Jepang Izinkan Dexamethasone Jadi Obat Corona
JAKARTA – Kementerian kesehatan Jepang telah memberi lampu hijau pada dexamethasone sebagai pengobatan kedua COVID-19 setelah uji coba di Inggris menunjukkan obat ini terbukti mengurangi tingkat kematian pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Sebagaimana diketahui, dexamethasone adalah obat steroid yang murah dan banyak digunakan masyarakat sehingga mudah ditemui di berbagai apotek. Kementerian Kesehatan Jepang […]
Nasional & Dunia
JAKARTA – Kementerian kesehatan Jepang telah memberi lampu hijau pada dexamethasone sebagai pengobatan kedua COVID-19 setelah uji coba di Inggris menunjukkan obat ini terbukti mengurangi tingkat kematian pada pasien yang dirawat di rumah sakit.
Sebagaimana diketahui, dexamethasone adalah obat steroid yang murah dan banyak digunakan masyarakat sehingga mudah ditemui di berbagai apotek.
Kementerian Kesehatan Jepang telah menambahkan dexamethasone sebagai opsi pengobatan bersama dengan obat antivirus remdesivir. Pengumuman teranyar ini baru saja dilaporkan pihak kementerian secara luas terkait penggunaan dua obat tersebut pada kasus COVID-19.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Sebelumnya,pihak kementerian telah mengumumkan hasil uji coba oleh para peneliti di Inggris pada bulan lalu. Hasilnya menunjukkan bahwa dexamethasone sebagai obat pertama yang menyelamatkan hidup pasien COVID-19.
“Ini adalah terobosan besar dalam pandemi coronavirus,” sebut para peneliti, mengutip Reuters, 22 Juli 2020.
Adapun, perusahaan farmasi Jepang yang memproduksi dexamethasone adalah Nichi-Iko Pharmaceutical Co.
Obat Utama
Selain dexamethasone, remdesivir digadang-gadang menjadi antivirus COVID-19 utama yang saat ini tengah marak dikembangkan. Setelah sukses dengan injeksinya, Gilead Sciences Inc., produsen remdesivir asal Amerika Serikat berencana mengembangkan versi inhalasi alias hirup. Nantinya, Remdesivir akan diujicoba melalui nebulizer atau alat bantu pernapasan.
Pada 22 Juni lalu, Gilead akhirnya mengumumkan prediksi pasokan Remdesivir akan mencapai dua juta pada akhir tahun. Target ini naik dua kali lipat dari prediksi Gilead sebelumnya yang hanya satu juta vaksin.
Teranyar, Gilead telah merilis harga Remdesivir yang akan dijual seharga US$3.120 atau setara dengan Rp43 juta per pasien untuk pengobatan selama enam hari, harga tersebut berlaku di Amerika Serikat.
Untuk pasar di luar Amerika Serikat, Gilead akan menjual Remdivisir seharga Rp5,4 juta per botol ke negara-negara maju. Sedangkan harga Remdesivir dibandrol Rp7,2 juta untuk perusahaan asuransi swasta.