Pembukaan JICAF #2
Budaya

JICAF #2 Jadi Ajang Ciptakan Pasar Baru dan Tingkatkan Pengetahuan tentang Produk Kreatif

  • Sri Sultan Hamengku Buwono X membuka pameran JICAF #2 di Pakuwon Mall Yogyakarta, Kamis (22/9/2022). Agenda JICAF #2 dilatarbelakangi oleh keinginan untuk meningkatkan peran seni rupa sebagai salah satu bidang dalam ranah industri kreatif.

Budaya

Tyo S

Tyo S

Author

YOGYAKARTA, Jogjaaja.com – Sri Sultan Hamengku Buwono X membuka pameran JICAF #2 di Pakuwon Mall Yogyakarta, Kamis (22/9/2022). Agenda JICAF #2 dilatarbelakangi oleh keinginan untuk meningkatkan peran seni rupa sebagai salah satu bidang dalam ranah industri kreatif. 

Dampak secara ekonomi pada para insan seni diharapkan lebih kuat. Apalagi pada masa pasca-pandemi Covid-19 banyak seniman dan insan kreatif yang sudah mulai bergerak kembali. Disamping itu, kebutuhan masyarakat akan tontonan yang berkualitas juga amat dinantikan. Dengan menggunakan ruang publik seperti mal, maka peningkatan apresiasi seni dimungkinkan dapat berhasil dengan baik. 

Dengan skala kerja dan peserta dari sejumlah negara, pameran yang diinisiasi oleh Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta dan Pakuwon Mall Yogyakarta ini dimungkinkan terlaksana secara menarik dan berdaya guna. Selain menciptakan pasar baru (kolektor, buyer mancanegara, art lover muda, komunitas seni dari berbagai kalangan, dan masyarakat umum), tujuan lainnya untuk meningkatkan pengetahuan tentang produk kreatif. 

Selebihnya tujuan lain adalah untuk menggali kreativitas dengan basis identitas dan karakter budaya lokal, dengan menggunakan pengetahuan dan teknologi digital. Di sisi lain, pameran ini juga ingin menjadi media atau ruang yang lebih luas bagi karya-karya dan produk kreatif hasil pendidikan tinggi menjadi produk berkelas dunia.

Dalam pameran ini karya-karya yang disajikan merupakan hasil kerja para alumni ISI Yogyakarta, non-alumni dan perupa yang tergabung dalam asosiasi perupa dan kriyawan serta perusahaan-perusahaan di bidang industri kerajinan. Dua asosiasi yang dilibatkan antara lain Asosiasi Perupa Indonesia (APERI) dan Asosiasi Kriyawan Indonesia (ASKRINA). Dengan keterbatasan ruang yang ada, akhirnya terdata setidaknya ada 133 karya atau lebih, ditambah dengan 8 booth industri kerajinan tampil dalam pameran.

Karya-karya seni visual dihasilkan oleh para perupa Indonesia, Korea Selatan, Thailand, Madagaskar, dan Hungaria. Beberapa jenis karya-karyanya bermedium seni lukis, seni patung, sen instalasi, dan seni media baru. Karya-karya ini ditampilkan sebagai representasi para seniman visual untuk memperlihatkan sejauh mana para perupa saat ini telah mengembangkan ide, gagasan hingga penggunaan teknologi dalam berkarya.

Karya-karya koleksi dari 4 departemen/ jurusan di Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta (Jurusan Seni Murni, Jurusan Desain, Jurusan Kriya, serta Jurusan Tata Kelola Seni) juga ditampilkan. Adapun karya-karya 3 dimensional dan instalasi dihasilkan oleh para alumni dan perupa non-alumni, diantaranya ada nama-nama seperti Ichwan Noor, Yudi Sulistiyo, Dedy Sufriadi, Heru Susanto, Timbul Raharjo, Abdul Syukur, Ivan Bestari, Yoga Budi Wantoro, Rina Kurniyati dan lain-lain. 

Beberapa perusahaan kerajinan diundang secara khusus karena telah memiliki kemampuan menghasilkan produk-produk kelas dunia dalam bidang kerajinan/seni. Aspek-aspek visual, material, hingga fungsional inilah yang dipakai sebagai bentuk seleksi bersama dalam pameran JICAF yang digelar pada akhir September ini. Mereka yang diundang antara lain: Putra Jambu, Nafarel, Oksa Art, Benya Art, Prestige, BCF, Cocoon Asia, dan Natural House.

“Pameran ini kami rasa penting untuk menggali makna tentang kemampuan dan keterpaduan secara singkronis antara pemegang peran di dalam dan di luar kampus. Dengan demikian, pameran ini bisa menciptakan suasana yang berbeda-beda, namun tetap kondusif dan menghargai peran masing-masing individu dan lembaga,” ungkap Dr. Timbul Raharjo, Dekan FSR ISI Yogyakarta. 

Dengan terciptanya situasi yang kondusif ini, bukan tidak mungkin di masa depan, para mahasiswa dan dosen serta stakeholder dapat memahami perubahan demi perubahan seperti yang terjadi dalam sejarah peradaban manusia selama ini. (*)