<p>Pertambangan mineral nikel milik PT PAM Mineral Tbk (NICL) / Dok. Perseroan</p>
Industri

Jika Ekspor Nikel Dilarang, Indonesia Perlu Tingkatkan Kapasitas Stainless Steel 7 Kali Lipat

  • Indonesia dinilai perlu meningkatkan kapasitas produksi stainless steel-nya hingga 7 kali lipat untuk mengakomodasi jika larangan ekspor nikel di bawah 70% benar diberlakukan.
Industri
Reza Pahlevi

Reza Pahlevi

Author

JAKARTA - Indonesia dinilai perlu meningkatkan kapasitas produksi stainless steel-nya hingga 7 kali lipat untuk mengakomodasi jika larangan ekspor nikel di bawah 70% benar diberlakukan. Ini karena mayoritas pabrik nikel di Indonesia masih memproduksi nikel kelas II yang kandungan nikelnya di bawah 70%.

Mandiri Sekuritas dalam laporannya mengatakan adanya larangan ekspor ini berarti hanya nickel matte yang kandungan nikelnya sebesar 78%, dan nickel sulfate, bahan baku baterai listrik, yang diperbolehkan untuk diekspor.

“Sementara, nikel olahan kelas II seperti nickel pig iron (NPI) (kandungan nikel hingga 15%) dan feronikel (FeNi - 20-25% nickel) yang diperbolehkan ekspor,” sebagaimana tertulis dalam riset tersebut, Kamis, 23 September 2021.

Indonesia tercatat memproduksi sekitar 600.000 ton nikel olahan pada 2020 dan berencana untuk meningkatkan kapasitas produksi hingga 1,3 juta ton pada 2025. Kenaikan produksi ini akan didorong oleh produksi NPI yang terus meningkat dengan nikel olahan kelas I ditargetkan dapat berkontribusi terhadap 20% total produksi.

Mandiri Sekuritas pun memperhitungkan Indonesia perlu meningkatkan kapasitas produksi stainless steel-nya hingga 7 kali lipat untuk menyerap peningkatan produksi nikel kelas II tersebut pada 2025.

Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), permintaan domestik industri stainless steel akan nikel adalah sebesar 150.000 ton NPI untuk kapasitas produksi stainless steel sebanyak 2 juta ton. 

Dengan meningkatnya produksi NPI pada 2025, Mandiri Sekuritas memperkirakan kapasitas stainless steel dalam negeri perlu meningkat hingga 14 juta ton untuk dapat menyerap seluruhnya produksi NPI domestik.

Mandiri Sekuritas menilai larangan ekspor nikel ini masih belum akan diberlakukan sebelum Indonesia bisa memastikan permintaan domestik dapat menutup hilangnya pasar ekspor. 

Indonesia sendiri memang sedang berupaya menambah pabrik stainless steel di Indonesia untuk menjaga cadangan bijih nikel di Indonesia. Pemerintah juga terus mendorong pembangunan rantai suplai baterai listrik dalam negeri.

Sebelumnya, Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) mendukung penuh wacana pemerintah untuk melarang ekspor nikel dengan olahan di bawah 70%. Larangan ini dinilai dapat mendukung industri nikel dalam negeri.

Meski begitu, APNI memperingatkan pemerintah untuk melakukan kajian terlebih dahulu jika ingin serius menetapkan wacana ini. Dirinya khawatir wacana ini bisa mengurungkan rencana perusahaan asing yang sudah berencana membangun pabrik nikel di Indonesia.

Data APNI menunjukkan ada 98 pabrik nikel yang akan dibangun di Indonesia pada 2025. Dari 98 pabrik tersebut, 31 pabriknya sudah berproduksi menghasilkan feronikel (konten nikel di bawah 70%). Sisanya dalam proses konstruksi dan sisanya lagi masih dalam proses perizinan.

Wacana larangan ekspor nikel dengan kadar di bawah 70% ini muncul lewat ucapan Menteri Investasi/BKPM Bahlil Lahadalia dalam sebuah konferensi pers, minggu lalu.

“Ke depan kami berpikir bahwa bahan baku nikel tidak boleh lagi ekspor barang yang baru 30-40 persen, kalau seperti itu cadangan habis. Paling (minimum) 70 persen,” kata Bahlil, Jumat, 17 September 2021.