Jejak Petinggi Summarecon Agung Terjerat Dua Kasus Suap Kepala Daerah
- Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) Oon Nusihono (ON) terlibat dalam dua kasus suap kepala daerah.
Nasional
JAKARTA - Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) Oon Nusihono (ON) terlibat dalam dua kasus suap kepala daerah.
Petinggi Summarecon Agung ON dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memberikan keterangan dalam perkara dugaan suap dan gratifikasi kepada Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi atau Pepen pada Senin, 11 April 2022. Namun dalam proses pemanggilan ON diketahui mangkir dari panggilan KPK.
ON kemudian malah terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Yogyakarta pada 2 Juni 2022. Bersama delapan orang lainnya, ON terciduk memberikan suap ke mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti.
Suap Wali Kota Nonaktif Bekasi
Dalam kasus suap terhadap Wali Kota nonaktif Bekasi, nama Summarecon Agung tercatat dalam surat dakwaan. Dalam surat dakwaan tersebut, tercatat Pepen menerima suap senilai Rp1 miliar dari Summarecon Agung.
Uang senilai Rp1 miliar tersebut lalu masuk ke rekening atas nama Masjid Aryashaka Kota Bekasi, yang didirikan oleh Pepen dan keluarganya. Pemberian uang tersebut diketahui berlangsung dua kali yaitu senilai Rp500 juta pada 29 November 2021 dan Rp500 juta pada 7 November 2021.
Dari masuknya uang tersebut ke yayasan yang didirikan oleh Pepen, KPK menganggap uang tersebut merupakan gratifikasi yang dilakukan oleh Summarecon Agung.
- 7 Film Indonesia Paling Laris dengan Jumlah Penonton Terbanyak Sepanjang Masa
- KPPU Endus Dugaan Kartel di Minyak Goreng, Anak Usaha Indofood hingga Musim Mas Dipanggil
- Emiten Milik Grup Djarum (TOWR) Tebar Dividen, Segini yang Didapat Orang Terkaya se-Indonesia Hartono Bersaudara
Di sisi lain, perseroan membantah adanya gratifikasi tersebut. General Manager Corporate Communication Summarecon Agung Cut Meutia mengatakan uang yang diberikan pada Pepen merupakan salah satu kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) Summarecon, sebagai bentuk kepedulian perusahaan.
“Pemberian donasi tersebut juga dilakukan sesuai prosedur, di mana Yayasan Pendidikan Sakha Ramdan Aditya sebelumnya mengajukan proposal. Selanjutnya pihak Yayasan tersebut memberikan kuitansi penagihan, donasi disalurkan melalui transfer ke rekening atas nama Yayasan tersebut, sesuai yang tercantum pada proposal dan kuitansi penagihan,” ujar Cut dalam keterangan resmi Selasa, 7 Juni 2022.
Suap Mantan Wali Kota Yogyakarta
Setelah pemanggilan oleh KPK sebagai saksi dalam kasus suap dan gratifikasi Wali Kota Bekasi nonaktif Pepen, nama ON kembali mencuat sebagai salah satu orang yang terjaring OTT yang dilakukan KPK pada Kamis, 2 Juni 2022 di Yogyakarta.
ON terkena OTT bersama Haryadi Suyuti (HS) selaku eks wali kota Yogyakarta serta delapan orang lainnya. Kesembilannya langsung dibawa ke Gedung Merah Putih, Jakarta, untuk dimintai keterangan terkait dugaan suap pengurusan izin mendirikan bangunan (IMB) apartemen Royal Kedhaton.
Satu hari setelah giat OTT yaitu pada 3 Juni 2022, KPK menetapkan HS dan ON serta Nur Widhihartana (NW) selaku Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta dan Triyanto Budi Yuwono (TBY) selaku sekretaris pribadi merangkap ajudan eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi, sebagai tersangka dalam kasus suap tersebut.
- Naik 900 Persen, Laba 41 BUMN Capai Rp126 Triliun Pada 2021
- Buana Finance Dapat Fasilitas Kredit Rp150 Miliar dari Bank DKI Untuk Ekspansi Pembiayaan
- Kantongi Pendanaan Seri A, Ini Rencana Start Up VIDA
Dalam kasus suap eks walikota Yogyakarta ini, ON diduga memberikan suap kepada HS sekurang kurangnya Rp50 juta dan US$27.258 (setara dengan Rp393,87 juta) melalui TBY dan juga NWH untuk mengawali permohonan IMB Apartemen Royal Kedhaton pada 2019.
Namun, apartemen yang akan dibangun tersebut, masuk ke wilayah cagar budaya di Dinas Penanaman Modal dan STSP Pemkot Yogyakarta.
Untuk kepentingan penyidikan, ON dan HS serta kedua tersangka lainnya ditahan selama 20 hari terhitung sejak 3 Juni-22 Juni 2022.
Atas perbuatannya ON selaku pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sementara tersangka lainnya yaitu, HS, TBW, dan NW sebagai penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).