Jepang Tergelincir ke dalam Resesi, Tergeser dari Tiga Ekonomi Besar di Dunia
- Jepang resmi tergelincir ke dalam resesi, dan negara maju tersebut telah tergeser dari tiga besar ekonomi dunia.
Dunia
JAKARTA - Jepang resmi tergelincir ke dalam resesi, dan negara maju tersebut telah tergeser dari tiga besar ekonomi dunia.
Dikutip dari Reuters pada Kamis, 15 Februari 2024, pertumbuhan ekonomi Jepang secara tidak terduga mengalami kontraksi selama dua kuartal berturut-turut.
Faktor penyebabnya antara lain lemahnya permintaan domestik, yang meningkatkan ketidakpastian terkait rencana Bank of Japan (BoJ) untuk melonggarkan kebijakannya pada tahun ini.
- Menilik Pernyataan Kontroversial Trump Tentang Pendanaan NATO
- Ada 64 Negara Menggelar Pemilu di 2024, Berikut Daftarnya
- 7 Promo Makanan Edisi Pemilu 2024, Serbu Hokben hingga Sushi Hiro
Beberapa analis juga memperingatkan tentang kemungkinan kontraksi ekonomi pada kuartal ini karena lemahnya permintaan di China, yang disebabkan oleh perlambatan konsumsi dan terhentinya produksi pada unit Toyota Motor Corp (7203.T).
Kondisi ekonomi yang sangat lemah ini mengakibatkan Jepang kehilangan posisinya sebagai negara dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia, yang kemudian digantikan oleh Jerman.
Pada periode Oktober-Desember, Produk Domestik Bruto (PDB) Jepang mengalami penurunan sebesar 0,4% secara tahunan, menyusul penurunan sebesar 3,3% pada kuartal sebelumnya.
Angka ini berlawanan dengan rata-rata perkiraan pengamat yang menunjukkan kenaikan sebesar 1,4%. Kontraksi ekonomi selama dua kuartal berturut-turut ini juga dianggap sebagai resesi teknis.
Sementara secara kuartalan, PDB Jepang turun 0,1%. Angka ini jauh dari rata-rata perkiraan pasar yang naik 0,3%.
Kepala Ekonom Credit Agricole, Takuji Aida, data ekonomi yang lemah ini kemungkinan akan menimbulkan keraguan terhadap perkiraan Bank of Japan (BoJ) bahwa kenaikan upah akan menguatkan konsumsi, serta membenarkan penghentian bertahap stimulus moneter yang besar-besaran.
“Ada risiko ekonomi akan menyusut lagi pada kuartal Januari-Maret karena melambatnya pertumbuhan global, lemahnya permintaan domestik dan dampak gempa Tahun Baru di Jepang bagian barat,” katanya.
Takuji menambahkan, bank sentral kemungkinan terpaksa menurunkan perkiraan pertumbuhan PDB secara signifikan untuk tahun 2023 dan 2024. Seiring dengan itu, nilai tukar Yen juga mengalami sedikit perubahan setelah publikasi data tersebut, dengan nilai terakhir berada di JPY150,42 per dolar, berdekatan dengan level terendah dalam tiga bulan yang tercatat pada awal minggu ini.
Sementara, Nikkei (.N225) naik 1%, kemungkinan karena ekspektasi BOJ akan melanjutkan program pelonggaran besar-besaran lebih lama dari perkiraan.
Konsumsi Domestik Rendah
Konsumsi swasta di Jepang, yang merupakan bagian besar dari aktivitas ekonomi negara, mengalami penurunan sebesar 0,2%, yang berbeda jauh dari proyeksi para ekonom yang memperkirakan kenaikan sebesar 0,1%. Sementara itu, belanja modal, yang merupakan mesin pertumbuhan utama dalam sektor swasta, turun 0,1%, dibandingkan dengan perkiraan kenaikan sebesar 0,3%.
Di sisi lain, kontribusi dari permintaan eksternal, yang mencakup ekspor dikurangi impor, memberikan kontribusi sebesar 0,2 poin persentase terhadap PDB karena ekspor meningkat sebesar 2,6% dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.
Meskipun pejabat BOJ belum memberikan indikasi pasti tentang kapan mereka akan mengakhiri kebijakan suku bunga negatif, banyak pelaku pasar mengestimasi bahwa langkah semacam itu mungkin terjadi pada bulan Maret atau April.
Beberapa analis menyatakan kondisi pasar tenaga kerja yang ketat di Jepang dan rencana belanja perusahaan yang kuat menjaga kemungkinan untuk keluar lebih awal dari kebijakan yang longgar tetap ada.
- Marvel Umumkan Pemeran Film Fantastic Four, Ada Pedro Pascal dan Vanessa Kirby
- Pertumbuhan Ekonomi Singapura Lebih Lambat dari Perkiraan Awal
- IHSG Dibuka Ngacir 2 Persen Didorong Sentimen Potensi Pemilu 1 Putaran
“Meskipun kontraksi PDB yang kedua berturut-turut pada kuartal IV menunjukkan perekonomian Jepang kini berada dalam resesi, survei bisnis dan pasar tenaga kerja memberikan gambaran yang berbeda,” kata Kepala Asia-Pasifik di Capital Economics, Marcel Thieliant.
“Bagaimanapun, pertumbuhan diperkirakan akan tetap lamban tahun ini karena tingkat tabungan rumah tangga telah berubah menjadi negatif.”