Jauh Panggang dari Api, Realisasi Program 1 Juta PLTS Masih Rendah
JAKARTA – Tiga tahun pascadeklarasi program Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap (GNSSA), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat sudah ada pertumbuhan meski masih jauh dari target yakni 1 juta unit pada 2023. Saat ini, pelanggan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN yang sudah memasang Pembangkit Listrik Tenaga Surya mencapai 2.346 pelanggan, terbagi […]
Nasional
JAKARTA – Tiga tahun pascadeklarasi program Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap (GNSSA), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat sudah ada pertumbuhan meski masih jauh dari target yakni 1 juta unit pada 2023.
Saat ini, pelanggan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN yang sudah memasang Pembangkit Listrik Tenaga Surya mencapai 2.346 pelanggan, terbagi atas rumah tangga, industri, dengan total kapasitas 11,571 megawatt (MW).
“Sudah lumayan, ada 1.300 pelanggan baru sejak dirilis Desember 2018,” kata Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM, Harris dalam diskusi virtual, Rabu, 16 September 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Jika dilihat peta sebarannya, pelanggan terbanyak berada di Jakarta dengan 703 pelanggan, disusul Jawa Barat (652), dan Banten (544).
Untuk mengakselarasi penggunaan PLTS, Kementerian ESDM sudah memiliki Permen ESDM 49/ 2018 yang mengatur tentang PLTS Atap. Di mana aturan ini telah direvisi sebanyak dua kali yaitu Permen ESDM 13/2019 dan Permen ESDM 16/2019.
“Jadi tiga regulasi ini untuk mendorong PLTS atap dilakukan dengan optimal,” tambah Harris.
Tren EBT
Menurut data Kementerian ESDM, tren energi baru terbarukan (EBT) saat ini adalah surya (tenaga matahari) dan angin. Jika ditarik mundur ke 10 tahun lalu, Harris mengatakan terjadi perubahan signifikan terhadap paradigma yang menyebut bahwa PLTS itu mahal.
Nyatanya, PLTS merupakan pembangkit listrik yang paling murah di dunia, sekitar 1,35 sen per kWh. “Ini jauh lebih murah dibandingkan dengan pembangkit listrik lain seperti dari fosil,” kata dia.
Bahkan jika dibandingkan dengan harga batu bara yang notabene di Indonesia dibebaskan biaya karbon, biaya PLTS masih tercatat lebih murah. Karenanya, pemerintah terus mengarahkan EBT khususnya surya dan angin bisa berakselarasi dengan tren saat ini.
Sebagaimana diketahui, Indonesia terikat komitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca dalam Paris Agreement. Adapun target energi terbarukan nasional sebesar 23% pada 2025 dan 29% pada 2030.
Rinciannya, emisi karbon di sektor kehutanan ditargetkan turun 17,2%, sektor energi 11%, sektor limbah 0,32%, sektor pertanian 0,13%, serta sektor industri dan transportasi 0,11%. (SKO)