Suasana permukiman penduduk yang hangus terbakar dari dampak kebakaran Depo Pertamina Plumpang di Jalan Koramil, Rawa Badak Selatan, Koja, Jakarta.  Dalam Kejadian ini tercatat  17 meninggal dunia, 49 luka berat,2 luka sedang dan 3 lagi masih dalam pencarian. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia
Nasional

Jarak Antara Depo BBM Plumpang dengan Pemukiman Jauh di Bawah Rata-rata Internasional

  • Erick menuturkan bahwa area penyangga alias buffer zone di Depo BBM Plumpang dengan jarak 52,5 meter dari pemukiman warga. Padahal, rata-rata jarak aman untuk tingkat internasional mencapai sekitar 500 meter.

Nasional

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyebutkan bahwa jarak antara Depo Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertamina Plumpang dengan pemukiman masih jauh di bawah rata-rata internasional. 

Hal tersebut disampaikan oleh Erick dalam Rapat Komisi VI DPR RI yang dipantau secara daring pada Senin, 20 Maret 2023, saat ia memaparkan perkembangan dari pemantauan terhadap Depo Plumpang yang mengalami kebakaran pada Jumat, 3 Maret 2023. 

Dalam kesempatan tersebut, Erick menuturkan bahwa area penyangga alias buffer zone di Depo BBM Plumpang dengan jarak 52,5 meter dari pemukiman warga. Padahal, rata-rata jarak aman untuk tingkat internasional mencapai sekitar 500 meter. 

"Kalau kita lihat di 2023, itu memang sudah berhimpit, bahkan ada sebuah pipa yang berdekatan dengan dapur penduduk," ujar Erick. 

Untuk meningkatkan keamanan bagi pemukiman warga, Kementerian BUMN pun mengusulkan untuk pengadaan kan air di area penyangga demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. 

Dalam kesempatan yang sama, Erick juga menjelaskan bahwa pada saat Depo Plumpang didirikan pada tahun 1972, jarak aman dengan pemukiman masih terbilang aman. 

Akan tetapi, pada tahun 1987, area pemukiman warga semakin merapat ke depo. Pada tahun 2023, jarak semakin merapat sehingga pipa penyaluran BBM pun bisa begitu dekatnya dengan rumah warga. 

Erick pun menjelaskan bahwa dari lahan Plumpang seluas 153,4 hektare yang dibeli Pertamina pada 1971, 71,9 hektare-nya digunakan oleh aktivitas produksi Pertamina. 

Sementara itu, 81,6 hektare sisanya ditempati oleh penghuni tidak resmi. Menurut dara PT Surveyor Indonesia per 2017, area tersebut diduduki oleh 9.324 kepala keluarga. 

"Ini adalah lahan Pertamina, tapi isunya adalah bagaimana kita bisa menyelesaikan permasalahan lahan ini," ungkap Erick.