logo
<p>Sistem rudal Topol-M Rusia yang memiliki kemampuan serangan nuklir/Wikipedia</p>
Dunia

Jika Perang Nuklir Siapa Yang Menang? Ini Jawaban Putin

  • Risiko perang nuklir telah meningkat seiring invasi Rusia ke Ukraina. Moskow telah beberapa kali menunjukkan isyarat tidak akan segan-segan menggunakan senjata pemusnah massal itu. Terlebih jika ada negara lain yang ikut campur urusan Rusia.

Dunia

Amirudin Zuhri

MOSKOW-Risiko perang nuklir telah meningkat seiring invasi Rusia ke Ukraina. Moskow telah beberapa kali menunjukkan isyarat tidak akan segan-segan menggunakan senjata pemusnah massal itu. Terlebih jika ada negara lain yang ikut campur urusan Rusia.

Tetapi bagaimana sebenarnya pendapat Putin jika perang nuklir benar-benar terjadi? Orang kuat Rusia itu secara terbuka mengakui bahwa tidak akan ada pemenang jika perang semacam itu pecah. Dia juga menegaskan perang seperti itu tidak boleh dimulai.

Hal itu disampaikan pemimpin Kremlin dalam  sebuah surat kepada peserta konferensi tentang perjanjian non-proliferasi nuklir PBB.  "Kami melanjutkan dari fakta bahwa tidak ada pemenang dalam perang nuklir dan itu tidak boleh dilepaskan, dan kami berdiri untuk keamanan yang sama dan tak terpisahkan untuk semua anggota komunitas dunia," katanya dikutip Reuters Selasa 2 Agustus 2022.

Pernyataan di forum NPT ini terlihat kontras dengan pernyataan  Putin dan politisi Rusia lainnya yang  ditafsirkan di Barat sebagai ancaman nuklir. Dalam pidatonya pada 24 Februari  saat ia meluncurkan invasi Rusia ke Ukraina, Putin dengan tajam merujuk pada persenjataan nuklir Rusia. Dia  memperingatkan kekuatan luar bahwa setiap upaya untuk ikut campur akan  memunculkan konsekuensi yang belum pernah ditemui dalam sejarah. Beberapa hari kemudian, dia memerintahkan pasukan nuklir Rusia untuk siaga tinggi.

Perang Ukraina yang telah berlangsung sekitar lima bulan memang telah meningkatkan ketegangan geopolitik ke tingkat yang tidak terlihat sejak Krisis Rudal Kuba 1962. Politisi di Rusia dan Amerika Serikat berbicara secara terbuka berbicara tentang risiko Perang Dunia Ketiga.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada  Maret mengatakan prospek konflik nuklir  yang dulu tidak terpikirkan, sekarang kembali ke ranah kemungkinan.  Sementara Direktur CIA William Burns pada bulan April mengatakan pihaknya tidak dapat menganggap enteng ancaman potensi penggunaan senjata nuklir taktis atau senjata nuklir hasil rendah. Risiko ini akan semakin tinggi jika Rusia kesulitan memenangkan perang Ukraina.

Sementara itu Presiden Amerika  Joe Biden pada  Senin mengatakan  dia siap untuk mengejar kesepakatan senjata nuklir baru dengan Rusia.  Namun baik Amerika dan Rusia masih saling curiga.

“Pemerintahan saya siap untuk segera menegosiasikan kerangka kontrol senjata baru untuk menggantikan New START ketika berakhir pada 2026,” kata Biden dikutip dari Reuters. "Tetapi negosiasi membutuhkan mitra yang bersedia beroperasi dengan itikad baik."

Biden juga meminta China  untuk terlibat dalam pembicaraan yang akan mengurangi risiko salah perhitungan dan mengatasi dinamika militer yang tidak stabil. 

Sementara misi Rusia untuk PBB juga mempertanyakan apakah Amerika Serikat siap untuk berunding. Mereka  menuduh Washington menarik diri dari pembicaraan dengan Moskow mengenai stabilitas strategis atas konflik Ukraina.

Tim Rusia mengatakan sudah saatnya Washington mengambil keputusan, berhenti terburu-buru, dan memberi tahu Rusia dengan jujur ​​apa yang mereka inginkan. 

Konferensi PBB tentang pembatasan nuklir berlangsung lima bulan setelah Rusia menginvasi Ukraina dan ketika ketegangan Amerika -China terus meningkat.

Moskow dan Washington tahun lalu memperpanjang perjanjian New START. Perjanjian ini  membatasi jumlah hulu ledak nuklir strategis yang dapat mereka gunakan dan membatasi rudal dan pembom berbasis darat serta kapal selam yang digunakan untuk mengirimkan senjata.