Kerugian Softbank Pemilik Grab dan Tokopedia Capai Rp197 Triliun
Perusahaan telekomunikasi asal Jepang pemilik saham Grab, SoftBank mencatat kerugian US$12,5 miliar atau setara dengan Rp197 triliun (kurs Rp15.700 per dolar AS) pada kuartal I-2020.
Perusahaan telekomunikasi asal Jepang pemilik saham Grab, SoftBank mencatat kerugian US$12,5 miliar atau setara dengan Rp197 triliun (kurs Rp15.700 per dolar AS) pada kuartal I-2020.
Angka rugi bersih tersebut menurun 48% dibandingkan dengan pembukuan periode sebelumnya yang mencapai US$18,5 miliar atau setara Rp290 triliun.
Amblesnya keuntungan tersebut dipicu oleh beberapa faktor, salah satunya kinerja investasi SoftBank Vision Fund yang mengalami kerugian mencapai US$16,7 miliar atau setara Rp263 trilun. Di samping itu, investasi lain ke start-up satelit internet OneWeb dan provider co-working WeWork juga mengalami kerugian sebesar US$100 miliar setara Rp1.570 triliun.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Terlebih kondisi saat ini, pandemi virus corona (COVID-19) menambah tekanan kerugian yang dialami oleh perusahaan asal Jepang tersebut.
Pasalnya, portofolio start-up global yang didukung oleh SoftBank sangat tertekan di tengah situasi sulit sekarang, seperti Uber, Didi, OYO, Tokopedia, dan Grab. Pendapatan bisnis tersebut terseok-seok disebabkan oleh mobilitas masyarakat yang menurun drastis karena harus physical distancing.
Namun, sebenarnya SoftBank sudah mengalami kerugian bahkan sebelum pandemi COVID-19 menyerang. Hal itu dikatakan oleh pengamat digital Bari Arijono kepada TrenAsia.co, Kamis, 14 Mei 2020.
“Bisa dibilang SoftBank sudah merugi sejak dua tahun yang lalu, baik secara operasional maupun funding investmentnya,” kata Bari.
Pengamat yang juga Ketua Asosiasi Digital Entrepreneur Indonesia (ADEI) itu juga menyebutkan prediksinya terhadap bisnis virtual office yang dijalankan SoftBank alias WeWork, akan lenyap tahun ini.
“Kegagalan investasi, terutama di Uber dan WeWork menunjukkan bahwa perusahaan sekaliber SoftBank pun masih jauh dari kata sempurna,” ujarnya.
Selain faktor kerugian investasi dan situasi sulit saat ini, Bari juga mengungkapkan bahwa SoftBank mengalami masalah di ranah hukum. Perusahaan yang didirikan oleh Masayoshi Son ini digugat oleh WeWork, salah satu perusahaan investasinya sendiri.
Gugatan tersebut disebabkan oleh batalnya penawaran tender senilai US$3 miliar yang semestinya diteken oleh SoftBank. Tender offer yang dimaksud berupa kesepakatan untuk membeli saham dari karyawan dan pemegang saham yang telah direncanakan oleh kedua belah pihak sejak Oktober 2019.
“SoftBank dianggap telah melanggar perjanjian tersebut,” tambahnya.
Melalui permasalahan ini, Peneliti Ekonomi Digital dan Inovasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menjelaskan bahwa valuasi terhadap sebuah platform digital selalu berpotensi terdapat kesalahan yang mendasar.
Menurutnya, tidak sedikit dari perusahaan digital yang menggelembungkan nilai valuasi dengan tujuan menarik investor.
“Strategi tersebut dilakukan dengan cara menggunakan data pelanggan untuk menaikkan subscriber perusahaan digital agar dapat membakar uang,” ungkapnya.
Oleh karena itu, cara “membakar uang” tersebut mesti diubah menjadi bagaimana perusahaan mengumpulkan keuntungan, salah satunya dengan bekerja seefisien mungkin, terutama dari sisi promo. (SKO)