Jokowi Bidik Target Pertumbuhan Ekonomi 2021 Pada Rentang 4,5%-5,5%
JAKARTA – Presiden Joko Widodo mengatakan pertumbuhan ekonomi pada rancangan anggaran penerimaan dan belanja negara (RAPBN) 2021 diproyeksikan berkisar 4,5% sampai 5,5%. “Tingkat pertumbuhan ekonomi ini diharapkan didukung oleh peningkatan konsumsi domestik dan investasi sebagai motor penggerak utama,” kata Jokowi, sapaan Joko Widodo dalam pidato kenegaraan di Jakarta, Jumat, 14 Agustus 2020. Asumsi indikator ekonomi […]
Industri
JAKARTA – Presiden Joko Widodo mengatakan pertumbuhan ekonomi pada rancangan anggaran penerimaan dan belanja negara (RAPBN) 2021 diproyeksikan berkisar 4,5% sampai 5,5%.
“Tingkat pertumbuhan ekonomi ini diharapkan didukung oleh peningkatan konsumsi domestik dan investasi sebagai motor penggerak utama,” kata Jokowi, sapaan Joko Widodo dalam pidato kenegaraan di Jakarta, Jumat, 14 Agustus 2020.
Asumsi indikator ekonomi makro yang digunakan pemerintah selain pertumbuhan ekonomi adalah inflasi terjaga di level 3% untuk menjaga daya beli masyarakat. Kurs rupiah diperkirakan bergerak di kisaran Rp14.600 per dolar Amerika Serikat. Kemudian, suku bunga SBN 10 tahun yang diperkirakan sekitar 7,29%, harga minyak mentah Indonesia US$45 per barel.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
RAPBN 2021 diarahkan untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional (PEN). RAPBN tahun depan juga diharapkan mendorong reformasi struktural untuk meningkatkan daya saing ekonomi. Selain itu, RAPBN juga ditujukan untuk mempercepat digitalisasi ekonomi, dan pemanfaatan dan antisipasi perubahan demografi.
Jokowi menyebut RAPBN harus mengantisipasi ketidakpastian pemulihan ekonomi dunia, volatilitas harga komoditas, serta perkembangan tatanan sosial ekonomi dan geopolitik. APBN juga mengantisipasi efektivitas pemulihan ekonomi nasional perekonomian serta kondisi dan sektor keuangan.
Untuk merespons pandemi, dalam Undang-Undang Nomor 2/2020, pemerintah telah merelaksasi defisit APBN di atas 3% selama tiga tahun. Pada 2020, defisit APBN diperlebar menjadi 5,07%, kemudian meningkat menjadi 6% dari produk domestik bruto (PDB).
“Pelebaran defisit diperlukan untuk membiayai belanja negara dalam pemulihan kesehatan dan ekonomi pada saat pendapatan negara turun,” imbuh Presiden. (SKO)