Jual 34 Ton Emas, Laba BUMN Antam Malah Ambruk 88%
Meski penjualan emas melambung hingga 34 ton, laba bersih yang diraup PT Aneka Tambang Tbk. (Antam) justru ambrol 88,1% dari Rp1,63 triliun menjadi Rp193,85 miliar pada 2019.
Industri
Meski penjualan emas melambung hingga 34 ton, laba bersih yang diraup PT Aneka Tambang Tbk. (Antam) justru ambrol 88,1% dari Rp1,63 triliun menjadi Rp193,85 miliar pada 2019.
Sekretaris Perusahaan Antam Kunto Hendrapawoko mengatakan penjualan perseroan pada 2019 mencapai Rp32,72 triliun, melambung 29,4% dari tahun sebelumnya Rp25,27 triliun. Namun, beban pokok penjualan juga melejit lebih tinggi hingga 37% menjadi Rp28,27 triliun.
Penjualan itu ditopang oleh pertumbuhan tingkat produksi dan penjualan komoditas utama, yakni emas, feronikel, bijih nikel, dan bauksit. Produksi feronikel Antam mencapai 25.713 ton nikel dalam feronikel (TNi), naik 3% year-on-year (yoy) dengan penjualan 25.212 Tni atau naik 9% yoy. Feronikel menjadi kontributor terbesar kedua sebesar 15% dengan nilai Rp4,87 triliun.
“Untuk komoditas emas, Antam mencatatkan volume penjualan emas mencapai 34.016 kilogram, tumbuh 22% yoy. Pendapatan Antam dari penjualan emas berkontribusi sebesar Rp22,46 triliun atau 69% dari total,” kata Kunto dalam keterangan resmi perseroan di PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis, 16 April 2020.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pertambangan bersandi saham ANTM ini mencatat total volume produksi emas dari tambang Pongkor dan Cibaliung sebesar 1.963 kilogram sepanjang 2019.
Untuk komoditas bijih nikel, penjualan Antam mencapai 7,6 juta wet metric ton (wmt) dengan produksi 8,7 juta wmt. Penjualan dari bijih nikel pada 2019 mencapai Rp3,7 triliun dan berkontribusi 11% terhadap perseroan. Sepanjang 2019, produksi bauksit mencapai 1,73 juta wmt dengan penjualan 1,66 juta mwt senilai Rp758 miliar.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Penyebab Laba Melorot
Meski penjualan melambung, tetapi beban pokok pendapatan juga melesat lebih tinggi. Sehingga, laba kotor yang diraup Antam mencapai Rp4,45 triliun, turun 4,5% dari tahun sebelumnya Rp4,6 truliun.
Pembelian logam mulia menjadi pos terbesar yang menyedot biaya produksi. Pada 2019, pembelian logam mulia mencapai Rp20,86 triliun atau naik hingga 36,61% dari tahun sebelumnya Rp15,27 triliun.
Selain itu, jumlah beban usaha tahun lalu senilai Rp3,49 triliun. Angka tersebut naik 12,4% dibandingkan tahun sebelumnya senilai Rp3,1 triliun. Akhirnya, laba usaha merosot 38,6% menjadi Rp955,6 miliar.
Beban terbesar tampaknya berasal dari keuntungan akuisisi yang tahun lalu mencapai Rp2,2 triliun sedangkan tahun ini tidak ada sama sekali. Demikian pula dengan beban rugi selisih kurs Rp235 miliar dari sebelumnya untung Rp276 miliar.
Akan tetapi, kinerja positif berhasil diraih terutama pada kerugian entitas asosiasi dan ventura bersama yang berhasil ditekan 93% dai Rp1,2 triliun menjadi Rp88 miliar. Pun demikian dengan beban keuangan yang berhasil ditekan 384% dari Rp1,1 triliun menjadi Rp233 miliar pada 2019.
Akhirnya, laba tahun berjalan harus terjungkal 88% dari Rp1,6 triliun menjadi Rp193,8 miliar pada 2019. Laba bersih per saham dasar juga melorot dari Rp68,08 menjadi Rp8,07 per saham.
Sementara itu, earnings before interest, taxes, depreciation, and amortization (EBITDA) Antam mencapai Rp2,3 triliun pada 2019. Sedangkan, nilai kas dan setara kas perseroan mencapai Rp3,64 triliun pada akhir 2019.
Adapun, total liabilitas anak usaha Holding BUMN Pertambangan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) itu mencapai Rp12,06 triliun dengan ekuitas Rp18,13 triliun. Sedangkan total aset perusahaan pada 2019 mencapai Rp30,19 triliun.
Pada perdagangan Kamis, 16 April 2020, saham ANTM merosot 3,81% sebesar 20 poin ke level Rp505 per lembar. Kapitalisasi pasar saham ANTM mencapai Rp12,13 triliun dengan imbal hasil negatif 42,63% dalam setahun terakhir. (SKO)