<p>Ilustrasi industri pertambangan. / Pixabay</p>
Nasional

Jokowi Restui Pengusaha Tambang Bahan Baku Nuklir, Bagaimana Potensinya?

  • Presiden Joko Widodo (Jokowi) merestui bahan baku nuklir menjadi bagian pertambangan di Indonesia.

Nasional

Fakhri Rezy

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) merestui bahan baku nuklir menjadi bagian pertambangan di Indonesia. Hal ini seiring dengan terbitnya peraturan pemerintah (PP) nomor 52 tahun 2022 tentang Keselamatan dan Keamanan Pertambangan Bahan Galian Nuklir.

PP tersebut ditandatangani pada 12 Desember 2022 yang merupakan turunan untuk pelaksanaan ketentuan Pasal 16 ayat 2 Undang-Undang nomor 10 tahun 1997 tentang ketenaganukliran.

Tentunya hal ini mendorong pemerintah untuk memberikan izin bagi pelaku bisnis untuk menambang bahan baku nuklir di Indonesia yang berupa uranium dan thorium hingga pengolahan mineral ikutan radioaktif hingga penyimpanannya.

Seperti diketahui, mineral radioaktif adalah mineral sebagai bahan dasar untuk pembuatan bahan bakar nuklir yang dihasilkan sebagai produk utama dari kegiatan pertambangan bahan galian nuklir.

Sementara, mineral ikutan radioaktif adalah mineral ikutan dengan konsentrasi aktivitas paling sedikit 1 Bq/g (satu becquerel per gram) pada salah satu unsur radioaktif anggota deret uranium dan thorium atau 10 Bq/g (sepuluh becquerel per gram) pada unsur kalium yang dihasilkan dari kegiatan pertambangan mineral dan batu bara, minyak dan gas bumi, serta industri lain.

Hal ini tentunya menimbulkan pertanyaan bagaimana potensi bahan baku nuklir di Indonesia seiring dengan disetujuinya pengembangan tambang nuklir di dalam negeri?

Dari data World Nuclear Association pada 2019 menyebutkkan bahwa cadangan uranium dunia mencapai 6,14 juta ton dengan produksi mencapai 54,7 ribu ton. Australia pun menempati negara dengan persediaan uranium terbanyak hingga 1,7 juta ton dan diikuti oleh Kazakhstan, lalu Kanada.

Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) pada 2020 mengungkapkan bahwa Indonesia sendiri memiliki bahan baku nuklir yang berupa sumber daya uranium sebesar 81 ribu ton dan thorium sebesar 140 ribu di mana tersebar di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.

Terpantau Sumatera memiliki sekitar 31,6 ribu ton uranium dan 126,8 ribu ton thorium. Sementara, Kalimantan memiliki 45,7 ribu ton uranium dan 7 ribu ton thorium serta Sulawesi sebesar 3,8 ribu ton uranium dan 6,6 ribu ton.

Menurut Riset Pilarmas Investindo, hal ini menandakan bahwa potensi uranium Indonesia masih terbilang rendah, namun setidaknya diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap transisi menuju energi terbarukan dan sebagai pilihan bahan bakar untuk pembangkit listrik.

"Kami memandang bahwa dibukanya izin pertambangan mineral radioaktif dipandang sebagai potensi baru pemanfaatan sumber daya alam dan pengembangan bisnis energi terbarukan ke depannya di tengah target zero emission," kutip riset tersebut.

Selama ini, pemanfaatan nuklir masih sebatas penelitian di mana ada tiga reactor penelitian yang berlokasi di Sleman, Serpong dan Bandung. Sebagaimana di atur dalam PP No.22/2017 bahwa energi nuklir dipertimbangkan sebagai pilihan terakhir memperhatikan faktor keselamatan secara ketat.

Hanya saja, yang perlu dihighlight yaitu faktor keselamatan dari penggunaan pembangkit listrik tenaga nuklir yang ditargetkan pada 2040 dapat dioperasikan.

Di samping itu, hal tersebut dapat dimanfaatkan sebagai momentum untuk mengembangkan senjata nuklir sebagaimana risiko geopolitik yang terus menjalar ke Asia. Apalagi, sekarang ini penggunaan senjata taktis nuklir menjadi skenario terburuk yang dapat digunakan dalam perang.

"Sehingga, Indonesia pun perlu menjaga ketahanan militer melalui pengembangan senjata nuklir," kutip riset tersebut.