebih lanjut melalui mekanisme tes PCR.

Adapun, orang dengan status reaktif tidak selalu mendapat hasil positif COVID-19 pada tes PCR. Sebaliknya, bahkan orang yang dinyatakan nonreaktif pada rapid test tidak serta merta negatif atau bebas virus pada tes PCR.

“Karena bisa saja, memang belum tepat waktunya. Maka, rapid test disebut skrinning. Bukan diagnosis pasti,” tambah Tonang.

Sekali lagi, Tonang menegaskan bahwa untuk dapat menyebut sesorang berstatus positif atau negatif COVID-19 harus melalui prosedur yang sesuai dengan peruntukannya, yaitu PCR.

Teknisnya, setiap orang diambil swab sebanyak dua kali, atau biasa disebut hari pertama (H1) dan hari kedua (H2).

Orang baru dapat dikatakan positif apabila terdapat virus COVID-19 minimal pada salah satu hasil swab. Meskipun pada sampel lainnya ternyata negatif, simpulannya dari tes PCR akan tetap positif.

Selanjutnya, disebut negatif apabila hasil pada kedua swab tidak ditemukan virus COVID-19. Apabila hasil negatif hanya keluar pada salah satu sampel, maka hasil diagnosisnya harus menunggu swab H2 untuk dapat disimpulkan.

“Karena itu, jangan pernah menyebut seseorang positif COVID-19, hanya karena hasil rapid test-nya reaktif. Hindari virusnya, bantu, dan hormati manusianya.”

Untuk itu, Tonang tidak menyarankan untuk melakukan rapid test sebagai salah satu persyaratan keluar masuk wilayah atau penggunaan transportasi umum lantaran rapid test memang tidak diperuntukkan untuk mendiagnosis COVID-19.

“Maka usul saya, kalaupun harus diperiksa, adalah kombinasi RT Antigen dan RT Antibodi pada hari keberangkatan,” imbuh dia.

Menurut pantauan Trenasia.com, sejumlah fasilitas kesehatan seperti laboratorium klinik, rumah sakit, hingga aplikasi, kini juga melayani tes swab dengan variasi harga mulai dari Rp500.000 hingga Rp6 juta.