Ilustrasi warga Muhammadiyah.
Nasional

Jangan Salah Langkah, Muhammadiyah

  • Para kader muda Muhammadiyah menegaskan merekalah yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan persyarikatan di masa depan. Oleh karena itu, para kader muda meminta suara mereka turut diperhatikan.

Nasional

Chrisna Chanis Cara

JAKARTA—Keputusan Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah menerima tawaran pengelolaan wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) batu bara memantik reaksi keras sejumlah kader Muhammadiyah. Mereka mengingatkan pengurus agar konsisten dalam jalur dakwah berkemajuan yang memperhatikan lingkungan. 

Meski belum menyampaikan pernyataan resmi, muncul sinyal kuat Muhammadiyah bakal menerima konsesi tambang usai pernyataan Anwar Abbas pada Kamis, 25 Juli 2024. Ketua PP Muhammadiyah itu menyebut pengurus setuju untuk menerima tawaran pengelolaan dalam pleno yang digelar Rabu, 13 Juli 2024.  

Anwar menegaskan Muhammadiyah akan tetap menekankan kelestarian lingkungan dan hubungan baik dengan masyarakat terdampak aktivitas tambang. “Pengelolaan harus dilakukan dengan menjaga lingkungan. Dampaknya harus diminimalisir,” ujarnya, dikutip dari pwmu.co, Kamis. 

Sikap itu memukul sejumlah kader Muhammadiyah yang awalnya yakin persyarikatan tak akan mengambil “gula-gula” dari pemerintah itu. Sebanyak 1.345 kader muda Muhammadiyah bahkan telah menandatangani petisi yang mendesak PP Muhammadiyah mengambil keputusan yang tepat dalam pleno, yakni dengan menolak tawaran tambang. 

Sebagai informasi, Muhammadiyah berencana menggelar pleno kedua untuk memfinalisasi keputusan soal tambang. Pleno tersebut bakal diikuti perwakilan pimpinan wilayah se-Indonesia. 

Dikutip dari kaderhijaumu.id, para kader muda Muhammadiyah menegaskan merekalah yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan persyarikatan di masa depan. Oleh karena itu, para kader muda meminta suara mereka turut diperhatikan. 

“Generasi kami yang nantinya menjaga keberlangsungan dakwah berkemajuan. Untuk itu, kami mendesak PP Muhammadiyah menolak tawaran IUP batu bara demi menjaga Muhammadiyah dari mengais keuntungan sesaat yang hanya menimbulkan mudharat,” tegas mereka dalam pernyataannya. 

Upaya mengingatkan Muhammadiyah sebenarnya sudah muncul sejak ramai kabar rencana pemerintah memberikan jatah tambang pada ormas keagamaan awal Juni lalu. Hal itu termasuk dari Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 2005-2015, Din Syamsuddin. 

“Saya mengusulkan PP Muhammadiyah menolak tawaran Menteri (Investasi) Bahlil (Lahadalia) atau Presiden Joko Widodo. Pemberian itu lebih banyak mudharat daripada maslahatnya,” ujar Din.

Potensi Bawa Jebakan

Menurut Din, pemberian konsesi tambang untuk ormas keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah dapat dinilai positif sebagai bentuk perhatian pemerintah. Namun, Din mengingatkan hal itu sudah sangat terlambat. Dia melihat ada motif lain di balik pemberian WIUPK yang terkesan mengambil hati ormas. 

Dia juga mengingatkan pemberian konsesi tambang potensial membawa jebakan. Mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu menyebut sistem tata kelola tambang dengan menggunakan sistem Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Kontrak Karya adalah sistem zaman kolonial. “Sistem ini tidak sesuai konstitusi,” ujar Din. 

Wakil Koordinator Bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PP Muhammadiyah, Widhyanto Muttaqien, juga berpendapat bahwa persyarikatan harus hati-hati dengan tawaran tersebut. 

Dia menilai ada upaya menyeret organisasi masyarakat sipil ke pusaran “lingkaran jahanam” dengan pemberian izin tambang untuk ormas. “Operasi semacam ini (pemberian konsesi tambang) akan menjerumuskan ormas keagamaan seperti Muhammadiyah dalam praktik tidak terpuji,” ujarnya.

Penelusuran TrenAsia, Majelis Hukum dan HAM Muhammadiyah sejatinya telah memberikan rekomendasi yang meminta PP Muhammadiyah waspada dengan tawaran pengelolaan tambang. Majelis Hukum menyebut pemberian WIUPK tanpa lelang, termasuk untuk ormas keagamaan, melanggar UU Minerba dan berpotensi korupsi. 

Selain itu, Menteri Investasi/Kepala BKPM dinilai tidak punya wewenang memberikan WIUPK kepada pelaku usaha, termasuk badan usaha yang dimiliki ormas. Selanjutnya, Perpres No.70 Tahun 2023 yang menjadi landasan pemberian jatah tambang bagi ormas keagamaan dinilai bertentangan dengan UU Minerba dan UU Administrasi Pemerintahan.

Baca Juga: Menilik Arah Muhammadiyah Soal Jatah Tambang

Jika dirunut, sinyal Muhammadiyah bakal mengikuti langkah Nahdlatul Ulama dalam urusan tambang sudah terlihat sejak pidato Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, di Universitas Muhammadiyah Sukabumi, pertengahan Juni.  

Saat itu, Haedar menyampaikan bahwa sumber daya seperti tambang, sawit, ikan dan lain sebagainya harus diolah. “Sekarang ramai soal tambang, padahal simpel saja. Itu (tambang dan lain sebagainya) harus kita olah. Kalau ada yang merusak dengan cara dan maksud mengolah, nah itu ditertibkan oleh hukum,” ujarnya.

Sinyal itu diperkuat melalui tulisan Haedar Nashir di Suara Muhammadiyah. Dalam tulisannya, dia mewanti-wanti agar Muhammadiyah tak terpengaruh ideologi kiri ala LSM yang kritis dan anti dalam pengelolaan sumber daya alam. 

Haedar menyebut organisasi dan gerakan dakwah keagamaan dan kemasyarakatan seperti Muhammadiyah perlu memahami karakter gerakan sosial tersebut. “Agar kita tidak terpengaruh dan mengikuti arus pemikiran, pendekatan dan metode NGO-LSM garis kiri tersebut, termasuk dalam orientasi kebangsaan,” sebutnya. 

Sementara itu, Ketua Majelis Lingkungan Hidup (MLH) PP Muhammadiyah, Azrul Tanjung, memilih mendorong Muhammadiyah menerima tambang. Sikap itu terlihat dalam artikelnya berjudul “Tambang dan Kelestarian Universal” yang dimuat di Republika.id. 

“Dengan mempertimbangkan aspek hukum dan ajaran agama ini, pengelolaan tambang oleh ormas bukan hanya memberikan manfaat praktis bagi masyarakat lokal dan lingkungan, tetapi juga sejalan dengan nilai-nilai keadilan, keberlanjutan, dan kesejahteraan yang dijunjung tinggi dalam hukum dan ajaran agama,” ujarnya. 

PP Muhammadiyah sendiri disebut tengah menyusun kajian internal untuk melihat potensi pengelolaan tambang untuk kepentingan umum. Hal itu seperti membiayai kesehatan, pendidikan, hingga pembiayaan melalui BPR syariah. 

Kajian itu meliputi aspek kemampuan sumber daya manusia serta kalkulasi keuangan dan pembiayaan operasional pertambangan. Anggota PP Muhammadiyah, Ihsan Tanjung, mengatakan studi internal akan dipakai sebagai pedoman jika Muhammadiyah resmi menerima IUP batu bara dari pemerintah.

Hal itu disampaikannya saat menjadi pembicara diskusi bertajuk 'Polemik Pemberian Izin Pengelolaan Tambang Kepada Ormas Keagamaan' di DPR RI, 26 Juni 2024. “Kalau memang tambang menjadi suatu kebutuhan dan dianggap Muhammadiyah menjadi bagian yang mampu dilakukan, pasti Muhammadiyah akan kerjakan,” ujarnya.